Di sebuah desa terpencil yang dikelilingi oleh hutan lebat, terdapat sebuah legenda yang mencekam tentang seorang pembuat topeng misterius. Topeng-topeng buatannya dikenal sangat indah, namun konon menyimpan kutukan yang mengerikan. Setiap tahun, saat festival panen tiba, desa itu menggelar pesta topeng yang dihadiri oleh penduduk dari segala penjuru. Namun, tidak ada yang berani menyebutkan nama sang pembuat topeng, seakan-akan menyebutnya akan membangkitkan sesuatu yang menyeramkan.
Suatu malam, ketika bulan purnama bersinar terang, seorang pemuda bernama Andi, yang baru pindah ke desa itu, mendengar cerita tentang topeng-topeng tersebut. Penasaran, Andi memutuskan untuk mengunjungi toko topeng tua yang terletak di pinggir desa. Toko itu sudah lama ditutup, tetapi Andi merasa ada sesuatu yang memanggilnya.
Dengan senter di tangan, Andi menyusuri jalan setapak yang gelap menuju toko topeng. Bangunan itu tampak angker dengan jendela-jendela yang pecah dan pintu kayu yang berderit. Namun, rasa penasaran Andi mengalahkan ketakutannya. Ia mendorong pintu yang berat dan masuk ke dalam.
Di dalam, ruangan itu penuh dengan debu dan sarang laba-laba. Di sepanjang dinding, tergantung berbagai topeng yang tampak hidup dalam cahaya remang-remang senter Andi. Ada yang tersenyum lebar, ada yang menangis, dan ada yang tampak marah. Namun, satu topeng menarik perhatiannya lebih dari yang lain---topeng dengan senyuman yang tampak sangat nyata.
Andi mendekati topeng itu dan mengangkatnya. Saat ia menatap topeng tersebut, ia merasakan hawa dingin yang menjalar ke seluruh tubuhnya. Tanpa ia sadari, tangan kirinya menyentuh wajahnya sendiri, merasakan tekstur halus topeng yang anehnya terasa hangat.
Malam itu, Andi membawa topeng itu pulang. Ia menggantungnya di dinding kamarnya, merasa ada sesuatu yang memikat dari senyuman topeng itu. Namun, saat malam semakin larut, Andi merasakan keanehan. Di tengah tidurnya yang gelisah, ia mendengar bisikan lembut, seperti seseorang sedang berbicara di telinganya.
"Andi... andi..." suara itu memanggil, menggetarkan jiwa Andi. Ia terbangun dengan keringat dingin membasahi dahinya. Matanya menatap ke arah topeng di dinding, dan ia merasa senyum topeng itu semakin lebar dan menakutkan.
Hari-hari berikutnya, Andi mulai mengalami mimpi buruk. Dalam mimpinya, ia melihat diri sendiri mengenakan topeng itu, tertawa terbahak-bahak di tengah kerumunan orang yang tidak memiliki wajah. Setiap kali ia terbangun, ia merasa semakin sulit membedakan antara mimpi dan kenyataan.
Desa mulai merasakan perubahan pada Andi. Ia menjadi pendiam dan sering terlihat berbicara sendiri. Wajahnya yang dulu ceria kini selalu dihiasi dengan senyum yang aneh, seperti topeng yang menggantung di dinding kamarnya. Penduduk desa mulai menjauh darinya, takut dengan apa yang mungkin telah terjadi padanya.
Suatu malam, puncak dari festival panen tiba. Desa itu dipenuhi oleh penduduk yang memakai topeng, merayakan dengan tari-tarian dan musik. Namun, ketika Andi muncul dengan topeng senyum itu di wajahnya, suasana berubah menjadi mencekam. Mata topeng itu tampak kosong namun penuh dengan kengerian.
Saat pesta semakin meriah, Andi tiba-tiba mulai tertawa keras. Tawa itu tidak berhenti, bahkan semakin keras dan menyeramkan. Penduduk desa yang tadinya bersenang-senang mulai mundur ketakutan. Dari balik topeng, terdengar suara yang bukan milik Andi.