Mohon tunggu...
Penulis Senja
Penulis Senja Mohon Tunggu... Guru - Guru Honorer

Selamat Datang di Konten Blog saya, semoga dapat menghibur dan menginspirasi kalian semua. Silahkan tinggalkan jejak di kolom komentar untuk request cerpen, puisi, artikel atau yang lainnya. Terima kasih.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Brewing Tensions [5]

19 April 2024   09:53 Diperbarui: 19 April 2024   10:00 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

Pagi itu di "Brew Classic," Ava menerapkan sentuhan terakhir pada seminar kopi yang telah dijadwalkan. Ruangan penuh sesak dengan penduduk lokal dan turis yang ingin mempelajari lebih dalam tentang seni kopi tradisional. Ava, dengan keahliannya, membimbing peserta melalui proses seleksi biji, roasting, dan penyeduhan, setiap langkah disajikan tidak hanya sebagai tutorial tetapi sebagai narasi tentang warisan dan keberlanjutan.

Sementara itu, di "Modern Grind," Leo dan Mia menyaksikan dengan bangga saat kru video mengedit rekaman dari hari sebelumnya. Layar dipenuhi dengan gambar-gambar Leo mengoperasikan mesin espresso sambil menjelaskan teknologi di balik setiap tetes kopi yang dihasilkan. Mereka berdua merencanakan untuk menayangkan video dokumenter ini di layar besar yang dipasang di luar kafe, bertujuan untuk menarik kerumunan yang lebih besar dan menunjukkan komitmen mereka pada inovasi.

Namun, tidak semua berjalan mulus. Sebagai pesaing yang berlokasi hanya beberapa pintu jauhnya satu sama lain, gesekan antara "Brew Classic" dan "Modern Grind" semakin terasa. Pelanggan yang berpindah-pindah antara kedua kafe membawa bersama mereka komentar dan perbandingan yang terkadang meningkatkan tensi di antara kedua tim.

Ketika Ava menyelesaikan sesi seminar, dia mengambil kesempatan untuk berjalan-jalan, memantau apa yang terjadi di seberang jalan. Dia menonton, sedikit cemas, saat kerumunan berkumpul di luar "Modern Grind," tertarik oleh layar besar yang memutar video dokumenter tersebut. Dia tidak bisa menyangkal kecerdikan Leo dalam memanfaatkan teknologi untuk menarik perhatian, namun ada rasa frustrasi yang tumbuh di dalam dirinya tentang cara pendekatan mereka yang tampaknya lebih banyak gaya daripada substansi.

Leo, yang juga mengawasi kegiatan di "Brew Classic," merasa iri melihat Ava secara langsung terlibat dengan audiensnya, membimbing mereka melalui dunia kopi dengan cara yang sangat pribadi dan mendalam. Meski inovasi digitalnya menarik perhatian, dia mulai meragukan apakah ini cukup untuk menghubungkan pengunjung dengan kopi pada tingkat yang lebih emosional, seperti yang Ava lakukan.

Tensi meningkat saat festival memasuki hari ketiga, dengan kedua tim mempersiapkan diri untuk penilaian terakhir. Ava memutuskan untuk menambahkan sentuhan baru pada presentasi mereka dengan mengadakan sesi cupping terbuka, di mana pengunjung dapat mencicipi berbagai jenis kopi yang belum mereka luncurkan secara resmi. Ini adalah langkah berani, yang menggambarkan kepercayaan dirinya pada kualitas produk mereka.

Di sisi lain, Leo memperkenalkan elemen interaktif dengan membiarkan pengunjung mencoba meracik kopi menggunakan teknik inovatif yang telah mereka kembangkan, sebuah langkah yang dirancang untuk memperkuat citra "Modern Grind" sebagai pemimpin dalam inovasi kopi.

Ketika matahari terbenam, suasana di festival menjadi lebih tegang. Peserta dan pengunjung sama-sama merasakan gairah dari kedua kafe, dengan setiap tim berusaha keras untuk membuktikan keunggulan mereka. Di antara gelas-gelas espresso dan cappuccino, terdengar bisikan dan debat tentang siapa yang akan menjadi juara tahun ini.

Namun, dalam semua persaingan ini, satu hal yang tidak disadari oleh Ava dan Leo adalah bagaimana persaingan mereka telah mulai mempengaruhi pandangan mereka terhadap satu sama lain. Alih-alih sekadar rival, keduanya mulai melihat satu sama lain sebagai cerminan dari apa yang masing-masing kekurangan dan membutuhkan. Perasaan yang rumit ini, yang tercampur dengan rasa hormat dan persaingan, menambah kedalaman pada konflik yang terus berlangsung, menyiapkan panggung untuk konfrontasi yang tak terhindarkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun