Mohon tunggu...
Javier Notatema Gulo
Javier Notatema Gulo Mohon Tunggu... Konsultan - hidup harus menyala

master student

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kajian Teori Cybercrime

21 September 2020   23:38 Diperbarui: 22 September 2020   00:00 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pembuatan hukum disitu merupakan pencerminan nilai-nilai yang disepakati oleh masyarakat, apabila nilai-nilai tersebut tidak konsisten maka akan menimbulkan resiko hukum Legal risk terhadap masyarakat itu sendiri.

Berlainan halnya dengan model kedua yaitu masyarakat dengan model konflik. Disini bukanlah kemantapan dan kelestarian yang menjadi tanda ciri masyarakat, melainkan perubahan serta konflik sosial berlawanan dengan yang pertama, di mana berdirinya masyarakat bertumpu pada kesepakatan para warganya.

Perubahan dan konflik merupakan kejadian umum berbeda dengan pembuatan hukum pada model yang pertama. Masyarakat dengan model tanpa konflik di Indonesia keadaannya dapat dihubungkan dengan masyarakat masyarakat yang menjadi pendukung hukum adat dalam pengertiannya yang tradisional sebaliknya masyarakat dengan landasan konflik nilai-nilai adaah suatu masyarakat dengan tingkat perkembangan yang lebih maju terutama dalam aspek bidang teknologi informasi dan teknologi komunikasi. Menurut Cambliss ada beberapa kemungkinan yang dpaat terjadi pada pembentukkn hukum yaitu :

  • Pembentukan hukum akan dilihat sebagai suatu proses adu kekuatan, dimana negara merupakan senjata ditangan lapisan yang berkuasa.
  • Sekalipun terdapat pertentangan nilai-nilai didalam masyarakat namun negara tetap dapat berdiri sebagai badan yang tidak memihak (value neutral), didalam nilai-nilai dan kepentingan-kepentinngan yang bertentangan dapat diselesaikan tanpa mengganggu kehidupan masyarakat.

Pembuatan hukum merupakan suatu jalan untuk melakukan pencarian pertentangan yang sedemikian itu dan kemungkinan menjelaskan tentang apa yang dapat timbul apabila masyarakat tertipu oleh janji-janji penyelesaian yang dilakukan melalui pembuatan hukum.

Seperti halnya dengan norma, maka nilai itu diartikan sebagai suatu pernyataan tentang hal yang diinginkan oleh seseorang. Norma dan nilai itu menunjuk pada hal yang sama tetapi dari sudut pandangan yang berbeda.

Norma itu mewakili suatu perspektif sosial, sedangkan nilai melihatnya dari sudut perspektif individual. Hal yang menarik yang dikatakan oleh John Finley Scott adalah, bahwa manusia sebagai makhluk yang bermasyarakat memberikan response yang sangat kuat terhadap interaksi yang dilakukannya dengan sesama anggota masyarakat yang lain, sehingga nilai yang olehnya dipandang sebagai paling kuat lazimnya bersifat sosial. Dalam hubungan ini maka dengan perkataan lainnya hendak dikatakan, bahwa norma norma itu sekaligus merupakan nilai-nilai yang baginya terkuat.

Lon L. Fuller melihat hukum itu sebagai suatu usaha mencapai tujuan tertentu purposeful enterprise.[1] Oleh karena tekanan disini adalah pada usaha, maka dengan sendirinya ia mengandung resiko kegagalan.

Keberhasilan usaha tersebut tergantung pada energy, wawasan insight, intelegensia dan kejujuran (conscientiousness) dari mereka yang harus menjalankan hukum itu. Menurut Fuller, ada 8 nilai nilai yang harus diwujudkan oleh hukum. kedelapan nilai-nilai tersebut, yang dinamakannya “8 prinsip legalitas” adalah: 

  • Harus ada peraturan-peraturan terlebih dahulu; hal ini berarti, bahwa tidak ada tempat bagi keputusan-keputusan secara ad-hoc, atau tindakan tindakan yang bersifat arbitrer.
  • Peraturan-peraturan itu harus diumumkan secara layak.
  • Peraturan-peraturan itu tidak boleh berlaku surut.
  • Perumusan peraturan-peraturan itu harus jelas dan terperinci; ia harus dapat dimengerti oleh rakyat.
  • Hukum tidak boleh meminta dijalankannya hal-hal yang tidak mungkin.
  • Di antara sesama peraturan tidak boleh terdapat pertentangan satu sama lain.
  • Peraturan-peraturan harus tetap, tidak boleh sering diubah ubah.
  • Harus terdapat kesesuaian antara tindakan-tindakan para pejabat hukum dan peraturan peraturan yang dibuatnya.

Kegagalan untuk mewujudkan salah satu dari nilai-nilai tersebut bukan hanya menyebabkan sistem hukum yang tidak baik, tetap lebih daripada itu, hukum yang demikian itu adalah sama sekali tidak dapat disebut hukum. seperti juga Fuller, maka Schuyt berpendapat pula, bahwa hukum itu mengandung dalam dirinya nilai-nilai yang intrinsik, sehingga hukum itu dapat disebut sebagai suatu sistem nilai-nilai yang intrinsik.[2]  

kehidupan hukum suatu bangsa ditentukan oleh “pandangan gestalt” nya (Gestalt visie) mengenai hukum dan ini bertolak dari nilai nilai yang dipandangnya intinsik ada pada hukum. keberadaan produk hukum undang undang No.19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang Undang No. 11 Tahun 2008 tentang infromasi dan transaksi eletronik.

Mengandung nilai-nilai intrinsik yang dapat terlihat dalam penjelasan umum dengan mempertimbangkan pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun