Mohon tunggu...
Hari Wahyudi
Hari Wahyudi Mohon Tunggu... wiraswasta -

Menyenangi suasana Senja selepas hujan.\r\nBerkontemplasi dengan menatap titik-titik hujan jatuh dan mengalir.\r\n

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Ada Enam Pocong di Kamarku (Sambungan)

19 Februari 2012   16:06 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:27 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah tiket Bus ku bayar, aku langsung naik dan ku ambil bangku paling depan. Aku rebahkan punggungku di sandaran kursi. Bayangan pocong yang ada di kamarku semalam tak mau hilang dari ingatanku. Enam pocong itu begitu jelas nampak dimataku. Setelah ku pasang handuk di badanku, aku terdiam sebentar...dan mulai ku rafalkan segala macam bacaan yang aku tahu, dengan harapan enam pocong itu pergi dan menghilang. Terasa bukan hanya tanganku yang gemetar, tapi seluruh tubuhku gemetar menahan rasa takut, mukaku menebal pucat pasi dan kurasakan tangan dan punggungku merinding. Akupun tak berani lagi melihat ke arah lubang pintu itu. Saat ku pegang gagang pintu kamar mandi itu untuk kubuka, namun kuurungkan niatku. Aku ragu akan keberanianku sendiri, jangan-jangan aku pingsan nanti setelah ku buka pintu kamar mandi itu. Kurang lebih lima belas menit aku berdiri terpaku di depan pintu. Dalam hati aku bertanya-tanya, apa pocong-pocong itu sudah pergi dari tempat tidur, tapi aku tak berani melihat dari lubang pintu itu. "Tapi tidak mungkin aku terus berdiri di kamar mandi ini sampai pagi", demikian pikirku. Akhirnya, setelah mengumpulkan segenap keberanian, perlahan aku memberikan diri untuk memastikan keberadaan makhluk-makhluk itu. Aku mulai menjinjitkan kakiku, dan ketika mataku lurus dengan lubang itu langsung kuberanikan untuk membuka mata. "Ughhh..., seakan-akan aku hendak pingsan dan lututku bergetar hebat. Sekelebat bayangan putih melintas tidak lebih dari satu meter jaraknya dari tempatku berdiri. Kain pocong itu tampak jelas, kotor penuh lumpur. Sekelebatan makhluk itu bergerak menjauh dari pintu tempatku berdiri. Setelah itu buru-buru kuturunkan jinjit kakiku dan aku mulai lagi membaca bacaan dan kali ini dengan suara, bukan dalam hati. Sementara mataku tetap ku pejamkan. Tetapi semakin rapat kupejamkan mataku, bayangan pocong itu semakin jelas. Setelah semua hafalan sudah kubaca, perlahan ku beranikan membuka pintu dan pandanganku sengaja kubelalakan. Entah karena atau entah karena pasrah saja!!!!. "Kalau memang aku akan pingsan, biarlah....ya aku tidak akan lari", kuberanikan diri untuk menyapu pandangan keseluruh ruang kamar itu. Aku mulai melangkah keluar dari kamar mandi, terasa lengan dan tengkukku masih merinding hebat, namun tetap kuberanikan diri atau mungkin lebih tepatnya aku sudah pasrah. Tak mungkin aku lari keluar dari kamar, karena lututku masih gemetaran. Dan akhirnya aku sampai juga di pinggir tempat tidur dekat tas pakaian yang ku letakkan di salah satu sudut tempat tidur saat aku masuk tadi. Segera ku pakai celana dan kaos yang kuambil dari dalam tas sambil tak henti-hentinya ku rafalkan bacaan. Aku berjalan ke arah televisi tua itu dan ku pencet tombol on/off -nya. "Mudah-mudahan siaran tv sedikit mengurangi rasa takutku", ku ambil remote control dan ku pencet volume suara. Akhirnya, aku mulai berani duduk di tepi tempat tidur itu. Sambil memandang ke arah tv, sekali-kali ku lepaskan pandangan mengitari seluruh ruangan kamar. Sengaja aku cari saluran bola saja, agar konsentrasiku hanya pada permainan bola di layar tv. Ku ambil bantal dan ku simpan di bawah kepalaku, aku mulai berbaring. Sejenak aku menatap ke arah pintu kamar, kuncinya masih tergantung di sana. Dari tempatku berbaring aku masih bisa melihat bahwa pintu kamar sudah terkunci. “Mungkin Mas resepsionis itu masih ada di tempatnya kali”, pikirku. “Siapa tahu dia bisa membantu mencari jalan keluar supaya aku lepas dari ketakutanku di kamar ini”. Aku singkirkan bantal guling warna putih itu dari dekatku, dan aku mulai bangkit beranjak turun dari tempat tidur. Cessshh…kakiku menapak dilantai dan terasa dingin,beku. Aku mulai melangkah ke arah pintu kamar, …baru saja dua langkah, tiba-tiba….. “Glumprakkkk!!.....,prakkkk….!!!”. Langkahku terhenti seketika, seperti suara gayung yang jatuh dan mendenting ke lantai kamar mandi. Bulu kudukku dan seluruh tubuhku merinding, keringat dingin dan mungkin muka pucat pasi, aku merasakan mukaku menebal. Lima menit aku berdiri tak bergerak dari posisiku tadi, seperti gambar yang di-pouse. Dan akhirnya aku urungkan untuk keluar dari kamar, aku kembali ke tempat tidur. Aku putar kembali pandanganku ke seluruh ruangan kamar. “Tidak ada bayangan apapun, tidak ada gerakan apapun yang mencurigakan”, pikirku. Aku langsung kembali ke tempat tidur, ku henyakkan pantatku pelan-pelan ke atas kasur dan ku perkirakan lurus ke arah bantal. Saat ku baringkan badanku, punggung terasa terganjal. “Oh.., guling”, kuraih guling putih itu dan ku singkirkan agak ke samping agar kepalaku mendarat tepat di atas bantal. Seketika aku bangun dari baringku dan berbalik memandangi tempatku berbaring. “Seingatku tadi guling ini sudah kusingkirkan, kenapa saat aku hendak berbaring tadi mengganjal punggungku ya?”, aku bertanya-tanya dalam hati. “Tapi sudahlah….”, aku ambil guling itu dan kusimpan di atas kepalaku. Aku kembali menonton bola, posisi skor sudah 1: 0 untuk Barcelona. Ya, aku tahu itu Team Barcelona, karena ada Messi di situ. Setelah mandi pagi, aku langsung beres-beres. Semua barang saya masukkan ke dalam tas pakaian. Saat mandi pagi tadi, sengaja pintu kamar tidak ku tutup, “gak ada orang lain koq di kamar ini”, demikian pikirku. Lagi pula dengan pintu terbuka aku tidak khawatir makhluk-makhluk semalam itu muncul lagi. Dari layar hp terlihat waktu pukul 06.13, aku bergegas membuka pintu. Kukeluarkan setengah badanku, “Belum ada orang yang bangun, lorong penginapan ini masih sepi”. Aku kembali ke tempat tidur, duduk menatap ke arah tv. Acaranya review pertandingan sepak bola klub-klub Eropa. “Nonton dulu ah…sambil menunggu Pak Didi datang”, demikian pikirku. Beliau berjanji akan datang menjemputku dan akan mengantarkan aku ke terminal bus sekalian berangkat ke tempat kerjanya. “Ah..gak papa Pak, kan sekalian saya ke tempat kerja. Satu arah koq,Pak”. Demikian kata Pak Didi semalam saat aku mengatakan tidak perlu repot-repot menjemput dan mengantarku ke terminal bus besok. Ketika acara review sepak bola di tv itu usai, aku melihat ke hp dan waktu sudah menunjukkan pukul 07.13. Lebih baik aku tunggu saja Pak Didi di loby, sekalian sarapan pagi. Tas pakaianku ku raih, tanpa harus bercermin dulu aku langsung melangkah ke arah pintu kamar. Saat hendak ku buka pintu kamar, tiba-tiba terdengar pintu kamar diketuk dari luar. Ternyata Pak Didi sudah berdiri di depanku. “Oh, Pak Didi, masuk dulu,Pak. Baru saja saya mau keluar”, Sapaku kepada Pak Didi. “Iya,Pak”, jawabnya sambil memandang ke dalam kamar, tapi kakinya tak bergerak sedikitpun. Dia seperti ragu-ragu untuk masuk. “Ayo, Pak, masuk sini dulu”, kataku sekali lagi. “Oh, iya, Pak”, kemudian beliau masuk ke kamar, pandangannya mengitari seluruh ruang kamar seperti ada sesuatu yang dia cari. “Gimana semalam,Pak. Tidurnya nyenyak?”, tanyanya sambil menurunkan badannya duduk di sofa. Belum sempat saya menjawab pertanyaan Pak Didi, tiba-tiba terdengar suara jeritan, saya langsung menoleh ke arah Pak Didi. Aku melihat Pak Didi juga berdiri dari sofa dan memandang ke arah ku. Pandangan kami bertemu. Suara jeritan seperti minta tolong, namun tidak terlalu jelas kedengarannya. “Pak Didi dengar suara jeritan”, Tanyaku. “Iya,pak”, jawab Pak Didi sambil memandang ke arah lubang ventilasi udara di dinding bagian atas. “Sepertinya asal suaranya dari situ”, kata Pak Didi sambil menunjuk ke lubang ventilasi itu. “Sudahlah, Pak…mudah-mudahan mereka sudah pergi”, kataku kepada Pak Didi sambil melangkah ke pintu untuk keluar. Aku ingin segera keluar dari kamar ini. Bersambung…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun