Mohon tunggu...
Javier AbnerBaskarawardhana
Javier AbnerBaskarawardhana Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa/Universitas Komputer Indonesia

Saya Javier yang saat ini berprofesi sebagai mahasiswa di Unikom fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik jurusan Ilmu Komunikasi, saya memiliki hobi dan ketertarikan lebih di dunia rmusik.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

"TRIYONO" (Perjuangan Pemuda Desa di Ibu Kota)

8 Desember 2024   21:25 Diperbarui: 8 Desember 2024   21:48 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Triyono Muda (Sumber: Album Pribadi))

Triyono merupakan seorang pemuda dari desa di wilayah Cilacap, Jawa Tengah yang berhasil menikmati hasil perjuangan karirnya di Ibu Kota DKI Jakarta yang dikenal keras. Ia berjuang mandiri dari nol ke Jakarta dengan mempertahankan keempat prinsip yang selalu dipegang olehnya yaitu, Jujur, Hemat , Ulet (tekun), dan Beramal.

Triyono memiliki seorang istri bernama Jeminah dan tiga orang anak bernama Eny , Yon, dan Lies. Walaupun Triyono berasal dari desa, ia mempunyai visi yang jelas untuk kehidupan di masa depannya. Dengan gaya hidup sederhana dan mempertahankan keempat prinsip hidup yang ia pegang, Perjuangan Triyono berhasil berbuah manis dengan bisa menghidupi keluarganya, menyekolahkan ketiga anaknya sampai lulus sarjana hingga mempunyai aset masa depan keluarganya.

Perjuangan Triyono tentu tidak selalu berjalan mulus, jatuh bangun telah ia alami selama bertahun-tahun. Namun, dengan mempertahankan keempat prinsip yang ia pegang, ia berhasil melewati tantangan dan rintangan perjalanan karirnya untuk mencapa hidup tenang dan sejahtera di masa tuanya.

Kehidupan di Desa

Triyono lahir pada tanggal 20 Desember 1948 di Desa Banjarwaru, di Kecamatan Nusawungu, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Orang tuanya adalah seorang guru dan petani di Desa Banjarwaru. Triyono merupakan anak ketiga dari sepuluh bersaudara. Pada tahun 1956, Triyono memasuki bangku Sekolah Dasar (SD) di Desa Banjarwaru sampai lulus Sekolah Dasar di tahun 1962. Kemudian melanjutkan tingkat pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Cilacap selama 2 tahun. Karena sakit-sakitan, akhirnya ia pindah ke Purwokerto untuk melanjutkan pendidikan SMP kelas 3, sampai dengan lulus Sekolah Menengah Atas (SMA) pada tahun 1968 di Purwokerto. Setelah tamat sekolah, ia kembali pulang ke kampung halaman dan menganggur selama setengah tahun.

Selama kehidupannya di desa, Triyono sangat patuh terhadap orang tuanya, karena ia merasa memiliki tanggung jawab besar sebagai anak laki-laki terbesar di kelurga tersebut. Ketika masa SMP sampai SMA di Purwokerto, ia selalu pulang ke kampung halamannya ketika libur sekolah untuk memimpin pekerjaan orang-orang yang sedang bekerja di sawah milik keluarganya. Mencangkul dan menanam ia lakukan semasa libur sekolah mulai dari tingkat SMP sampai SMA.

Mimpi Bekerja di Ibu Kota

Ketika tingkat pendidikan SMA telah selesai, Triyono menganggur kurang lebih selama setengah tahun. Selama menganggur, karena Triyono mempunyai keinginan untuk bekerja di Jakarta, ia menghabiskan waktu penganggurannya dengan belajar mencukur rambut, karena menurutnya jika ia tidak memiliki kemampuan apa-apa ia tidak akan bisa survive di Jakarta. Keputusan ini menunjukkan ketekunan dan kebijaksanaan Triyono dalam merencanakan masa depannya.

Perjalanan karir di Ibu Kota

Pada tahun 1969 Triyono berangkat ke Jakarta dari desa asalnya, dan tantangan awal pun tiba. Ia tak kunjung mendapatkan pekerjaan selama satu tahun lebih. Selama 6 bulan pertama ia ikut kakak iparnya yang tinggal di sebuah asrama, dimana kegiatan dia hanya mandi, makan, dan tidur.

Sampai akhirnya ia mencoba menuangkan ide nya untuk memanfaatkan waktu yang luang dengan menciptakan sebuah karya lagu yang ia antarkan langsung ke studio Remaco di Jakarta. Disana ia bertemu dengan pimpinan musik band 4 Nada yang terkenal kala itu bernama Aloysius Riyanto. Triyono diminta menyanyikan lagu ciptaannya dan langsung direkam disana, ternyata lagu yang ia ciptakan berhasil memenuhi kriteria  Aloysius Riyanto. Selanjutnya, karya lagu tersebut dinyanyikan dan dipopulerkan oleh penyanyi Diah Iskandar dengan iringan musik band 4 Nada pimpinan Aloysius Riyanto, lagu itu berjudul "Hanya Bayangan". Triyono berhasil mendapatkan honor sebesar Rp 7.500 pada masa itu melalui karya yang ia ciptakan.

Setelah 6 bulan tinggal di asrama, Triyono memutuskan untuk pindah dari asrama ke rumah saudaranya di Jakarta Utara. Disana ia disuruh untuk berjualan rokok keliling yang akan dimodalkan oleh saudaranya. Tetapi keuntungnya tidak ia terima melainkan hanya mendapatkan jatah makan saja, dan hal itu berlangsung selama 5 bulan. Setelah 5 bulan berjualan rokok keliling, Triyono pindah ke Kemayoran karena posisinya sebagai penjual rokok keliling telah digantikan oleh orang lain.

Pantang Menyerah

Di Kemayoran Triyono menumpang tinggal sementara di rumah saudaranya, dengan kondisi rumah yang seadanya dengan hanya terdapat 1 kamar tidur yang ditempati saudaranya, hal itu membuat Triyono terpaksa hanya bisa tidur di dapur (tepatnya di depan pintu WC) dengan alas kardus bekas televisi yang ada di rumah saudaranya.

Dengan kondisi seperti itu tidak membuat Triyono mengeluh begitu saja, ia tetap berusaha mencari dan melamar lowongan pekerjaan. Sambil mencari pekerjaan, Triyono membuka jasa potong rambut yang sudah ia pelajari jauh hari sebelum memutuskan untuk pindah ke Jakarta.

Selama membuka jasa potong rambut keliling, kesulitan-kesulitan ia alami mulai dari sepi pelanggan hingga tidak punya uang untuk makan, saat itu ia ingin makan martabak manis tetapi karena tidak mempunyai uang, maka Triyono berjalan kaki sejauh 1 kilometer untuk menemui seorang kondektur bus (yang adalah temannya) untuk meminta uang karena ia ingin membeli martabak, diberikanlah uang sebesar Rp 10 untuknya. Triyono menjalani usaha potong rambut selama 3 bulan.

Secercah Harapan Muncul

Setelah 3 bulan berlalu, pada akhir tahun 1970 Triyono akhirnya mendapatkan mendapat panggilan kerja di pelabuhan tepatnya di sebuah perusahaan EMKL (Ekspedisi Muatan Kapal Laut) dan Triyono pun bekerja disana untuk mengurus impor barang. Bekerja di EMKL Triyono mendapatkan gaji sebesar Rp 5.000, dengan gaji tersebut ia benar-benar mengelola keuangannya dengan bijaksana dan mempertahankan prinsip hidup hemat.

Pada awal bekerja di EMKL, Triyono mengontrak sebuah rumah kecil untuk tujan efisiensi ongkos ke kantor (kondisi rumah tersebut hanya beralaskan tanah).

Pada masa itu pungli (Pungutan Liar) masih dibebaskan di berbagai instansi di Indonesia untuk proses eksport import. Dan EMKL sebagai perusahaan yang melakukan import barang dari luar negeri juga mengikuti aturan pungli tersebut kepada pihak pelabuhan, pelayaran, dan bea cukai agar barang import dapat dilancarkan sampai ke tangan EMKL.

Triyono diberi tugas oleh atasannya untuk mengirimkan uang bayaran biaya pungli tersebut kepada pelabuhan, pelayaran,  dan bea cukai.

Selama menjalani tugas tersebut, jika terdapat sisa dari uang yang ia terima dari perusahaan, ia dengan jujur ingin mengembalikan uang tersebut kepada atasannya namun, karena kejujurannya itu atasannya menolak sisa uang tersebut dan memberikannya kepada Triyono.

Selama mendapatkan tugas tersebut Triyono selalu menabung uang yang telah ia terima dengan sebaik mungkin. Setelah dua setengah Tahun berlalu, berkat kerja keras, hidup hemat, dan selalu menabung, Triyono akhirnya bisa membeli  rumah sendiri untuk tempat tinggalnya.

Rumah Pertama Triyono (Sumber: Album Pribadi)
Rumah Pertama Triyono (Sumber: Album Pribadi)

Rumah tersebut yang ia beli sudah berbentuk satu kavling yang dibagi 2 rumah berjejeran, oleh karena itu, satu rumah sebelahnya ia jadikan sebuah kontrakan untuk bisa menambah-nambah penghasilannya dan aset di masa depannya. Dari semua penghasilannya yang telah Triyono dapat, akhirnya ia memutuskan untuk menikah dengan seorang perawat bernama Jeminah pada tahun 1974 dan dikaruniai seorang putri pertamanya di tahun 1975.

Kembali Terjatuh

Kebahagiaan tersebut menurun karena pada tahun 1975 perusahaan tempat Triyono bekerja mengalami kebangkrutan dan ia kembali menganggur. Namun, ia mendapatkan pesangon satu unit sepeda motor. Dengan tabungan yang ia miliki, Triyono membeli 3 unit sepeda ontel agar ketiga sepeda ontel yang ia punya disewakan kepada orang yang bekerja sebagai ojek sepeda.

Alih-alih mendapatkan untung, ia justru mengalami kepahitan kembali, mulai dari setoran yang tidak sesuai bahkan sampai salah satu sepeda ontelnya dijual tanpa sepengatahuan Triyono oleh orang yang menyewa sepeda tersebut.

Menyadari hal itu, Triyono datang menghampiri pelaku tersebut menuju kediamannya namun, ketika sampai di tempat tinggal pelaku, Triyono tersentuh hatinya melihat kondisi tempat tinggal orang tersebut yang hanya tinggal di sebuah tenda, akhirnya ia mengiklaskan satu sepeda ontelnya itu dengan tujuan beramal.

Karena usaha ojek ontelnya tidak berjalan mulus, maka sisa 2 sepeda ontelnya dijual semua.

Triyono menyadari usahanya tidak berjalan mulus, ia pun akhirnya memutuskan untuk ngojek motoe sendiri dengan sepeda motor miliknya (pesangon dari EMKL). Untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, ia terbantu oleh sang istri yang berprofesi sebagai perawat membiayai sementara kebutuhan keluarganya dan mereka benar-benar hidup prihatin dan hemat selama masa terpuruknya.

Bangkit!

Satu tahun berlalu, pada tahun 1976 Triyono melihat adanya lowongan pekerjaan di PT PELINDO, ia pun mencoba melamar dan mengikuti tes disana. Setelah melamar dan tes, ia akhirnya diterima bekerta di PT PELINDO dan memulai pekerjaannya sebagai honorer selama setahun dan diangkat menjadi karyawan tetap pada tahun 1978.

Selama bekerja di PT PELINDO, Triyono melihat peluang untuk berbisnis kredit karena banyaknya pegawai yang bekerja disana dan dollar masih tergolong murah di masa itu. Benar saja, ketika Triyono mencoba membuka usaha kredit, banyak peminat yang tertarik. Triyono membuka kredit barang-barang yang masih tergolong murah pada saat itu seperti kipas angin, radio, dll. Ia mencari untung 10% dari kredit tersebut.

Awalnya Triyono mendapatkan untung yang lumayan dari hasil kredit tersebut. Namun, pada akhir tahun 1978, dollar mengalami kenaikan di Indonesia sebesar 5%, oleh karena itu, Triyono tidak mendapatkan keuntungan hasil kredit tersebut melainkan hanya balik modal saja selama beberapa waktu.

Triyono tidak menyerah begitu saja, ia tetap tekun dan mencari peluang lain yaitu kredit perabotan rumah tangga yang peminatnya lebih besar pada masa itu dan ia tawarkan kepada karyawan yang bekerja di kantor tersebut. Karena modal yang ia butuhkan lebih besar dibandingkan sebelumnya, ia mencoba meminjam uang kepada bank dan orang-orang untuk modal awal.

Seiring berjalannya waktu, ketekunan dan kegigihannya membangkitkan usaha kredit Triyono, pelanggan semakin banyak sehingga keuntungannya pun mulai meningkat.

Selama bekerja sambil menjalankan usaha kreditnya, Triyono mengelola keuanganya dengan baik, hasil gaji dari pekerjaannya di kantor ia kelola untuk kebutuhan sehari-hari dan hasil usaha kredit ia kelola untuk keperluan barang dan tabungan masa depan anak-anaknya.

Walaupun penghasilan Triyono sudah semakin meningkat, ia tetap teguh mempertahankan keempat prinsip yang selalu dipegang olehnya dari awal karir yaitu jujur, hemat, ulet (tekun), dan beramal.

Tidak jarang Triyono dihampiri orang untuk meminjam uang, karena niatnya beramal Triyono sering meminjamkan uangnya kepada orang yang membutuhkan namun, tidak sedikit juga yang akhirnya tidak melunasi sampai saat ini. Tetapi Triyono tidak ambil pusing karena tujuan adalah beramal.

Pada tahun 1980 sampai 1989, hasil penghasilan usaha kredit yang telah Triyono tabung berbuah manis, ia dapat membeli 3 rumah kavling dan  1 unit mobil. Kedua rumah kavling miliknya ia jadikan kontrakan dan satu rumahnya ia jadikan tempat tinggal hingga saat ini. Tujuan Triyono membuat kontrakan tersebut adalah untuk investasi, uang untuk dimasa pensiunnya biaya sekolah anak-anaknya, karena ia mempunyai prinsip dimana anak-anaknya harus disekolahkan hingga lulus sarjana.

Hal itu membuktikan bahwa Triyono merupakan seseorang visioner dan kepala keluarga yang penuh tanggung jawab dimana ia benar-benar memikirkan masa depan keluarganya, terkhusus di tahun tersebut ia telah mempunyai tiga orang anak di keluarganya, dimana anak kedua lahir di tahun 1979 dan anak ketiga lahir di tahun 1986.

Kondisi finansial yang meningkat tidak mengubah gaya hidup sederhana dan hemat yang Triyono pegang. Ia justru mendidik anak-anaknya dengan tegas untuk memulai hidup prihatin, hemat, dan menjadi anak yang madiri.

Tahun 1989 Triyono menutup usaha kredit miliknya dengan berbagai alasan, ia mencoba beberapa usaha lain tetapi beberapa kali sempat gagal dan ditipu oleh orang tidak bertanggung jawab.

Setelah itu, Triyono tidak melakukan bisnis lagi, hingga tahun 2005 ia memasuki masa pensiun.

Tuaian Baik Hasil Dari Taburan Baik

Walaupun jatuh bangun ia alami, mulai dari ditipu tetangga sendiri, kredit yang tidak dibayar, sampai pernah hilang hingga ratusan juta. Triyono tidak menyimpan dendam dan pembalasan, tetapi ia hanya bersyukur dan mempercayai akan taburan baik yang ia lakukan akan dituai di kemudian hari. Dengan apa yang ia punya, Triyono tetap masih mau membantu orang yang datang meminta bantuan kepadanya

Dan benar saja, disamping kepahitan-kepahitan yang Triyono alami, sepanjang karir hingga masa pensiunnya banyak hal baik datang kepada keluarganya. Bebagai pencapaian telah ia terima dan yan gterpenting ia berhasil membangun keluarga yang harmonis, menyekolahkan ketiga anaknya hingga lulus sarjana, dan saat ini di masa tuanya Triyono hidup dengan tentram dan bahagia menikmati hasil perjuangannya.

Hasil Perjuangan

Perjalanan hidup Triyono mengajari bahwa perjuangan, keuletan, dan prinsip hidup yang kuat dapat menjadi fondasi untuk meraih kesuksesan meskipun menghadapi tantangan besar. Dengan memegang teguh prinsip jujur, hemat, ulet, dan beramal, Triyono berhasil mengubah kehidupannya dari seorang pemuda desa menjadi orang yang sukses membangun karirnya dan keluarga yang harmonis.

Walaupun bukan terlahir dari orang yang berada, Triyono mempunyai visi yang mumpuni, ia sangat mengerti bagaimana mengelola keuangan yang baik dan selalu memikirkan apa yang akan dilakukan untuk masa depan dia dan keluarganya.

Triyono mendidik ketiga anaknya untuk hidup prihatin ketika masa sulit, dan gaya hidup hemat ketika masa sedang terjamin. Ia ingin menjadikan ketiga anak-anaknya menjadi orang yang mandiri dan mau berjuang sama seperti dirinya yang berjuang dari nol.

Sepanjang karirnya, modal yang ia bawa adalah tekad dan keempat prinsip hidupnya yaitu, jujur, ulet (tekun), hemat, dan beramal. Sehingga akhirnya ia bisa mencapai apa yang telah ia impikan.

Kisah ini mengajarkan pentingnya ketekunan, kemampuan beradaptasi, dan pengelolaan keuangan yang bijaksana dalam menghadapi kesulitan hidup. Selain itu, nilai-nilai seperti berbagi dan membantu sesama kepada orang yang membutuhkan, meskipun dalam keterbatasan, hal itu memberikan dampak positif yang Triyono teima dalam membangun kehidupan yang harmonis.

Triyono adalah bukti nyata bahwa kesuksesan tidak hanya diukur dari pencapaian materi, tetapi juga dari kemampuan menciptakan kebahagiaan, ketentraman, dan warisan nilai yang baik untuk keluarga dan lingkungan sekitar.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun