Mohon tunggu...
Dani -
Dani - Mohon Tunggu... profesional -

mencari keindonesiaan, menggali kemanusiaan.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Pembangunan Dari Desa, Oleh Desa, Untuk Desa & Indonesia!

1 Desember 2014   03:39 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:24 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1417354549399503509

Bab ke-3 secara khusus membahas tentang GERDEMA di Malinau. Ada tiga hal pokok dalam GERDEMA: gerakan berasal dari rakyat, dilakukan oleh rakyat dan menghasilkan manfaat untuk masyarakat desa (h. 54-55); dan ini menjadikan desa sebagai titik utama pembangunan (focus dan locus) (h. 56-57). Ini juga berarti peran masyarakat desa dan lembaga desa (kepala desa dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)-nya, BPD, LPMD, PKK, Karang Taruna, LSM, Lembaga Adat, dan institusi lainnya) semakin besar, dan peran pemerintah kabupaten lebih pada fasilitator dan dinamisator. Kenyataannya, “Pemkab Malinau telah melimpahkan 31 kewenangan kepada setiap kecamatan dan menyerahkan 33 urusan kepada pemerintahan desa” (h. 75). Namun, penulis mengingatkan bahwa otonomi dalam GERDEMA ini memiliki kunci pada kepemimpinan (bab IV). Kepemimpinan inilah yang juga menentukan bagaimana lembaga desa dan hubungan antara lembaga desa berjalan (bab V). Lebih jauh, mekanisme dan keberhasilan GERDEMA dibahas cukup panjang lebar di bab VI, termasuk indikator keberhasilan, nilai capaian, mekanisme perencanaan, keuangan dan pelaksanaannya. Di bab VI, perbandingan antara sebelum dan sesudah GERDEMA dilaksanakan disajikan secara cukup rinci, termasuk tabel kondisi masyarakat dan desa (h.165-169).

Dari sisi penyajian, buku ini cukup baik, dan mudah dimengerti oleh khalayak umum di Indonesia. Penekanan-penekanan pesan utama dalam kotak khusus ataupun cetak tebal sangat membantu pembaca memahami maksud penulis. Pembahasan tema dan subtema yang bergerak dari umum ke khusus juga cukup terstruktur, mampu membawa pembaca mengerti dengan lebih jelas alur pikir penulis. Penggambaran konsep dan data dalam baik dalam bentuk diagram, tabel maupun foto juga sangat tepat. Hanya saja, data-data yang lebih relevan sebaiknya disajikan pula, terutama karena belum banyak orang yang mengenal atau bahkan mendengar tentang daerah ini. Misalnya, data demografis Kabupaten Malinau, indeks kemiskinan dengan data-data penunjang lainnya yang lebih detil, dan indeks pembangunan manusia. Walaupun kecil, contoh-contoh kasus tantangan yang dihadapi sehari-hari dan keberhasilan masyarakat desa dan aparat desa dalam melaksanakan GERDEMA, dapat disisipkan di bagian-bagian yang terkait. Gabungan data kuantitatif dan kualitatif, seperti hasil wawancara, justru akan semakin melukiskan GERDEMA dengan lebih hidup dan mantab. Apalagi pusat utama gerakan ini sendiri adalah masyarakat desa. Memang di bagian testimoni, kutipan dari beberapa perangkat desa telah ada. Tetapi, kutipan-kutipan ini belum mampu menggambarkan dinamika GERDEMA dengan jelas. Lebih dari itu, memberikan kekurangan atau hal-hal yang masih perlu diperbaiki di masa depan akan semakin menunjukkan 'kesempurnaan' buku ini, karena memberikan ruang lebih bagi pembaca untuk turut berpikir lebih aktif dan kemungkinan berkontribusi lebih jauh.

Bahasa yang digunakan buku ini juga cukup renyah, tidak terlalu akademis dan tidak terjebak menjadi informal. Tetapi, walaupun sudah cukup umum dan beberapa diberi padanannya dalam bahasa Indonesia, istilah bahasa Inggris, contohnya input, monitoring, skill, competency, harus lebih dibatasi penggunaannya. Selain masih ada beberapa pihak yang belum terbiasa dan memahami kata-kata tersebut, tujuan yang terutama adalah untuk lebih mengembangkan penggunaan bahasa Indonesia khususnya di kalangan terdidik. Kekurangan lainnya adalah sampul dan judul buku kurang sepenuhnya menarik dan tepat. Proses perubahan kupu-kupu yang menjadi ilustrasi sampul, lebih dekat dengan istilah “transformasi” daripada “revolusi.” Walau di dalam buku sudah dijelaskan tentang makna "revolusi" di sini, namun secara umum GERDEMA lebih tepat disebut "transformasi," dimana efektivitas perubahan lebih diutamakan daripada perubahan besar yang terjadi dalam waktu yang singkat. Selain itu, ilustrasi sampul buku yang mengesankan “kelembutan,” “kedamaian,” akan lebih pas bila diganti dengan foto yang diambil di suatu desa di Kabupaten Malinau sendiri, dengan dominasi warna hijau sebagai penggambaran Malinau dengan sumber daya pertanian dan kehutanannya yang melimpah.

Di luar itu, buku ini memiliki banyak kelebihan. Satu diantaranya adalah buku ini ditulis oleh seorang birokrat, putra daerah, yang meniti karir dari bawah, mulai sekolah di Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) Samarinda, staf gubenur, Camat di beberapa kecamatan, Kepala Badan Kepegawaian, Sekretaris Daerah hingga seorang Bupati. Apalagi semuanya itu dijalani di Kabupaten Malinau yang memberi kredibilitas penuh bahwa penulis sangat memahami apa yang terjadi di daerahnya. Di luar itu, tidaklah banyak seorang aparatur negara yang masih aktif menuliskan refleksi dan mencetuskan pemikirannya tentang pekerjaan yang digelutinya sehari-hari dengan cara yang komprehensif.

Selain itu, tak hanya berbicara soal proses pembangunan, namun pembangunan di suatu daerah terdepan Indonesia, buku ini sangatlah terpercaya. Proses uji akademis yang telah dilalui dengan hasil disertasi penulis yang juga mengangkat hal yang sama, menambah kekuatan kredibilitas itu. Kata pengantar oleh Prof. Sadu Wasistiono, guru besar Sistem Pemerintahan dan Otonomi Daerah Institut Ilmu Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) dan prolog oleh Prof. Soesilo Zauhar, Ketua Program Studi Program Doktor Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya, menggambarkan dengan gamblang tentang hal ini. Kesaksian yang diberikan oleh perangkat desa, aparatur negara dan pemangku kepentingan lainnya semakin memperkuat pentingnya buku ini. Lebih jauh, secara praktik, gagasan GERDEMA juga telah terbukti. Penghargaan Innovative Government Award tahun 2013 dari Kementrian Dalam Negeri setidaknya membuktikan hal ini, di samping dampak positif yang telah dirasakan masyarakat setempat.

Kelebihan lainnya adalah buku ini adalah suatu sumbangsih yang sangat penting, di tengah-tengah perdebatan atas evaluasi satu dekade otonomi daerah berlangsung dengan hangatnya. Terlepas dari dinamika politik yang ada, hubungan antara pemerintah pusat dan daerah sedang disorot. Program Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3I), UU No 6/2014 tentang Desa dan UU No 23/2014 tentang Pemerintah Daerah adalah sebagian contohnya. Lebih jauh, buku ini juga memberi sepercik respon untuk globalisasi dengan proses urbanisme, industrialisasi dan kapitalisme-nya yang seringkali dituding merugikan masyarakat lokal atau desa. Respon ini seperti halnya Saemul Undong di Korea dan participatory democracy yang terkenal di Brasil. Meskipun hal ini menunjukkan GERDEMA bukanlah hal yang benar-benar baru, namun hal ini juga menjelaskan potensi kontribusi konsep dan praktek ini untuk masyarakat yang lebih luas ke depannya sebagai sebuah kebijaksanaan lokal dari Indonesia.

Jelas, buku ini hendak menggugat demokrasi dan pembangunan, khususnya yang terjadi di Kabupaten Malinau dan Indonesia. Segala konsep yang dipadu dengan praktek membuktikan sekaligus mengingatkan bahwa sesungguhnya masyarakatlah inti dan pusat dari demokrasi dan pembangunan itu, seperti semboyan buku ini, “Saatnya dalam Pembangunan Percaya Sepenuhnya kepada Rakyat.” Dan, desa adalah basis masyarakat yang utama di Malinau dan Indonesia, Oleh karena itu, buku ini wajib dibaca oleh para kepala desa dan aparat lembaga desa, aparatur negara, penggiat pembangunan dan demokrasi lokal, dan siapapun yang tertarik untuk bersumbangsih lebih lanjut pada pembangunan dan demokrasi di negara ini. Ketika inspirasi dari buku ini mampu dibawa ke desa-desa, daerah-daerah lain di seluruh Indonesia, maka suatu negara “yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur” niscaya bukanlah sekedar impian. Dari desa, oleh desa, dan untuk desa dan Indonesia! Selamat membaca!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun