URUSANÂ administasi kependudukan kita agaknya memang belum terkelola dengan baik. Buktinya, masih ada warga yang identitas kependudukannya ganda atau lebih dari satu, misalnya Nomor Induk Kependudukan (NIK) ganda atau Nomor Kartu Keluarga (NKK) ganda. Kebijakan E-KTP diharapkan bisa mengatasi persoalan kegandaan ini.
Saya kira, lembaga yang kini sangat berkepentingan terhadap data penduduk adalah Komisi Pemilihan Umum atau KPU. Sebagai lembaga penyelenggara pemilu, KPU berkepentingan menghasilkan data pemilih yang berkualitas, yakni lengkap atau didukung dengan NIK, NKK, alamat lengkap, nama lengkap atau nama sebenarnya.
Sebaliknya, data pemilih yang tidak lengkap atau biasa disebut invalid atau tidak standar, menjadi beban lembaga karena terkesan tahapan pemutakhiran data tak dilaksanakan dengan baik. Apalagi KPU sudah membangun sistem pemutakhiran data yang disebut dengan SIDALIH atau Sistem Informasi Data Pemilih.
Aplikasi online ini mulai dipakai pada Pileg 2014, lalu berlanjut ke Pilpres 2014 dan kini juga digunakan untuk menghasilkan daftar pemilih pemilihan kepala daerah serentak (Pilkada 2015 dan 2017 nanti). Selain mempercepat petugas dalam menyusun data pemilih, aplikasi ini juga membantu KPU/KIP/KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dalam menyaring pemilih yang terdata atau terdaftar lebih dari satu kali.
Namun, sejak 2014 hingga 2015, urusan data pemilih yang invalid masih tak kunjung tuntas. Pengalaman saya mengolah data pemilih, beberapa temuan terkait data pemilih ini di antaranya adalah: tak ada NIK; tak ada NKK; ada NIK tak ada NKK; punya NKK tapi tak ada NIK; atau ditemukan NIK serupa dengan warga lain (NIK ganda). Kegandaan identitas bisa dalam satu wilayah (desa, kecamatan, kabupaten atau provinsi), bisa juga di provinsi lain.
Dalam proses pendataan dan pemutakhiran, petugas di lapangan (PPDP) sudah meminta data lengkap calon pemilih. Namun data yang dilaporkan masih mencakup pemilih yang tak lengkap identitasnya, terutama NIK dan NKK. Alasan yang paling banyak dikemukakan soal ketidak-lengkapan itu adalah warga yang tak punya atau belum punya KTP/E-KTP dan atau KK.
Maka warga yang tak punya kelengkapan identitas itu tetap dapat didaftar sebagai calon pemilih setelah pihak pemerintahan desa atau kelurahan setempat mengeluarkan surat keterangan domisili. Petugas juga bisa mendaftarkan warga yang hanya punya paspor atau identitas lain yang dikeluarkan lembaga berwenang.
Meski ruang bagi warga yang tak lengkap identitas kependudukannya itu tetap diberikan dalam daftar pemilih, mulai DPS (daftar pemilih sementara), DPT (daftar pemilih tetap) atau DPTb (daftar pemilih tetap tambahan), namun memastikan data pemilih itu tidak ganda tetap dilakukan. Hasil minimalnya adalah mengidentifikasi potensi kegandaannya.
Karena itu, kebijakan pemerintah melalui Kemendagri memberi tenggat pengurusan E-KTP sampai akhir bulan ini patut didukung semua pihak agar ke depan tak ada lagi orang atau penduduk yang punya lebih dari satu KTP. Dalam urusan kepemiluan, target ini tentu akan ikut mendorong hadirnya data pemilih yang berkualitas: data yang lengkap identitas kependudukannya dan tidak ganda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H