Mohon tunggu...
Ahmad Jawahir
Ahmad Jawahir Mohon Tunggu... Guru - Penulis Tanggung

Biasa saja sih....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

From the Impossible #6 Coaching Gratisan

19 Mei 2020   20:51 Diperbarui: 4 Oktober 2020   05:49 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Minggu demi minggu, setiap Rabu, EL.Com terus menunjukan aktivitasnya. Namun, lagi-lagi, lagi sayang-sayangnya ditinggal pergi. Menyusul Bu Dedew dan Bu Has, Pak Nugra diangkat menjadi CPNS di sekolah di luar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dia mengundurkan diri menjadi volunteer pelatih debat. Terima kasih banyak, Pak Nugra, telah mendedikasikan diri di kegiatan ini.

Tinggal aku sendiri yang memfasilitasi pembelajaran ini. Dari mulai bermain peran secara perorangan, dilanjut ke berpasangan, sampai pada antara tim pro dan kontra. Dimulai dari sekedar parroting, berlanjut ke mindmapping yang lebih menantang, sampai ke critical thinking yang setiap peserta memiliki kekhasannya. Dari mulai memperdebatkan topik-topik sederhana sekitar kehidupan sekolah, ke masalah pendidikan yang lebih luas, sampai ke masalah sosial-budaya, politik, ekonomi, lingkungan dan sebagainya. Pendeknya, apa yang aku tahu dan bisa secara teoritis sudah aku sampaikan. Dan itu tertuang dalam Practical Guide for Competitive Debating, yaitu modul sederhana yang tiada lain adalah kumpulan dan penyempurnaan handouts yang aku buat setiap sehari sebelum latihan.

Tinggal praktik dan simulasi untuk meningkatkan skill, sense dan kreativitas. Tapi anak-anak pasti akan bosan kalau kegiatan terus seperti ini, monoton, kurang ada tantangan.

"Tim kita nanti bisa ber-sparing-partner." Tiba-tiba teringat ajakan Pak Sep Suhe, sang mastro yang tempo hari memberikan banyak literatur debat untuk mulai berlatih. Entah hanya basa-basi atau serius ajakannya itu.

Ah... kalau pun basa-basi tidak masalah. Dan tidak ada salahnya kalau ku coba mengkonfirmasi ajakan yang mungkin saja beliau sendiri sudah melupakannya.

Deal! Akhirnya Pak Sep Suhe tidak hanya mengiyakan tapi juga langsung menantang untuk menyusun jadwal dan agenda pertemuan. Segera aku menemui Wakasek Kesiswaan untuk mengusulkan kegiatan tersebut. Lagi-lagi deal! Belau mengijinkan dan memberikan sejumlah rupiah untuk transportasi dan konsumsi kegiatan tersebut.

Bismillah.... aku berangkat bersama tujuh debatees menuju sekolah dimana Pak Sep Suhe bertugas, SMA yang lebih dikenal SMA Demak karena letaknya di depan makam. Konon katanya secara historis SMA Demak tersebut di awal berdirinya berafiliasi ke sekolah dimana aku bekerja. Dulu waktu sekolah itu baru berdiri  --tentu aku belum bertugas disini --sebagian guru di sekolahku membantu merintis dan mengajar disana. Artinya, sekolahku lebih senior dari sekolahnya. Tidak peduli, junior atau senior, kalau toh lebih mumpuni aku tidak segan untuk berguru kepadanya.

Ternyata lebih dari ekspektasi. Sebelum sparing partner, Pak Sep Suhe sudah mempersiapkan beberapa slides untuk dipresentasikan. Here we go!  Jika dokumen-dokumen yang aku baca merupakan benda mati, bisu dan tidak bisa diklarifikasi. Slide-slide ini hidup dan komunikatif karena dipresentasikan oleh ahlinya. Aku dan peserta lain punya kesempatan untuk bertanya dan minta klarifikasi tentang hal-hal yang belum jelas.

Dua pasang tim pertama sudah diberi motion dan waktu 20 -- 30 menit untuk case building sebelum permainan dimulai. Case building yaitu berdiskusi secara internal membangun argumen masing-masing. Aku dan Pak Sep Suhe berkesempatan ngobrol, tentu saja ngobrol tentang debat. Banyak ilmu yang aku serap darinya.

Dan satu lagi kejutan. Ketika dua tim hendak bermain, aku diminta bersama dia menjadi juri dan harus siap memberikan adjudication speech. Beliau menyodorkan dua macam format. Scoring form untuk memberikan skor setiap pendebat dalam muatan argumen (matter) dan bagaimana argumen disampaikan (method dan manner). Yang  akhirnya akan dikalkulasi menjadi skor tim. Adjudication note form untuk mencatat poin-poin penting sebagai dasar juri dalam menyampaikan adjudication speechnya.

"I believe ...." Pembicara pertama Tim Pemerintah menyampaikan argumennya setelah memberikan prolog terkait topik, parameter debat dan pembagian sub topik debat ke pembicara kedua.

"Let me, first, make rebuttal to some points the first speaker of government team delivered...." Pembicara pertama Tim Oposisi menyampaikan bantahannya sebelum dia berbagi sub topik ke rekan se timnya. Taka tiki berlangsung dari tim pemerintah ke tim oposisi, dari pembicara pertama ke pembicara kedua ke pembicara ke tiga, dari pidato substantif ke pidato kesimpulan.

Sparing partner terkesan serius tapi santai. Serius, karena debatees merasa mendapat tantangan untuk menampilkan yang terbaik sebagai bukti dari hasil pelatihannya selama ini. Santai, karena mereka tidak terbebani untuk memenangkan debat karena tujuan utamanya adalah untuk belajar mengasah dan meningkatkan keterampilannya.

Pulang dari kegiatan, aku merasa beruntung sekali. Peserta dilatih oleh orang yang kompeten dalam ilmunya dan berkesempatan berdebat dengan pendebat-pendebat dari luar rutinitasnya. Dan yang lebih merasa beruntung lagi aku mendapatkan ilmu dan pelatihan gratis menjadi coach dan juri debat untuk yang pertama kalinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun