Tarzan, karakter fiksi ciptaan Edgar Rice Burroughs, seperti juga Dracula (bikinan Bram Stoker, 1897), kita semua kenal (meski Tarzan dan Dracula pasti gak kenal kita). Muncul pertama kali sebagai novel ‘Tarzan of the Apes’ (1912), sekarang bahkan nama ini bisa berarti julukan atau imaji akan seorang manusia yang ‘kluyuran di hutan dan gelayutan dipohon seperti kera’. Bahkan di Indonesia, bisa juga berarti seorang Totok Muryadi yang komedian Srimulat itu ……
Tarsiman, eh… Tarsan, eh…. Tarzan, eh…… (gaya Asmuni) lantas muncul juga di komik dan filem. Muncul sebagai Tarzan bisu gak lama setelah novelnya meledak, filem Tarzan yang patut disebut adalah ketika diperankan oleh Johnny Weismuller (pemegang 5 medali emas cabang renang di Olimpiade Paris 1924). Tarzan yang ini jadi suka berendem, eh……… berenang.
Sampai kini tokoh fiksi ini masih saja terkenal. Tapi semuanya dengan karakter yang sama. Wajah kaku, serius dan gak ada lucu-lucunya babar-blas. Mungkin biar tampak macho gitu. Termasuk Tarzan animasi bikinan Disney (1999), atau Tarzan ‘yang lain’ (1995) yang jagoannya konon bernama Rocco Siffredi dan Rosa Caracciolo itu…… (hush, gak usah diterusin!). Semuanya berwajah kaku, dingin dan beku. Entah memang harus begitu atau cemmana, tak taulah awak. Tarzan yang koplak versi Brendan Fraser bahkan gak berani pasang nama Tarzan (George of The Jungle. 1997).Â
The Legend of Tarzan, filem Tarzan paling gres ini juga begitu. Filem yang baru rilis di Amrik 1 Juli 2016 ini konon jadi box office dan konon (juga) bakal segera dibikin sekuelnya. Filem yang (hanya) menyebut ‘based on the Tarzan stories created by’ (Edgar Rice Burroughs). Cerita dan skenarionya yang dibikin Adam Cozad dan Craig Brewer memang gak berani ‘lari jauh-jauh’ dari karakter aslinya. Apalagi David Yates sebagai sutradaranya juga hobby demikian (ingat film Harry Potter yang persis plek ama bukunya?).  Â
Ceritanya tentunya seputar Tarzan sebagai jagoan. Tapi Tarzan yang ini sudah ogah disebut Tarzan, karena sudah 8 tahun tinggal di London. Dia sudah fasih menyebut dirinya sebagai Lord Greystroke, John Clayton III (eh, bacanya John Clayton ‘the third’ yak bukan Jon Kleiton Ka Tilu). Udah gitu aja, gak usah nanya darimana dia dapet duit untuk memelihara puri Greystroke yang guuueeeedeee itu…..
Sebagai akibat Konperensi Berlin 1885 (konperensi antar Negara Penjajah Eropah untuk bagi kue Afrika), Congo dibagi 2. Sebagian untuk Inggris, sebagian lagi milik Kerajaan Belgia. Nah, diceritakan Belgia sedang bangkrut dan dicurigai mau pake cara kasar buat mengeksploitasi jajahannya. Inggris, yang urus Congo di sebelahnya jadi usil (entah alasan apa jadi usil, padahal sama-sama penjajah) , kebetulan juga didatangi utusan dari Amerika. Gak usah nanya juga, napa Amrik yang baru kelar Perang Sodara, ditahun 1890 itu sudah usil ngurus hal yang bukan urusannya. Juga rasanya sengaja dibikin agar si utusan dalam film itu berkulit hitam.
Ah sudahlah……
Tarsiman, eh….. John Clayton The Third, semula ogah ikut campur. Tapi lantas gak jadi dong filemnya kalo sang jagoan keukeuh seperti itu. Si utusan Amrik, George Washington William (Samuel L. Jackson) lantas nyusul ke kereta-kudanya dan mengingatkan Tarsiman, eh….. John Clayton The Third, kalo Belgia (dicurigai) akan melakukan genosida penduduk asli (eh, bukan genosida ding, tapi menangkapi) dan menjualnya sebagai budak secara besar-besaran. Tarsiman, eh……… lantas saja emosinya tersulut, membayangkan sodara-sodaranya di Congo akan diperlakukan demikian, akhirnya memutuskan pergi.
Dan berangkatlah Tarsiman, eh………. Tentunya gak seru kalo Jane Potter (yang di filem itu sudah dipanggil Lady Jane Clayton) gak ikut. Bumbu penyedap juga disertakan, biar keliatan Amrik itu negara usilan (eh, negara peduli ding), si utusan Amrik itu ikut juga berpetualang. Padahal di sana mereka sudah ditunggu Kepala suku Mbonga (Djimon Hounsou) yang ingin membalas dendam akibat anak tunggalnya dibunuh Tarzan.
Let’s the film begin dah……   Â
Biar keliatan nyambung dengan kisah Tarzan aslinya, masa lalu Tarzan juga disertakan sebagai klip ‘flash-back’, sepotong demi sepotong. Kisah orangtuanya yang bertahan hidup. Kisah Kerchak dan suku Gorillanya. Kasih sayang dan terbunuhnya ibu gorillanya, Kala. Pertemuan pertama si Manusia kera dengan Jane Potter. Yaaaah, gitulah….