Mohon tunggu...
JAYA ERIYANTO E SIBORO
JAYA ERIYANTO E SIBORO Mohon Tunggu... -

Menulis untuk belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kasus Irman Gusman dan 'Pasal Ahok'

21 September 2016   10:50 Diperbarui: 21 September 2016   11:18 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Saya pikir secara material kasus ini buat saya sedikit lucu. Angkanya kecil sekali. Bukan kelas Pak Irman-lah," ujar Tommy di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (17/9/2016), seperti dilansir Kompas.com edisi Senin, 19/9/2016 (Baca Nilai Suap Kasus Irman Gusman Rp 100 Juta Dipermasalahkan, Ini Komentar KPK)

Tommy Singh adalah pengacara Irman Gusman, mantan ketua DPD, yang dicokok KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT), baru-baru ini. Bagi saya, yang lucu justru komentar pengacara ini. Tentulah para jurnalis akan mececarnya lebih jauh dengan pertanyaan yang lain. Kalau Rp 100 juta bukan kelas Pak Irman, jadi berapa duit rupanya sehingga masuk "kelas" Pak Irman sehingga Pak Imran pantas ditangkap KPK?  Atau jangan-jangan selama ini nilainya di atas Rp 100 juta?

Tanggapan KPK atas statemen pengacara Irman itu sudah pas. Saya yakin itu juga logika sehat yang ada di benak rakyat Indonesia yang muak dengan ulah korupsi pejabat negara. Walau memang kita harus mengedepankan azas praduga tak bersalah, tetap saja upaya pembelaan seperti siap menjamin Imran yang dilakukan sejumlah anggota DPD, atau pernyataan elite lain yang mempersoalkan nilai uang Rp 100 juta itu, menunjukkan betapa lemahnya komitmen mereka mendukung upaya dan gerakan pemberantasan korupsi di negeri ini.

Para maling tampaknya tengah menyusun skenario, baik bersama-sama maupun secara acak, agar siapa pun, lembaga mana pun, yang mau menggerus praktik-praktik korupsi. Apa indikasinya? Lah, itu tadi. Sadar atau tidak sadar, mereka menggiring opini seolah-seolah KPK tidak bekerja dengan optimal, hanya mengurus yang kecil-kecil. Yang paling kentara adalah soal upaya merevisi UU tentang KPK. 

Pembuktian Harta Terbalik

Selain lembaga KPK, pejabat bermental maling pun kini tengah berupaya menjegal Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok agar tak bisa memenangkan lagi Pilkada DKI 2017. Siapa mereka? Dalam pandangan saya adalah mereka yang tak bisa menawarkan program kerja nyata dalam membangun Jakarta lebih baik. Tapi justru melempar isu-isu murahan yang tak ada kaitannya langsung dengan kinerja Ahok membangun Jakarta.

Saya lebih mengapresiasi penolakan lembaga-lembaga NGO soal reklamasi karena basis argumennya jelas. Tapi ketika gerakan NGO ini juga ditumpangi agenda politik hanya untuk menolak Ahok, persoalannya lain lagi.  Atau upaya-upaya membuktikan Ahok melakukan korupsi dengan berbagai pengaduan atau laporan secara resmi kepada penegak hukum. Itu lebih terhormat dan elegan.

Dalam berbagai kesempatan, Ahok kerap mengangkat tema pemberantasan korupsi pejabat publik atau calon pejabat publik dengan melakukan pembuktian harta terbalik. Saking getolnya, Ahok mengaku dicopot dari Komisi II DPR ketika masih duduk di Gedung Senayan dalam masa jabatannya sebagai Anggota DPR RI (2009-2012). Soal pembuktian harta terbalik ini sampai disebut sebagai 'pasal Ahok'.

Sayangnya, tema ini belum banyak disambut oleh elit. Terkesan cuma Ahok atau hanya segelintir aktivis anti-rasuah saja yang mau. Bahkan media kita tak banyak yang menggiring isu ini agar mendapat perhatian dan dukungan massif publik. Bila sempat ada kabar Komisi II DPR akan memasukkan 'pasal Ahok' itu ke UU Pilkada, nyatanya belum ada kejelasan sampai kini kan?

Sebagai penikmat ulasan politik, saya awam soal ulasan hukum. Dalam kasus Irman Gusman, saya cuma berani berandai-andai begini: bagaimana menguji bahwa mantan ketua DPD RI itu bukan pelaku korupsi sebelum ditangkap KPK. Sebab, mengulang pernyataan pengacara Jimmy Singh, bukan kelas Irman Gusman lah Rp 100 juta itu. Hasil yang saya harapkan adalah: upaya KPK sampai pada pembuktikan bahwa Irman hanya tersangkut satu perkara ini saja. Selama memegang jabatan senator, dia memang bukan pelaku praktik-praktik korupsi. Dengan 'pasal Ahok', Imran bisa membuktikan asal usul hartanya kepada publik. Begitu kira-kira...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun