Mohon tunggu...
Alit Jamaludin
Alit Jamaludin Mohon Tunggu... -

"teu daya teu upaya"

Selanjutnya

Tutup

Politik

CaGub DKI Jakarta; Populis Vis a vis Transaksional

18 September 2012   07:25 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:18 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sikap low profile, populis, dan kesederhanaan Jokowi telah merebut kemenangan setengah babak pertandingan Pilgub DKI Jakarta. Ibarat pertandingan sepakbola, di babak pertama Jokowi menang telak. Di babak kedua, sebuah pertandingan hidup mati yang akan digelar 20 September 2012 mendatang, akankah Jokowi memenangkan pertandingan Home-Away tersebut?. 2 hari kedepan masyarakat Jakarta yang akan menjawabnya.

Performance yang komunikatif menampakkan populisme dan jauh dari karakter figur yang ‘jaim’ (jaga image). Diusung partai PDIP dan Partai Gerindra, dua partai yang selalu mendengungkan politik populisme dan dekat dengan wong cilik, partai yang terus memperjuangkan spirit Soekarnoisme di era global dan menentang kapitalisme-liberalisme. Kekuatan inilah yang menjadi kartu As kemenangan Jokowi-Ahok pada putaran pertama lalu. Jika ditelisik lebih jauh, bahwa background politik Jokowi bukan seorang politikus murni. Berasal dari Solo yang dikenal memiliki ‘sumbu pendek’ dalam perspektif politik, di mana bercokol kekuatan politik hijau (baca: Islam) dan politik merah (nasionalis-Soekarnoisme) yang di antaranya banyak ‘bergaris keras’, Jokowi mampu menjalankan fungsi kepemimpinannya layaknya payung.

Jokowi mampu menyandingkan energi makro kosmos relasi antara kawula-gusti yang melekat pada tradisi Jawa. Dalam pagelaran Pemilukada DKI Jakarta putaran pertama lalu, jokowi juga mengikis skat antara golongan Priyayi dan Abangan. Dimana sosok Priyayi diidentikkan dengan etnis China, Cawagub Ahok menetralisir ketidaksinkronan hubungan Priyayi dan Abangan tersebut. Bahkan, menjelang putaran kedua nanti, golongan etnis china berbondong-bondong ke kelurahan, mendorong untuk masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Ternyata sikap low profile Jokowi bagi warga DKI Jakarta menjadi magnet tersendiri untuk merebut dukungan di tengah kehidupan kota metropolis yang hedonis dan pragmatis perilaku sebagian warganya. Perilaku Low profile dan kesederhanaan Jokowi adalah model kepemimpinan yang dirindukan sebagian besar warga DKI Jakarta sekarang. Bukan kepemimpinan yang false (palsu) yang seolah-olah bersuara populis, tapi realitasnya berperilaku elitis.

20 september nanti tentunya akan menarik, dan apakah pertarungan Pemilukada DKI Jakarta ini dimenangkan oleh pasangan incumbent (Foke-Nara) yang diusung koalisi partai-partai besar, atau justru figur populis pasangan penantang (Jokowi-Ahok) akan menjadi konklusi demokrasi lokal di Ibu Kota nantinya. Hasilnya tentu, akan menjadi referensi potret politik pada 2014 nanti. Mengingat Pemilukada DKI Jakarta kali ini adalah wujud vis a vis pemimpin transaksional koalisi partai dan pemimpin populis. Jakarta sebagai Ibu Kota tentunya praktek demokrasi yang terjadi akan mampu membius seluruh warga Indonesia untuk mengamatinya dan bagi warga DKI Jakarta selamat memilih....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun