Air mata ini, jernih bagai kristal, Â
Merembes pelan di sudut mataku, Â
Titisan hujan dari langit hati yang kelam, Â
Setiap tetes, saksi bisu cerita yang tak terkatakan.
Mengalirnya air mata ini, tak hanya dari kesedihan, Â
Namun juga dari kelembutan cinta yang mendalam, Â
Cinta yang terkadang begitu kuat, hingga terasa menyakitkan, Â
Cinta yang membuat hati ini terasa penuh, namun sekaligus rapuh.
Dalam setiap tetes air mata ini, terkandung harapan, Â
Harapan akan hadirnya pelangi setelah badai berlalu, Â
Harapan cinta yang tulus akan menemukan jalan kembali, Â
Di antara kerikil tajam dan duri yang menyakitkan.
Air mata ini, juga adalah doa, Â
Doa yang mengalir dari mata ke Bumi, Â
Memohon pada alam semesta, agar cinta ini abadi, Â
Memohon pada takdir, agar kebersamaan ini tak hanya sementara.
Namun, terkadang air mata ini juga adalah pelepasan, Â
Pelepasan dari beban cinta yang tak terbalas, Â
Dari perasaan yang terpendam, dari kata yang tak terucap, Â
Dari hati yang perlu belajar untuk melepaskan.
Oh, air mata cinta, kau bukan tanda kelemahan, Â
Tetapi perwujudan dari kekuatan hati, Â
Yang terus mencintai, walaupun terkadang terluka, Â
Kau adalah bukti, bahwa mencintai adalah berani merasakan sepenuhnya.
Di dalam air mata cinta, terdapat keindahan yang pahit, Â
Seperti mutiara yang tercipta dari sebiji pasir yang mengganggu, Â
Menciptakan keindahan dalam rasa sakit, Â
Mengajarkan bahwa bahkan dalam kesedihan, ada cinta yang tumbuh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H