Mohon tunggu...
Ahmad Jayakardi
Ahmad Jayakardi Mohon Tunggu... pensiunan -

Kakek2 yang sudah males nulis..............

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Hingar-bingar Panggung Musik Rock Indonesia 1970-an (1)

11 Juli 2011   01:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:46 2871
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mohon maaf  kalau tulisan ini betul-betul dan benar-benar jadul, karena untukmemenuhi request seorang sohib Kompasioner, yang tulisan-tulisannya mengenai musik menjadi langganan HL. Menurut beliau, sebenarnya beliau menginginkan menuliskan sendiri hal ini, tapi takut "gak dapet ruh"nya alias tidak merasa menjadi orang jadul seperti saya. Karena saya memang orang jadul, meskipun tidak merasa jadi ahli musik, maka tulisan ini saya posting. Pasti hasilnya tidaklah se-kualitas dengan tulisan beliau. Apa boleh buat, yang penting jadul...............

Musik Rock Indonesia 1970an.

Di masa itu di Indonesia musik bergenre "rock" ini benar-benar menjadi musik "underground" (sebutan yang memang dialamatkan untuk jenis musik ini, di tempat asalnya). Musik yang dianggap oleh sebagian besar pemangku kuasa tidak ada, tapi ternyata punya banyak penganut, meskipun tidak sebesar penggila Koes Plus misalnya. Satu-satunya media visual saat itu TVRI karena alasan "menolak rambut gondrong" samasekali mengabaikan jenis musik ini. Rekaman? Pemilik perusahaan rekaman menganggap pasar untuk jenis musik seperti ini kecil sekali. Sehingga dengan perhitungan ekonomis, mereka juga enggan merekamnya. Kompromi yang akhirnya berhasil dibuat, perusahaan rekaman sudi merekam dengan catatan macam-macam, sehingga secara kualitas musiknya tidaklah menunjukkan kemampuan sesungguhnya grup  rock ini di atas panggung. [caption id="attachment_118320" align="aligncenter" width="600" caption="AKA di panggung (sumber: dennysakrie63.files.wordpress.com)"][/caption] Benar, saat itu grup-grup pemusik atau band rock ini memang menjadi "besar" di atas panggung. Saat itu panggung musik rock memang hingar bingar.  Seperti sekarang konser musik rock dipadati puluhan ribu penonton. Karena saat itu itu gak ada peringkat jelas, tidak ada grup musik yang jadi sajian utama dan grup yang lain jadi pembuka atau tambahan. Semua sama, bahkan diakhir pertunjukan biasanya diakhiri dengan jam session. Satu lagu dibawakan bergantian oleh grup yang manggung. Jam session yang seharusnya jadi ajang kekompakan tapi malah (biasanya) jadi keributan antar pendukung band. Seperti juga sepakbola, band asal kota sendiri biasanya selalu dapat apresiasi.  Saat itu penonton Malang mendapat gelar sebagai penonton paling agresif, tapi juga paling sportif. Gak peduli bandnya asal Malang, tapi kalau mainnya gak bagus, tomat dan telor busuk juga jadi bonus.... Banyak sekali grup band yang memainkan musik rock kala itu. Praktis di setiap kota memiliki grup kebanggaan. Tapi 3 grup band yang saya sebutkan di bawah ini, memang kemampuan personilnya diatas rata-rata, dan nyaris tidak pernah mendapat hadiah telor busuk di atas panggung. *

AKA.

Nama grup diambil dari singkatan Apotik Kali Asin, apotik milik ayah Andalas Datoek Oloan Harahap, alias Ucok "AKA" Harahap. Apotik Kali Asin ketika itu memang sebuah apotik besar di Surabaya, terletak di pertigaan jln Urip Sumoharjo, jln Panglima Sudirman dan jln Kaliasin (sekarang jln. Basuki Rahmat). Jalan-jalan protokol di Surabaya. [caption id="attachment_118617" align="alignleft" width="258" caption="ki-ka: Syeh, Arthur, Sunatha, dpn: Ucok (sumber: kaskus.us)"]

1310314309223255712
1310314309223255712
[/caption] Formasi awal AKA ketika berdiri, 1967 adalah Ucok (keyboard/vokal), Syeh Abidin (drums/vokal), Sunatha Tanjung (gitar, biola, banjo/vokal) dan Peter Waas (bas). Peter Waas digantikan oleh Lexy Rumagit dan sejak 1969 Arthur Kaunang menjadi pemetik bass tetap AKA. AKA lebih diingat orang karena aksi teatrikal Ucok di panggung. Digantung, masuk peti mati, diangkut ambulans, bersetubuh dengan gagang mike, main enjot-enjotan dengan organ Farfisa-nya, meskipun buat sebagian orang aksi itu menjemukan (termasuk saya whehehehe). Tapi tidak dipungkiri kemampuan musikalitas secara individu dan harmonisasi, grup ini sungguh dahsyat. Ditunjang oleh tata suara dan tata cahaya yang selalu jadi hal baru di setiap pertunjukannya, penampilan grup ini selalu jadi pemuncak acara. Lagu-lagu Deep Purple macam Speed King, Highway Star dan teriakan "Oooooooh no, no, no........" di lagu Bloodsucker sangat apik dilengkingkan Ucok yang memang punya suara tenor. Gesekan biola Sunatha dan atraksi double drum Ucok dan Syeh di lagu Stairway to Heaven milik Led Zeppelin bahkan lebih bagus dari lagu aslinya.... Seiring dengan peningkatan kegiatan solo karier Ucok Harahap di Jakarta, bersama Ahmad Albar (Duo Kribo), kegiatan AKA nyaris vakum. Terlebih setelah Ucok mendirikan grup barunya Ucok and his Gang, Agustus 1975. Sunatha, Arthur dan Syeh kemudian memproklamirkan SAS, Desember 1975. Trio SAS ini malah berkibar lebih dahsyat dibanding AKA. Dari kira-kira 10 album yang pernah dirilis AKA, tidak ada satupun yang mampu merefleksikan kemampuan musikalitas grup ini di atas panggung. Demikian juga tidak ada rekaman live ketika grup ini beraksi. Dengan demikian, kehebatan grup band ini benar-benar tinggal cerita....... Lagu Crazy Joe ini biasanya menjadi pengiring Ucok untuk beraksi teatrikal.  Pernah masuk dalam 20 lagu terbaik Radio Australia, meskipun cuma 1 minggu dan di posisi ke 17 .......  (meskipun, sekali lagi, saya tidak suka karena lagu ini hanya merefleksikan Ucok, dan bukan AKA) ....... *

The Rollies.

The Rollies yang akrab disebut dengan Rollies saja tidak dapat dilepaskan dengan nama Deddy Sutansyah alias Deddy Stanzah, sang pendiri, inspirator sekaligus penyandang dana pertama kalinya (dari ayahnya yang Pengusaha Hotel di Bandung). Nama Rollies sendiri berasal dari jenis rambut 4 pendirinya; keriting (roll) milik Deddy dan Tengku Zulian Iskandar (Iis) serta rambut lurus (lies) dari Iwan Khrisnawan dan Djoko Arifin (Delly). Tahun 1967 sebelum berangkat ke Singapura, formasi ini bertambah dengan Bangun Sugito (Gito) sebagai vokalis. Bergabungnya Benny Likumahuwa akhir tahun 69 membawa corak baru dalam warna musik Rollies. Benny yang menguasai instrument tiup segera menularkan kemampuannya. Dengan Benny-trombone, Iis-saxophone dan Gito meniup terumpet, Rollies mulai menjiwai musik-musik Funky-Soul dan Blues. Lagu-lagu Chicago seperti 25 or 6 to 4,  Saturday in the Park dan Blood Sweat and Tears "Spinning Wheels, I Love You More Than You'll Ever Know,  cantik sekali ditampilkan di atas panggung. [caption id="attachment_118322" align="alignleft" width="400" caption="New Rollies ki-ka: Didiet, Benny, Uce, Iis,Jimmie, Delly, Gito, Bonny (sumber: dennysakrie63.files.wordpress.com)"]

13101303041009349841
13101303041009349841
[/caption] Di Singapura mereka dikontrak Capitol Theater bahkan sempat merekam lagunya. Kepulangan Dedy Stanzah ke Bandung membuat Raden Bonny Nurdaya (Bonny) bergabung. Setelah sempat berkeliling Malaysia dan Bangkok, mereka kembali ke tanah air dan menambah formasi dengan Didiet Maruto sebagai peniup terompet tetap. Dan kemudian Dedy Stanzah yang bergabung kembali. Dengan formasi ber delapan inilah Rollies mencapai puncak kejayaannya. Dedy Stanzah-Bass, Iis-Sax, gitar, Didiet-Trumpet, Benny-Trombone, Bonny-Gitar, Iwan-Drum, Delly-Keyboard dan Gito-Vokal. Musik mereka begitu harmonis, riuh dan atraktif. Atraksi panggung dan duet vokal Gito dan Dedy amat rancak, kompak dan dirancang apik. Sebelum Michael Jackson ngetop dengan "Moonwalk"nya, duet maut ini sudah sering menampilkannya di atas panggung.  Lagu "Since I've been Loving You" milik Led Zeppelin mereka aransemen ulang, tetap dengan warna blues-nya tapi dengan sentuhan musik tiup....luar biasa! Ketenaran membawa kekayaan. Dan tumpukan uang membuat mereka silau. Paling tidak 4 personil Rollies terjebak Narkoba. Beberapa kali dalam show, mereka bertumbangan di atas panggung. Usai meninggalnya Iwan Krishnawan karena overdosis, 1974, Iis dan Gito tersadar, tetapi sang bintang Dedy Stanzah tetap kecanduan. Dedy didepak keluar dan lahirlah New Rollies dengan tambahan Jimmie Manoppo menggantikan Iwan  pada drum dan Uce F Tekol sebagai basist. Formasi ini sukses di rekaman. Bahkan 1979 lagu ciptaan Uce, Kemarau mendapat anugerah Kalpataru dari Pemerintah Indonesia karena syairnya dianggap berisi ajakan untuk melestarikan hutan..... Berbeda dengan AKA, rekaman Rollies rata-rata berhasil secara pas dibuat dengan warna yang khas dan seketika dikenali, ini Rollies. Meskipun demikian, kemampuan musikalitas mereka di atas panggung tetap lebih dahsyat dibanding rekamannya. Lagu It's A Man's, Man's, Man's World yang aslinya funk-soul milik James Brown, yang diaransemen Rollies menjadi sangat blues,  yang direkam live dari panggung TIM 1973, pernah saya posting "Dunia Ini Milik Lelaki, Sayang" di sini. Lagu yang saya pilihkan ini aslinya milik The Love Affair sekitar tahun 1966. "Gone are the Song of Yesterday" Dinyanyikan oleh Delly dan ditambah unsur alat tiup, lagu ini jadi jauh lebih dahsyat dari aslinya. Menjadi trade mark Rollies dan hampir selalu muncul di setiap pentasnya. *

God Bless.

Ketika grup musik ini berdiri, AKA dan Rollies sudah lebih dulu berada di puncak. Embryo grup ini dimulai sekembalinya Ahmad Albar dari Belanda bersama sohibnya Ludwig Lemans (gitaris Clover Leaf, grup Albar di Belanda).Di Jakarta Albar mengajak Fuad Hassan (drums), Donny Fattah Gagola (bass) dan Deddy Dores (keyboard). Tak lama Deddy Dores keluar digantikan Jockie Suryoprayogo yang juga tak bertahan lama. Soman Lubis (eks The Peels) menggantikan posisi Jockie. [caption id="attachment_118618" align="aligncenter" width="604" caption="GB formasi 1,  ki-ka: Deddy Dores, Ludwig Lemans, Ahmad Albar, Fuad Hasan, Donny Fattah Gagola   (sumber: kaskus.us) "]

13103144891812321971
13103144891812321971
[/caption] Di event Summer 28, Suasana Menjelang Kemerdekaan ke 28, Mei 1973 arena panggung terbuka di Ragunan Jakarta yang dirancang meniru Woodstock, menjadi pembuktian formasi ini untuk sukses. Mereka kemudian berjaya dari panggung ke panggung. Atraksi panggung duet Soman dan Albar sungguh memukau. Lagu-lagu "Dancin' with the Moonlight Knight" (Genesis), "Getting Old" (James Gang), "I Want to Take You Higher" (Sly & Family Stones), "Eleanor Rigby" (Beatles) dan "Friday on My Mind" (Easy Beat) dibawakan sangat apik dan dengan aransemen khas God Bless. 2 lagu terakhir itu ikut direkam pada album pertama "God Bless" (1975). Juni 1974, Soman Lubis dan Fuad Hassan meninggal akibat kecelakaan dan Ludwig Lemans kembali ke Belanda.  Personil asli yang tersisa hanya Ahmad Albar dan Donny Fattah. Kekosongan ini diisi oleh Jockie-keyboards, Ian Antono-gitar (ex Jaguar, Bentoel Band) dan Teddy Sujaya-drums. Meskipun di panggung, fans kehilangan aksi Soman Lubis, tapi secara musikalitas kemampuan band ini tidak berkurang. Dengan formasi ini God Bless masuk rekaman pertama kalinya dan menjadi band pembuka Deep Purple ketika show di Jakarta 1975. Dibanding AKA dan Rollies, bisa dibilang God Bless adalah grup musik rock yang paling berhasil merefleksikan kemampuan musikalitas di panggung di dalam rekamannya. Terutama sekali ketika hingar-bingar panggung rock menyurut di era 80an. Album Cermin (1980) dan Semut Hitam (1988) adalah yang paling berhasil dari segi kualitas musikalitas dan kuantitas penjualan. Sampai saat ini band ini masih aktif, dengan formasi Ahmad Albar (vokal), Ian Antono (gitar) Donny Fattah (bass), Abadi Soesman (keyboard) dan Yaya Muktio (drums). Lagu "Huma di atas Bukit" ini menurut saya merupakan ikon dalam karier God Bless. Syairnya diciptakan oleh Sjumandjaja, dan dijadikan OST film Sjumandjaja "Yang Muda Yang Bercinta" (1975, dibintangi oleh WS. Rendra dan Yati Octavia. Film yang tidak pernah beredar semasa Orde Baru, karena dianggap memuat kritik terhadap penguasa). Lagu ini menjadi "bintang" di album pertama "God Bless" (1975). Pada lagu ini, tangan Jockie terpeleset 2x (menit ke 2:24 sd 2:59 dan menit 3:30 sd 4:05) dengan meng-coppas repertoir milik Genesis "Firth of Fifth". Keterpelesetan yang mengundang cemoohan dari kritikus dan penikmat musik. Tahun 1990 lagu ini di daur ulang dan diberi aransemen baru yang jauh lebih sempurna dan lebih baik (terutama karena sistim dan peralatan rekamannya jauh lebih modern). Lagu versi 90 ini yang menghilangkan unsur coppas ini, lebih dikenal dan sering diperdengarkan. Beruntung, kali ini saya berhasil mendapat yang versi asli 1975 dari YouTube. Silakan dinikmati....... * _________________________________________________________________________________ The Peels-Shark Move-Giant Step, Gipsy, Superkid, mungkin ditampilkan lain kali......

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun