Mohon tunggu...
Ahmad Jawahir
Ahmad Jawahir Mohon Tunggu... Guru - Penulis Tanggung

Biasa saja sih....

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Genre Tulisan | Memaknai Masa Lalu melalui Recount

21 Juni 2020   19:06 Diperbarui: 21 Juni 2020   19:04 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pikiran terlontar ke masa silam? Masa tertentu, masa yang tak terlupakan? Boleh-boleh saja, asal tidak mengganggu hidup kini dan yang akan datang.

Mengenang masa lalu memang tergantung mood. Orang kadang berjalan di jalur ekstrim dimana tak peduli dengan masa lalu. Yang lalu biarlah berlalu, anggap saja angin lalu. Katanya.

Namun, seseorang juga bisa terpaku di titik ektrim yang berseberangan. Tidak hanya terganggu, tapi juga terbelenggu masa lalu.

Rekan Kompasianer tentu punya cara tersendiri dalam menyikapi masa lalu. Jika sudah terlanjur berada di salah satu dari dua kutub ekstrim seperti di atas, tidak seharusnya berlama-lama dalam ketidakpedulian atau sebaliknya dalam keterbelengguan. "Experience is the best teacher." Terlalu berharga jika pengalaman berlalu begitu saja, tanpa apresiasi dan ekspresi.

Salah satu mengapresiasi apa yang pernah kita alami adalah memaknainya. Dari sekian cara memaknai masa lalu adalah dengan mengekspresikannya dalam bentuk tulisan. Dan dari beberapa jenis tulisan, yang paling tepat untuk memaknai peristiwa yang sudah berlalu adalah cerita ulang (recount).

Baca juga: Mengenal Genre dalam Tulisan

Recount merupakan tulisan yang menceritakan kembali peristiwa yang sudah berlalu dengan apa adanya, tanpa rekaan. Ada tiga macam tulisan cerita ulang ini. Pertama, cerita perorangan, bisa diri kita sendiri atau orang lain (personal recount). Kedua, cerita hidup seorang tokoh penting karena karya dan jasanya bagi sesama, seperti biografi dan autobiografi (biographical dan autobiographical recount). Dan ketiga cerita tokoh sejarah atau peristiwa bersejarah yang berkontribusi pada perubahan keadaan (historical recount).

Yang akan saya tekankan dalam tulisan ini adalah recount jenis pertama, yaitu: personal recount. Sekaligus kita akan belajar dari Rekan Kompasianer Senior Tjiptadinata Effendi lewat artikel recount-nya yang tayang mulai 19 Juni 2020 pukul 05:00. 

Bagaimana menulis pengalaman dalam bentuk recount?

Pertama, kita buat orientasi agar pembaca tulisan kita mengenal siapa subjek yang terlibat dalam peristiwa, apa yang terjadi dan dimana serta kapan peristiwa tersebut terjadi. 

Kita belajar dari Artikel Pak Tjip yang berjudul: Teknologi Menyebabkan Dunia Hanya Sejauh Jemari Tangan

Pak Tjip menulis tentang pengalamannya sendiri dalam menghadiri gelar buku. Kalaupun disebut nama seseorang selain Pak Tjip sendiri, orang tersebut yang menyebabkan Pak Tjip mengalami peristiwa, bukan sebagai tokoh utama.

Tahun 2003 Saya dapat pesan dari bu Chandra -Editor PT Elekmedia Komputindo di Jakarta, yang isinya :"Pak Effendi, lagi berada di mana?" Dan saya jawab, lagi berada di Makasar, karena akan memimpin Lokakarya tehnik penyembuhan alami.

Ternyata bertepatan waktunya Gramedia akan menyelenggarakan Gelar buku di Gramedia Makasar Dan saya diminta bu Chandra agar bersedia hadir di saat gelar buku tersebut, karena disana ada buku-buku saya yang diterbitkan oleh Elekmedia ikut dipajang.

Tentu saja saya mengiyakan dengan senang hati, karena kebetulan acara diadakan malam hari dan saya tidak ada acara malam tersebut.

Selain nama subjek (Effendi, panggilan lain dari Tjiptadinata Effendi) dan nama event, melalui tiga paragraf orientasi di atas, Pak Tjip memberitahu pembaca bahwa acara gelar buku tersebut terjadi 17 tahun silam tepatnya tahun 2003 di kota Makasar.

Kedua, kita ceritakan secara detail dan urutkan peristiwa satu ke peristiwa lainnya (timeline). 

Dalam ceritanya, Pak Tjip membagi ceritanya kedalam tiga peristiwa utama: tahun 2003, 2017 dan 2020.

Peristiwa 2003 diceritakan dalam 3 paragraf, yang masing-masing menceritakan satu sub peristiwa.

Dalam kesempatan tersebut, saya diminta untuk menjelaskan tentang apa yang dimaksud dengan meditasi dan apa manfaatnya, serta sekaligus memperagakannya.

Usai menjelaskan, saya diserbu para pembeli buku untuk diminta tanda tangan .

Dan dengan senang hati saya melayani semuanya hingga selesai,agar jangan ada yang pulang dengan kecewa, karena buku yang sudah dibeli tidak mendapatkan tanda tangan saya. Setelah itu saya sudah melupakan tentang kejadian ini, karena sudah sering terjadi.

Melalui tiga pararaf di atas, Pak Tjip mengemukakan 3 sub peristiwa yang dialaminya: menjelaskan meditasi (paragraf pertama); diserbu pembeli buku (paragraf kedua); dan menandatangani buku yang sudah dibeli pembeli (paragraf ketiga).

Peristiwa 2017 disajikan dalam 2 paragraf yang menceritakan pertemuannya dengan Pak Dwi yang mengaku salah seorang fan yang menyerbu dan meminta Pak Tjip menandatangani buku yang sudah dibelinya.

2017 Ketemu Salah Seorang dari Peminat Buku Saya di Perth

Dalam seminar The Secret of Natural Walking, yang diselenggarakan di Joondalup Library, hadir sekitar 120 orang dari berbagai belahan dunia.

Salah seorang dari Perserta, adalah pak Dwi (nama sesungguhnya) yang dulu bertugas di Makasar. Datang menyalami saya dan mengatakan, "Mungkin pak Effendi, sudah lupa, 14 tahun lalu, saya minta tanda tangan bapak, sewaktu gelar buku di Gramedia Makasar. Baru kini kita ketemu di Australia ."

Peristiwa 2020 diceritakan secara lebih detail dengan tanggal dan bulannya.

15 Juni 2020 Ketemu di Acara Natural Walking  Secara Virtual

Mengambil tempat di Unit Apartemen lantai 3 di Filburn, Scarborough, saya dan istri ikut dalam kegiatan latih diri The Secret of Natural Walking.

Persertanya dari berbagai lokasi, antara lain dari Medan, Jakarta, Sydney, dan di Perth. Semua peserta dapat saling menyapa dan dapat disaksikan lewat pesawat televisi, karena di sharekan disana.

Tiba-tiba ada sapaan dari seorang pria, yang ternyata adalah pak Dwi yang pertama kali saya jumpai di Makasar pada tahun 2003 dan kemudian tahun 2017 bertemu di acara The Secret of Natural Walking di Joondalup Library dan kini bertemu secara virtual di acaara yang sama.

Melalui 3 paragraf di atas, Pak Tjip menyampaikan sebuah peristiwa yang paling membuatnya terkesan, yaitu pertemuannya dengan Pak Dwi untuk kali ketiga walaupun secara virtual. 

Menurut penafsiran saya, kesan mendalam tersebut yang menginspirasi dan menggerakkan Pak Tjip untuk menulis recountnya "Teknologi Menyebabkan Dunia Hanya Sejauh Jemari Tangan."

Ketiga, kita akhiri cerita pengalaman kita dengan reorientasi. Yaitu kata-kata penutup yang isinya menyampaikan kesan penulis, pesan moral atau pelajaran yang bisa diambil dari cerita yang dialaminya.

Pak Tjip memberi pesan terkait judul pada pembacanya tentang manfaat teknologi selular, bahwa:

Sungguh, kemajuan teknologi telah menyebabkan dunia serasa selebar daun kelor dan sejauh jemari tangan dapat menjangkau.

Terakhir tapi bukan berarti tidak penting, Pak Tjip secara tersurat menyampaikan pelajaran dari sisi humanisme kepada pembacanya melalui 3 paragraf terakhir.

Bersyukur sejak pertemuan pertama di Makasar, saya telah melayani pak Dwi dengan baik, sehingga ketika belasan tahun kemudian ketemu, kami dapat saling menyalami dengan suasana hati gembira dan surpirise.

Sebaliknya, bila ketika pertemuan di Makasar saya telah mengecewakan pak Dwi, terus seperti apa suasananya ketika kelak kami bertemu?

Hanya sebuah kejadian kecil dan tampak sepele, tapi bagi saya merupakan pelajaran berharga agar selalu mawas diri dalam berinteraksi dengan siapapun, agar jangan pernah mengecewakan siapapun.

Semoga bermanfaat.

Cirebon, 21 Juni 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun