Mohon tunggu...
Jay Akbar
Jay Akbar Mohon Tunggu... profesional -

Alumni Sejarah Universitas Diponegoro Semarang. Saat ini bekerja sebagai wartawan di salah satu media nasional. Meminati kajian sejarah, budaya, dan militer. @wijayakbar http://jayakbar.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Penjaga Sukarno: yang Setia dan yang Berkhianat

8 Oktober 2013   22:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:48 1762
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat peristiwa G30S 1965 terjadi, Maulwi Saelan menjabat sebagai Wakil Komandan Cakrabirawa. Dialah orang yang terus mendampingi Bung Karno selama dua hari terkelam sejarah politik Indonesia --mulai 30 September hingga 1 oktober 1965.

Sebagai satu-satunya orang dekat Bung Karno yang masih hidup, kesaksian Saelan amat penting dalam rangka membersihkan tuduhan dan fitnah yang dialamatkan kepada Bung Karno dalam peristiwa G30S.

“Bung Karno tidak tahu sama sekali penculikan Jendral pada 1 Oktober 1965 subuh,” kata Saelan saat menerima Saya beberapa waktu lalu.

Tuduhan keterlibatan Bung Karno dalam peristiwa G30S bermula dari kesaksian salah seorang ajudan presiden bernama Letnan Kolonel (KKo) Bambang Setijono Widjanarko. Dalam berita acara pemeriksaan (BAP) kepada Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP), Azwier Nawie dan Letnan Kolonel (CPM) Soegiardjo dari tim pemeriksa pusat (teperpu), Bambang mengatakan Bung Karno telah mengetahui rencana penculikan dan pembunuhan yang akan dilakukan Letkol Untung Samsoeri terhadap para Jendral Angkatan Darat pada malam 1 Oktober dini hari.

Bambang mengatakan, pada malam 30 September 1965 --beberapa jam sebelum penculikan para Jendral dilakukan, Bung Karno menghadiri acara Musyawarah Nasional Teknik (Munastek) di Istora Senayan Jakarta. Saat sedang menunggu waktu berpidato, seorang anggota Cakrabirawa dari kepolisian Adjun Inspektur Polisi (AIP) I Sogol Djauhari Abdul Muchid menghadap Bung Karno.

Sogol membawa sepucuk surat dari Komandan Batalion I Cakrabirawa Letkol Untung Samsoeri yang berisi kesiapan pasukan melakukan penculikan. Setelah menerima surat itu Bung Karno beranjak ke toilet untuk membaca surat dari Untung. “… isinya pemberitahuan dari Untung kepada presiden tentang akan dimulainya penindakan terhadap perwira tinggi angkatan darat yang tidak disenangi Bung Karno,” kata Bambang.

Tuduhan Bambang semakin liar. Dia menyebut pada 4 Agustus 1965 --dua bulan sebelum G30S terjadi, Bung Karno sempat mengadakan pertemuan khusus dengan Komandan Resimen Cakrabirawa Brigadir Jendral Sabur dan Letkol Untung di Istana. Kepada keduanya, Bung Karno meminta agar segera diambil 'tindakan' kepada para para jendral yang tidak loyal.

Pernyataan Bambang memunculkan reaksi keras dari Saelan. Saelan mengatakan tuduhan yang disampaikan Bambang adalah kebohongan. Menurut Saelan, pada malam 30 September 1965 dirinya terus mengawal Bung Karno di acara Munastek.

Selama menjaga Bung Karno dia tidak melihat ada anggota Cakrabirwa yang datang mendekati Bung Karno. Selain itu, tambah Saelan, Bung Karno juga tidak pernah meninggalkan kursinya hingga masuk sesi pidato.
“Saya yang terus mendampingi Bung Karno dan tidak pernah meninggalkannya walaupun sebentar tidak melihat kedatangan pelayan Sogol yang menitipkan sepucuk surat yang katanya dari Untung untuk diserahkan kepada Bung Karno,” kata Saelan menegaskan.

Saelan mengatakan, terdapat sejumlah kejanggalan dari kesaksian Bambang. Menurutnya tidak mungkin seorang perwira militer sekelas Untung menitipkan surat dengan tingkat kerahasiaan tinggi kepada seorang pelayan seperti Sogol.

Selain itu, Teperpu juga tidak pernah memeriksa Sogol atas kesaksian yang disampaikan Bambang. Soal pertemuan Bung Karno dengan Sabur dan Untung pada 4 Agustus 1965 juga dibantah Saelan. Menurutnya pada tanggal itu Sabur dan Untung sedang tidak bertugas di Istana.

“Sehingga sangat tidak mungkin pada hari itu mereka berdua bertemu presiden di Istana. Apalagi sampai Bapak langsung memberikan penugasan untuk menculik,” ujar Saelan.

Yang membuat hati Saelan miris, tuduhan Bung Karno terlibat G30S tidak disampaikan musuh Bung Karno. Tuduhan itu justru disampaikan ajudan yang amat disayangi Bung Karno.

Ya, sebelum peristiwa G30 meletus, Bambang merupakan ajudan kepercayaan Bung Karno. Boleh dikata Bambang adalah anak emas Bung Karno. “Iya dia anak emas Bapak,” kata Saelan.

Saelan sendiri baru mengetahui tuduhan Bambang selepas keluar dari penjara. Dia mengaku sempat menghubungi Bambang untuk meminta penjelasan atas keterangannya di BAP. “Kamu kok menulis seperti itu tentang Bapak? Maksudnya apa?” tanya Saelan kepada Bambang. “Saya ingin kita bertemu,” tambah Saelan. Ajakan Saelan bertemu tidak pernah dipenuhi Bambang.

Saelan menceritakan dirinya sempat diminta menandatangangi BAP yang sudah dibuat Teperpu. Saelan menolak. Dia menilai isi BAP mendiskreditkan dan memojokan Bung Karno dalam peristiwa G30S. Bahkan BAP itu jelas-jelas menuduh Bung Karno sebagai dalang G30S.

“Gara-gara tidak mau tanda tangan saya dipenjara selama lima tahun (empat tahun delapan bulan),” ujar Saelan.

Belakangan Saelan tahu kenapa Bambang rela membuat tuduhan keji kepada Bung Karno. Menurutnya dari sekian banyak ajudan yang terkenal dekat dengan Bung Karno, hanya Bambang yang tidak dipenjara rezim Soeharto.

Mereka yang lain seperti Brigardir Jendral Saboer yang menjabat sebagai Komandan Cakrabirawa di penjara. Letnan Kolonel (Pol) Mangil Martowidjojo yang menjabat Komandan Detasemen Kawal Pribadi Cakrabirawa ditahan selama tiga setengah tahun. Letnan Kolonel Soeprapto, pengemudi mobil Kepresidenan ditahan lima tahun. Letnan Kolonel Infantri, Ali Ebram yang menjabat sebagai Asisten Intelejen Resimen Cakrabirawa ditahan 12 tahun.

Sedangkan Saelan sendiri ditahan empat tahun delapan bulan. “Sekarang saya mengerti kenapa hanya Bambang satu-satunya orang yang tidak dipenjara,” katanya.

Kesaksian Bambang yang tidak akurat dan bahkan cenderung mengada-ada memang menarik untuk dicermati. Pasalnya, pemeriksaan terhadap Bambang baru dilakukan pada akhir 1970. Alhasil, kesaksian Bambang soal keterlibatan Bung Karno dalam peristiwa G30S muncul setelah Bung Karno wafat pada Juni 1970.

Spekulasi yang berkembang menyebutkan pemeriksaan Bambang sengaja dibuat terlambat agar tidak bisa dikonfrontir dengan Bung Karno. “Pengakuan Bambang bukan fakta. Seluruhnya karangan yang dibuat untuk mencari-cari kesalahan Bung Karno,” kata Saelan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun