Mohon tunggu...
Ahmad Jayakardi
Ahmad Jayakardi Mohon Tunggu... pensiunan -

Kakek2 yang sudah males nulis..............

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

The Legend of Tarzan (2016), Bukan Film untuk Orang Belgia

12 Agustus 2016   14:20 Diperbarui: 12 Agustus 2016   14:29 864
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber :static.tvropes.org

Alexander Skarsgard sebagai Tarzan (dan tentunya juga John Clayton III) menunjukkan wajah bekunya hampir sepanjang film. Nyaris lupa kalo yang diperankannya itu Tarzan, bukan Eric Northman, si Vampir berumur 1000 tahun di pilem seri True Blood punya HBO. Wajah bekunya sama sih.

Lady Clayton alias Jane Potter yang diperankan oleh bintang Australia, Margot Robbie, tampil sebagai pemanis. Hanya sekadar memenuhi syarat agar filemnya bisa disebut sebagai….. ‘ada yang bening-bening’. Samuel L. Jackson aktor tuwa yang sarat pengalaman itu tampil standar. Demikian juga yang lain.

Hanya Christoph Waltz yang pantas diberi nilai lebih. Karakter Leon-Rom yang diperankannya ‘hidup’ dan begitu tengil. Sulit untuk mencari kesamaan dengan tokoh Hans Landa (Inglorious Basterds, 2009) dan Dr. King Schultz (Django Unchained, 2012) yang juga diperankannya. Perannya di 2 film itu memperoleh Oscar untuk Best Supporting Actor.

Film ini rasanya memang untuk konsumsi Amerika-Inggris. Semua orang Amerika-Inggris tampil superior. Penduduk asli jadi obyek yang harus dibela. Belgia?. Jadi bulan-bulanan dan antagonis. Ya Pemerintahannya, ya orang-orangnya. Semuanya orang di Congo-Belgia lebih fasih berbahasa Inggris daripada Perancis, Belanda atau Jerman (gak aneh kan?). Penjajah yang korup dan pengecut. Membunuh gajah dan mengangkut gadingnya, menangkapi orang untuk dijual sebagai budak dan berbagai kelakuan minus sebagai penjajah.

Film gak bagus? Tergantung niatnya juga sih………..

Kalo niatnya hanya menonton film dan mencari hiburan, gak usilan ikut mikir yang macem-macem, film ini bisa masuk kategori layak tonton. Gambarnya, karya Henry Braham (Director of Photography) lumayan indah dan puitik. Adegan Lady Clayton yang nangkring di dahan pohon ek yang besar lantas ngobrol ama doinya, memang puitis. Gaun putihnya sungguh kontras dengan latar belakangnya yang gelap. Tapi kalo ada yang nanya gimana caranya si Lady naik pu’un setinggi itu dengan longdress putih bersih tanpa bekas noda, abaikan saja. Karena otak yang nanya itu memang usil dan jail.   

Efek visual dibawah supervisi Tim Burke juga memukau. Serbuan kawanan Wildebeest ke kota pelabuhan Boma itu bisa dibilang spektakular. Para buaya yang rame-rame potong padi, eh….datang rame-rame mendengar panggilan Tarsiman, eh…. juga asik ditonton. Gak terbayangkan mampu dibuat oleh film bikinan 20 tahun yang lalu. Tata suaranya yang stereo dan pake sistim Dolby juga menggelegar memukau kuping…..

Udahan ah……..

Sekian

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun