Mohon tunggu...
Ahmad Jayakardi
Ahmad Jayakardi Mohon Tunggu... pensiunan -

Kakek2 yang sudah males nulis..............

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Ambisi Sumantri, PituturLeluhur yang Lain

4 April 2011   23:45 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:07 3854
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1301960450935745746

Sumantri, Somantri atau Bambang Sumantri, putra sulung Resi Suwandagni, pemilik pertapaan Arga Sekar sudah terkenal di seantero kerajaan Mahespati (Mahispati atau Maespati.  Awas ya, jangan keliru dengan Maospati yang pangkalan udara TNI-AU itu) karena kedigdayaannya, ketampanannya dan kesombongannya.

Hanya karena ketatnya pendidikan ayahnya sajalah, dia tidak tumbuh jadi preman. Sejak kecil, dia lebih tertarik pada olah fisik, dan ayahnya tidak ragu menurunkan semua ilmu jaya kawijayan pada anak sulungnya ini.

Seharusnya sebagai putra sulung seorang pendeta dengan kasta sosial tertinggi saat itu, Sumantri punya hak waris untuk menggantikan ayahnya sebagai pendeta di Arga Sekar. Tapi Sumantri tidak tertarik. Dia lebih suka pada dunia petualangan dan pertarungan. Tapi juga dia ogah untuk hidup sesuai jalan pedang dan menjadi roninmiskin seperti Musashi di Jepang. Dia akan hidup sebagai ksatria yang tidak perlu memikirkan susahnya biaya hidup. Dia harus mengabdikan diri pada seorang raja, tapi dengan catatan sang raja itu harus bisa mengalahkannya!

Berbeda 180 derajat dengan Sumantri, adiknya Sukrasana atau Bambang Sukrasana, biarpun juga bernama Bambang (yang artinya laki-laki cakep), tapi bertampang jelek, berwujud raksasa cebol, yang cedal bicaranya, lebih tertarik pada olah bathin. Karena keterbatasan fisiknya inilah sang adik jarang menampakkan diri di depan umum. Masyarakat hanya tahu Resi Suwandagni hanya punya seorang putra yang digilai banyak gadis karena ketampanan dan kesaktiannya.

[caption id="attachment_116165" align="alignleft" width="257" caption="Bambang Sumantri (sumber: wayang.wordpress.com)"][/caption]

Ketika mengutarakan niatnya kepada ayahnya, Resi Suwandagni merestuinya dan menganjurkan untuk mengajak adiknya. Karena dalam beberapa hal, Sukrasana jauh lebih baik dari kakaknya. Pasangan Sumantri-Sukrasana akan menjadi pasangan maut yang tak terkalahkan, seperti Park Joo-bong/Kim Moon-soo di bulutangkis. Meskipun sayang dengan adiknya, Sumantri ogah jalan bareng dengan sang adik yang buruk rupa dan manja itu. Sang adik yang sayang banget pada kakaknya, protes keras dan tidak mengijinkan kakaknya pergi, sehingga Sumantri harus menunggu adiknya lengah untuk berangkat memulai petualangannya.

Tujuan pertamanya, tentu saja adalah Kerajaan Mahespati. Sumantri menghadap rajanya. Dengan gaya selebritisnya dia minta agar dia diberi jabatan (eh, salah), mohon diijinkan untuk mengabdi dan membaktikan diri untuk tanah airnya. Prabu Harjuna Sasrabahu, raja Mahespati, sudah mendengar nama dan kependekaran Bambang Sumantri. Tapi dia neg juga melihat gaya sombong si anakmuda yang seolah-olah merasa tanpa lawan itu. Karena itu, sang Raja bersedia menerima pengabdian Sumantri dan mengangkatnya jadi PNS, bukan dengan KKN, tapi dengan syarat khusus yang berat.

Saat itu, sang Raja, yang titisan Wisnu itu, sedang tergila-gila oleh Dewi Citrawati putri raja Magada, Prabu Citrawijaya. Sumantri ditugaskan untuk melamarkan dan membawa pulang putri itu ke Mahespati untuk sang raja, at all risk! Dengan pede, Sumantri menyanggupinya.

Sesampai di Magada, Sumantri yang anak KTL (Kampung Tembak Langsung), tapi dengan jabatan duta resmi kerajaan Mahespati itu terheran-heran mendapati bahwa ternyata sudah banyak raja-raja dari 1000 negara (dduh, lebay deh) yang berkumpul di Magada punya tujuan sama. Tapi pihak kerajaan Magada masih juga ngetem (alias menggantung keputusannya). Solusinya memang harus mengadu kerasnya tulang dan liatnya otot. Dan tidak ada lawan yang mampu mengimbangi kesaktian Sumantri.

Bambang Sukrasana (sumber: wayang.wordpress.com)

Singkat cerita, sang putri dibawa pulang dengan bonus taklukan raja dari 1000 negara yang ditundukkannya.

Di Mahespati, Dewi Citrawati hanya bersedia menjadi permaisuri sang raja Harjuna Sasrabahu dengan syarat yang tak kurang gilanya. Taman di keputrennya di Magada harus dipindahkan ke Mahespati dalam semalam! (Ada versi yang menyebut taman Maerakaca, atau taman Sriwedari di kahyangan, milik Dewi Sri). Sumantri lah yang ditugaskan merealisasikan keinginan itu, siapa lagi? Meskipun menyanggupinya, Sumantri suntuk bukan main. Hal itu benar-benar di luar kemampuannya. Semalaman dia bengong di tempat yang ditunjukkan sang putri, tanpa mampu berbuat apa-apa. Daripada mundur malu, dia memutuskan bunuh diri saja!. Di saat terakhir, Sukrasana yang sudah sejak lama membayangi kakaknya menggagalkan bunuh diri itu.

Sukrasana hanya tersenyum saja mendengar penyebab Sumantri hampir bunuh diri itu. Buat dia itu gampang saja. Dia akan membantu kakaknya untuk mewujudkannya, asal kakaknya tidak lagi berusaha meninggalkannya. Sukrasana akan ikut kemana saja Sumantri pergi. Kakaknya, yang ngasal saja sebab kepepet, segera menyanggupinya.

Sumantri hanya diminta menutup mata dan memusatkan pikiran untuk membantunya. Sukrasana segera bersamadhi, memusatkan seluruh jiwaraganya untuk tujuan ini.

Kahyangan dilanda gempa dan tsunami akibat ulah Sukrasana ini. Batara Guru sebagai penguasa Kahyangan, menugaskan Batara Narada untuk mencari penyebab bencana ini.

Setelah bertemu, Narada bilang memindahkan Taman dengan cara seperti itu tidak mungkin dilakukan manusia, menyalahi kodrat!. Sukrasana mengancam, kalau tidak bisa, ya dia akan bersamadhi terus sampai bisa. Narada menyerah, karena kerusakan Kahyangan akibat samadhi Sukrasana ini sungguh tak terbayangkan.

Menjelang pagi, sang Taman si biang masalah, berhasil mulus dipindahkan.

Sumantri - Sukrasana, versi komik (sumber:wayang.wordpress.com)

(Beberapa puluh tahun lampau, saya sempat nonton Sang Maestro, Ki Narto Sabdho mementaskan lakon ini di TMII. Sequence ini sangat indah. Di tengah layar/kelir hanya tertancap wayang Sukrasana saja. Berkat perbendaharaan bahasanya yang sungguh memukau, imajinasi saya mengantar saya malam itu benar-benar turun hujan bunga yang mengiringi pemindahan taman ini. Fantastis!)

Tapi Sumantri segera punya pikiran lain. Dia merasa integritasnya berkurang kalau keberadaan Sukrasana bersamanya diketahui orang. Kemampuannya akan diragukan. Keberadaan adiknya yang buruk rupa ini sungguh dirasa mengganggunya bila berhadapan dengan para petinggi kerajaan. Oleh karena itu dia memohon Sukrasana untuk sementara menyingkir, atau kembali pulang ke Arga Sekar saja, sampai semua urusan diselesaikannya. Sukrasana jelas tidak mau pergi dan menuduh Sumantri ingkar janji. Sambil menangis dan berpegangan baju kakaknya Sukrasana bilang tidak mau ditinggalkan lagi. Sumantri jadi habis sabar  (jadi ingat sequence ini ketika ditampilkan oleh Asep Sunandar Sunarya, ketika Sukrasana menangis-nangis dipukuli kakaknya, sungguh memilukan!). Dipasangnya panah di busurnya dan dipentangnya habis, untuk mengancam dan menyuruh adiknya pergi. Apa mau karena emosi Sumantri yang berlebihan, sang panah benar-benar lepas dari busurnya. Dari jarak dekat, panah Sumantri yang kesaktiannya menyundul langit itu melibas leher adiknya. Sukrasana tewas seketika.

Sumantri yang menyesal bukan main, menubruk adiknya, tapi jasad adiknya menghilang dari pandangannya. Sebagai gantinya terdengar suara adiknya yang menyatakan tetap ingin bersamanya. Dia akan menunggu kakaknya untuk bareng-bareng ke surga, sambil memberi pratanda menyuruh kakaknya agar berhati-hati kalau berhadapan dengan seorang raja raksasa dari selatan.

Sang raja Harjuna Sasrabahu yang puas bukan main akan prestasi kerja Sumantri, memenuhi janjinya. Sumantri diangkat menjadi Patih, dengan nama baru, Patih Suwanda. Tapi Sumantri ogah menerimanya begitu saja. Kalau dia sudah diuji untuk kedudukannya itu, apa tidak perlu menguji seorang raja tentang kepantasannya menjadi pemimpin? Layakkah Sang Raja yang belum teruji untuk memerintah Patihnya yang jelas-jelas sudah teruji?

Sambil tersenyum mendengar kesombongan dan tantangan Sumantri ini, Harjuna Sasrabahu melepas semua atribut "raja"nya dan meladeni Sumantri dalam sebuah perang tanding yang setara, adil dan seru.  Karena terdesak, Sumantri kemudian mengeluarkan senjata pamungkasnya. Harjuna Sasrabahu yang merasa tidak perlu untuk melakukan sampai sejauh itu, kemudian merubah wujud (bhs Jw: tiwikrama) menjadi raksasa sebesar gunung bertangan seribu (Sasrabahu=seribu tangan). Sumantri yang merasa tidak mampu menandingi lagi, untuk pertama kali dalam hidupnya, menyerah tanpa syarat.

Patih Suwanda yang tunduk lahir bathin kepada rajanya segera saja menjadi pejabat panutan di Mahespati. Segera saja menjadi kesayangan dan kepercayaan Sang Raja.

(Di beberapa versi cerita, ada yang mengakhirinya sampai di sini. Ada juga yang melanjutkannya, terutama cerita yang mengambil judul "Harjuna Sasrabahu")

Ketika suatu kali Sang Raja pergi meninggalkan tahta untuk bertapa (yang memang sering dilakukannya), Patih Suwanda harus menghadapi invasi kerajaan Alengka dari selatan yang  ingin menaklukkan Mahespati. Patih Suwanda benernya gak merasa kalah oleh raja Alengka, Prabu Dasamuka. Tapi kemudian dilihatnya, sosok Dasamuka itu berubah jadi wujud adiknya, Sukrasana. Sang Patih merasa waktunya telah sampai, dan dia gugur dalam duel ini. Harjuna Sasrabahu yang dibangunkan dari samadhinya marah betul karena gugurnya patih kesayangannya. Dalam wujud raksasa, seorang diri dia mengobrak abrik pasukan Alengka dan menyiksa Dasamuka. Pembunuhan atas Dasamuka dicegah oleh Batara Narada. Dan selama Harjuna Sasrabahu masih hidup, keangkaramurkaan Dasamuka tidak lagi muncul, sudah kapok, pok, pok. Tapi itu tidaklah berlangsung lama.............

Esensi cerita.

Cerita ini adalah juga bagian dari "opera sabun" Ramayana yang itu. Juga cerita carangan bikinan bangsa sendiri. Dalam kisah ini diceritakan Sang Dasamuka sudah menjadi raja menggantikan kakeknya dan sudah memulai program angkara murkanya. Biasanya diberi label judul cerita "Sumantri Ngenger" (Ngenger=mengabdi), "Alap-alapan Sukrasana" (Kisah Sukrasana), "Harjuna Sasrabahu", atau yang lain.

Seperti yang terdahulu, cerita ini juga menyisipkan "pesan sponsor" pitutur (petuah) serta tuladha (contoh) dalam mengarungi hidup. Bentuknya bisa samar, tergantung proses perenungan penerimanya dan dalang yang menyampaikannya.

Ah, Anak Muda! Meskipun kalian telah sukses melewati beberapa rintangan hidup, apakah itu sudah berarti bahwa dunia sudah kalian taklukkan?. Sudah layakkah kalian untuk berpuas  diri dan bersikap Adhigang-Adhigung-Adhiguna?. Perlukah kalian menghalalkan segala cara untuk memenuhi ambisi?Ingatlah selalu, di atas langit masih ada langit................

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun