Mohon tunggu...
Jayadi Umsohi
Jayadi Umsohi Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

S1 Management Informatika S1 Psikologi Industri Organisasi S2 Management SDM

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Seberapa Bersih Perjalanan Politik Kita

6 September 2023   10:36 Diperbarui: 6 September 2023   10:41 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http: www.pinterest.com

Seberapa bersih dan kotornya politik Indonesia tergantung pada seberapa pandai kita belajar dari kakek nenek moyang kita dahulu. Apa saja yang baik dan membuang dari masa lalu apa saja yang buruk.

Kita bisa saja belajar dari Hayam Wuruk bahwa politik tidak hanya politik rebutan kuasa namun juga pemberdayaan kebudayaan seluas-luasnya mengingat seorang Hayam Wuruk sendiri adalah seorang pemain sandiwara.


Kemudian sejarah tentang penghianatan Ken Arok terhadap Raja Tunggul Ametung. Karena syahwat begitu besar ingin berkuasa dan ingin menjadi raja, seorang Ken Arok yang sudah sangat dipercaya akhirnya tega berkhianat dan membunuh raja Tunggul Ametung lewat keris Mpu Gandring.

Begitu juga setelah era kemerdekaan, penghianatan, pemberontakan, kekerasan selalu mewarnai perpolitikan dan perjalanan sejarah bangsa Indonesia.
Tertulis jelas dalam sejarah bangsa aneka pemberontakan dan penghianatan tersebut, seperti pemberontakan Muso 1948 di Madiun, pemberontakan DI TII di Jawa barat. Atau kisah pemberontakan dan penghianatan yang sangat legendaris, yaitu pemberontakan PKI 30 September 1965.

Di dunia ini tidak ada yang namanya politik sehat dan transparan. Sebenarnya yang kotor itu bukan politiknya, tapi politisinya. Perbuataan ini adalah natural, yang namanya manusia pasti untuk berbuat curang, berbohong, dan main kotor demi kepentingan pribadi.

Dari jaman dahulu, sebelum manusia Homo Sapiens tercipta atau manusia purba, sudah sering bermain kotor demi kekuasaan dan kepentingan kelompoknya, di antara lain seperti pencurian makanan, berebut pasangan, pembantain kelompok, dan sebagainya.

Tapi kan sekarang kita hidup di era modern, kita tidak perlu menggunakan fisik seperti manusia purba untuk memenuhi kepentingan pribadi. Sama halnya politisi, mereka cenderung bermain kotor untuk kekuasaan. Dan ingat, politisi adalah manusia, seperti yang saya bilang di atas, ini adalah sifat natural manusia untuk berbuat seperti itu.
Boro-boro politisi, masyarakat biasa atau sipil juga sering banget main kotor:
Tapi, jaman dahulu sama jaman sekarang berbeda, karena di era modern ini ada yang namanya adab dan moral. Kalau jaman dahulu tidak ada yang namanya adab dan moral, jadi mereka bisa melakukan apa yang mereka mau seperti hewan.

Tentu saya tidak mendukung hal-hal tersebut, politisi maupun masyarakat biasa. Walaupun yang saya sebut di awal tadi, perbuatan kotor adalah natural, tapi kita tidak hidup di jaman purba lagi. Di sini ada hukum, aturan dan etika yang harus di taati bersama.

Menjawab pertanyaan seberapa bersih atau kotornya politik di Indonesia, memerlukan beberapa kriteria dalam menentukan suatu penilaian dan membandingkannya dengan negara yang sama (hampir sama) dengan Indonesia.

Sebagai panduan awal, mungkin bisa diklasifikasikan beberapa hal dalam menentukan penilaian kondisi tersebut, seperti:

Apakah seseorang yang akan berkarir di politik harus membutuhkan biaya secara pribadi, atau tidak? disini juga akan dibandingkan dengan besarnya biaya yang dikeluarkan dengan penghasilan (secara sah/legal) yang didapat secara pribadi.
Apakah ada kaitannya dengan para sponsor (bila tidak mengeluarkan secara pribadi), apabila nanti terpilih dan dilantik dalam bentuk fasilitas, pemberian proyek pemerintah, atau lainnya.
Apakah di dalam pemilihan umum yang dilakukan, penyelenggara terbebas dari benturan kepentingan (bersikap Independen) untuk memenangkan calon tertentu. Dan hal ini harus dibuktikan seberapa banyak pelanggaran yang dilakukan seperti apakah ada manipulasi data pemilih, penggelembungan/penggembosan jumlah suara pemilih dll.
Masih banyak lagi kasus lainnya.
Selama faktor2 yg disebut diatas (adalah contoh) dan masih banyak lagi, belum bisa dijawab maka Penilaian seberapa Bersih atau kotornya politik di Indonesia masih belum bisa disebutkan, karena tidak atau belum adanya suatu tolak ukur yang disetujui baik oleh masyarakat, peserta, Penyelenggara dan Pengawas serta Mahkamah Konstitusi.

Walaupun banyak isue yang terjadi sebagaimana kita saksikan, walaupun berbagai bukti pelanggaran sudah diposting di banyak sosial media, tetapi Institusi Penyelenggara dan Rezim Pemerintahan yang masih berjalan, tidak memberikan suatu justifikasi dan menerapkan hukuman karena adanya pelanggaran, maka masih tetap belum bisa dikatakan Seberapa bersih Politik di Indonesia, sehingga saat ini hanya berteriak untuk menegakkan keadilan, kejujuran, penegakkan hukum. Walau hanya dianggap sebagai Kicauan burung yang berlalu. Namun tetap saja kita harus terus berteriak sekeras mungkin untuk mengikis dan mengurangi segala bentuk kekotoran, penghianatan, kekerasan, ketidak-adilan yang terjadi sebagai wujud manifestasi keperdulian kita terhadap tatanan demokrasi di negara yang kita cintai bersama.

Penulis / JU

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun