Di sebuah kota kecil yang dikelilingi oleh pegunungan, hiduplah seorang pemuda bernama Arif. Sejak kecil, Arif memiliki impian besar untuk menjadi seorang dokter. Ia adalah seorang siswa yang cerdas dan rajin. Setiap malam, ia belajar dengan tekun, mempersiapkan dirinya untuk ujian masuk sekolah kedokteran yang terkenal di ibukota.
Arif adalah anak tunggal dari keluarga sederhana. Ayahnya bekerja sebagai petani, sementara ibunya adalah penjahit. Meski hidup sederhana, orang tua Arif selalu mendukung impiannya. Mereka bekerja keras untuk memastikan Arif mendapatkan pendidikan terbaik.
Hari demi hari, Arif belajar tanpa henti. Ketika ujian masuk sekolah kedokteran semakin dekat, ia semakin meningkatkan usahanya. Namun, di balik usahanya yang keras, Arif sering merasa cemas dan tertekan. Bagaimana jika ia tidak berhasil? Bagaimana jika semua usahanya sia-sia?
Ketika hari ujian tiba, Arif merasa gugup, tetapi ia berusaha tenang. Ia mengerjakan setiap soal dengan hati-hati dan berharap yang terbaik. Setelah ujian selesai, Arif hanya bisa menunggu dengan penuh harapan dan doa.
Beberapa minggu kemudian, hasil ujian diumumkan. Dengan hati yang berdebar, Arif membuka surat pemberitahuan. Namun, hatinya hancur ketika melihat bahwa ia tidak lulus. Segala usahanya, semua malam tanpa tidur, semua pengorbanan orang tuanya, terasa sia-sia.
Arif merasa putus asa. Ia merasa telah mengecewakan semua orang, terutama orang tuanya. Ia merasa gagal. Dengan hati yang berat, ia pergi ke bukit kecil di dekat rumahnya, tempat ia sering merenung. Di sana, ia bertemu dengan Pak Budi, seorang petani tua yang bijaksana dan tetangga baik keluarganya.
Pak Budi melihat raut kesedihan di wajah Arif dan mendekatinya. "Ada apa, Arif? Kenapa kamu terlihat begitu sedih?"
Arif menceritakan semuanya kepada Pak Budi, tentang impiannya menjadi dokter, tentang kegagalannya dalam ujian, dan tentang rasa putus asa yang kini menyelimutinya.
Pak Budi mendengarkan dengan penuh perhatian, kemudian berkata, "Arif, rencanamu memang baik, tetapi ingatlah bahwa rencanamu bukanlah kuasamu. Kadang-kadang, hidup memiliki rencana lain yang lebih baik untuk kita, meski kita tidak bisa melihatnya sekarang."
Arif terdiam, mencerna kata-kata Pak Budi. "Tapi apa yang harus saya lakukan sekarang, Pak? Semua yang telah saya lakukan terasa sia-sia."
Pak Budi tersenyum bijak. "Tidak ada yang sia-sia, Arif. Semua usaha dan pembelajaranmu telah membentuk dirimu menjadi pribadi yang kuat dan tangguh. Kadang-kadang, kita hanya perlu sedikit waktu dan kesabaran untuk melihat ke mana jalan hidup membawa kita."
Mendengar itu, Arif merasa sedikit tenang. Ia tahu bahwa hidup tidak selalu berjalan sesuai rencana, tetapi ia tidak boleh menyerah. Dengan dukungan orang tuanya dan nasihat bijak dari Pak Budi, Arif memutuskan untuk mencoba hal lain yang selalu ia minati---menjadi seorang guru.
Arif mendaftar ke universitas setempat dan mengambil jurusan pendidikan. Ia belajar dengan tekun, sama seperti saat ia mempersiapkan ujian kedokteran. Kali ini, ia menemukan kebahagiaan dalam mengajar dan membantu orang lain belajar. Ia menemukan bahwa menjadi guru adalah panggilan yang sebenarnya untuknya.
Beberapa tahun kemudian, Arif menjadi seorang guru yang dihormati di kotanya. Ia tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan, tetapi juga memberikan inspirasi dan motivasi kepada murid-muridnya. Ia sering menceritakan kisah kegagalannya dan bagaimana ia bangkit kembali, mengajarkan bahwa kegagalan bukanlah akhir, tetapi awal dari sesuatu yang baru.
Arif menyadari bahwa meskipun rencananya untuk menjadi dokter tidak terwujud, ia telah menemukan jalan lain yang sama mulianya. Ia belajar bahwa hidup memiliki cara sendiri untuk membawa kita ke tempat yang tepat, meskipun jalannya tidak selalu sesuai dengan yang kita rencanakan.
Dengan penuh rasa syukur, Arif menjalani hidupnya sebagai guru, membantu membentuk masa depan generasi muda. Ia menyadari bahwa rencananya bukanlah kuasanya, tetapi tekad, kerja keras, dan kesediaan untuk menerima perubahanlah yang membawanya ke tempat yang seharusnya.
Dan di setiap langkahnya, Arif selalu mengingat nasihat bijak Pak Budi: "Rencanamu bukanlah kuasamu." Itu adalah pelajaran berharga yang ia bawa sepanjang hidupnya, mengingatkannya untuk tetap kuat dan percaya bahwa setiap perjalanan, betapapun sulitnya, memiliki tujuan yang indah pada akhirnya.
Semoga terhibur dan terinspirasi, jangan lupa tonton dan dengarkan videonya ya! Bonus untuk malam ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H