Nuansa politis Tahrir langsung dirasakan saat saya mengikuti perjalanan kerja Komisi I DPR di Kairo Mesir, Selasa (27/11) waktu Kairo. Banyaknya demonstran memaksa kendaraan yang kami tumpangi menuju gedung Parlemen Mesir berputar haluan. Beruntung tak ada bahaya yang menghampiri kami.
Mayoritas pengunjuk rasa adalah pemuda mahasiswa yang menolak dekrit Presiden Muhammad Mursyi. Bagi pengunjuk rasa, dekrit Mursyi inkonstitusional dan hanya bertujuan melanggengkan kekuaasan Mursyi.
Mereka meneriakan yel-yel anti-Mursyi sembari mengibarkan bendera Mesir. “Syaab yuriid isqaath an-nidham (rakyat ingin menurunkan pemerintah),” teriak para demonstran, Selasa.
Menjelang malam hari, suasana di Tahrir semakin ramai. Warga Mesir yang pada siang hari sibuk bekerja turut membaur dengan pengunjuk rasa. Namun tak semua datang untuk berujuk rasa.
Banyak juga yang ke Tahrir sepulang kerja hanya ingin sekadar melihat-lihat suasana. Beberapa kali saya mendapati pemuda-pemudi Mesir asyik menyaksikan demonstrasi sembari berfoto ria.
Di sekitar para demonstran juga banyak masyarakat Mesir yang mencoba mencari peruntungan. Mereka menggelar lapak dagangan menjajakan buah, pakaian, bendera Mesir, dan aneka barang khas Mesir. Sekilas, bila dilihat tanpa tendensi politis, suasana malam di Tahrir lebih mirip pesta karnavalnya rakyat Mesir.
“Unjuk rasa hari ini berbeda dengan unjuk rasa menurunkan Mubarok,” kata Amir mengakhiri obrolan.
Artikel ini pernah dipublikasikan di sini
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI