Mohon tunggu...
Penulis Senja
Penulis Senja Mohon Tunggu... Guru - Guru Honorer

Selamat Datang di Konten Blog saya, semoga dapat menghibur dan menginspirasi kalian semua. Silahkan tinggalkan jejak di kolom komentar untuk request cerpen, puisi, artikel atau yang lainnya. Terima kasih.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Kawan Pembawa Perubahan [3]

16 Mei 2024   13:31 Diperbarui: 16 Mei 2024   13:43 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelum Mia sempat menyelesaikan kata-katanya, dering bel terpotong oleh suara gaduh dari luar ruangan. Semua murid di kelas terdiam, menoleh ke arah jendela yang menghadap ke lapangan sekolah, tempat kerumunan murid tampak berkumpul.

Leo: (mengajak Mia) "Ayo, kita lihat apa yang terjadi."

Mereka berdua keluar kelas dan berjalan cepat menuju kerumunan itu, menyusup di antara murid-murid lain yang juga penasaran. Ternyata, pusat perhatian adalah pertunjukan mendadak dari tim cheerleader yang biasanya tidak berlatih di jam sekolah.

Mia: (terkejut) "Ini nggak biasa, mereka biasanya latihan setelah sekolah."

Leo: "Mungkin ada sesuatu yang spesial hari ini, atau mungkin hanya trik baru yang mereka ingin coba di hadapan banyak orang."

Mia mengangguk, masih dengan wajah bingung. Sementara mereka menonton, Bima mendekat dan bergabung dengan mereka.

Bima: (berbisik) "Kalian tahu nggak? Aku dengar ini bukan cuma latihan. Ada skaut dari klub olahraga besar yang datang hari ini untuk melihat bakat baru."

Mia: (mengalihkan pandangan) "Oh, itu menjelaskan banyak hal."

Setelah beberapa menit, keramaian mulai mereda, dan Leo menarik Mia ke samping.

Leo: "Mia, tentang tadi, apa kamu mendengar sesuatu yang membuatmu tidak nyaman tentang aku?"

Mia menghela napas, memandang Leo dengan pandangan serius.

Mia: "Aku mendengar bahwa kamu anak dari pemilik sekolah di kota sebelah. Itu membuatku sedikit... khawatir. Aku tidak tahu apa motivasimu di sini."

Leo tampak sedikit terkejut, tapi kemudian dia mengangguk dengan pengertian.

Leo: "Aku paham. Tapi aku jamin, aku di sini untuk belajar, sama seperti kamu. Ayahku memang memiliki sekolah itu, tapi aku ingin membuat jalanku sendiri. Bukan berarti aku di sini untuk sesuatu yang lain."

Mia memandangi Leo, mencoba membaca kejujuran di wajahnya. Setelah sesaat, dia tersenyum lembut.

Mia: "Terima kasih sudah jujur, Leo. Aku hargai itu. Dan aku minta maaf kalau terkesan curiga."

Leo: "Tidak masalah, Mia. Aku senang kita bisa bicara terbuka seperti ini."

Kutipan menarik:

"Kadang kala, kejujuran adalah jembatan yang membawa kita melintasi sungai keraguan."

Saat mereka kembali ke kelas, Mia merasa lebih ringan. Ada perasaan lega karena sudah menyelesaikan kesalahpahaman dengan Leo, dan juga rasa penasaran tentang bagaimana proyek kelompok mereka akan berlangsung. Leo, di sisi lain, merasa bersyukur telah diterima oleh Mia dan berharap ini adalah awal dari persahabatan yang baik---mungkin bahkan lebih.

Keesokan harinya, saat Mia dan Leo mulai bekerja pada proyek mereka, sebuah kejadian tak terduga di sekolah membawa mereka ke sebuah petualangan yang tidak hanya akan menguji kekuatan proyek mereka, tetapi juga kedalaman hubungan baru yang sedang mereka bina.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun