Kegiatan pendakian gunung oleh difabel sejak lama dilakukan di beberapa tempat di Indonesia maupun luar negeri, meskipun masih sangat sedikit, itupun bersifat personal dan dengan waktu yang tidak tentu.Â
Faktor masih minimnya difabel melakukan olahraga ekstrim ini diantaranya, yang pertama merasa tidak mampu, yang kedua dianggap tidak mampu oleh orang lain, sehingga dianggap merepotkan dan membahayakan jiwa. Demikianlah stigma yang selama ini membelenggu imajinasi difabel untuk naik gunung.
Stigma? Ya, stigma adalah pandangan miring yang melekat pada difabel atau penyandang disabilitas. Stigma kerap kali hanyalah asumsi, sebab faktanya difabel, sebut saja misalnya Sabar Gorky, difabel satu kaki kelahiran Solo yang berhasil mendaki tiga dari tujuh puncak tertinggi di dunia (seven summits), sejak 2011, diantaranya Puncak Cartenz di Pegunungan Jaya Wijaya, Papua, akhir tahun 2017 lalu.
Pendaki lainnya, Arrohma perempuan asal Gresik, Jawa Timur yang kehilangan satu kakinya sebab kecelakaan, telah melalukan pendakian di beberapa gunung diantaranya Gunung Prau, Gunung Telomoyo, Gunung Andong dan Gunung Lawu.
Difabel menjawab Stigma
Stigma difabel sebagai orang yang dianggap lemah dan tidak mampu terjawab oleh fakta yang ada. Â Yaitu tak semua orang, termasuk yang menyebut dirinya utuh dan sempurna mampu dan berani melakukan olahraga pendakian gunung. Terlebih saat ini di Malang terdapat kelompok difabel pendaki gunung, namanya Tim Khusus (Timsus) Pendaki Lingkar Sosial Indonesia (LINKSOS).
Menurut penelusuran penulis, selama ini pendakian gunung oleh difabel dilakukan atas nama personal bersama beberapa pendamping.Â
Sedangkan Timsus Pendaki LINKSOS merupakan kelompok pertama difabel pendaki gunung yang terorganisasi, memiliki jadwal pendakian, membuka rekrutmen anggota bahkan memiliki Sekolah Alam untuk melatih para difabel.
Lingkar Sosial Indonesia (LINKSOS) merupakan organisasi difabel penggerak inklusi yang berpusat di Malang, Jawa Timur. Tak sulit mencari tahu informasi tentang organisasi ini, tinggak klik di google, kelompok difabel ini dikenal inovatif sehingga menarik berbagai media untuk meliput.
Lingkar Sosial Indonesia merilis tim khusus pendaki gunung setelah sukses menghantar para difabel mencapai beberapa puncak gunung dan menjelajahi perbukitan, diantaranya Gunung Wedon Lawang, Gunung Banyak, dan Gunung Butak. Â
Rilis Timsus Pendaki LINKSOS dilakukan beberapa hari setelah pendakian Gunung Butak (18/10 2020) di Posko Pendakian Gunung Wedon, Dusun Turi, Desa Turirejo, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang.
Saat ini Timsus Pendaki LINKSOS beranggotakan 15 orang, meliputi difabel dari ragam disabilitas fisik, disabilitas intelektual, disabilitas mental, serta disabilitas sensorik (netra dan tuli), serta kader Posyandu Disabilitas.
Keanggotaan bersifat terbuka
Timsus Pendaki LINKSOS merupakan bagian dari program Pokja Pemuda, divisi kepemudaan Lingkar Sosial Indonesia yang menfasilitasi pengembangan bakat dan minat anggotanya.
Rekrutmen anggota Pokja Pemuda bersifat terbuka, khususnya bagi difabel maupun non difabel yang ingin mendedikasikan waktu dan energinya untuk gerakan inklusi disabilitas.
Tidak ada batasan usia bergabung dalam pokja pemuda, dasarnya usia biologis difabel kerap kali berbeda denga usia psikologis. Pemuda dalam konteks pokja ini lebih menekankan kepada semangat juang dan komitmen pemberdayaan.
Khususnya untuk menjadi anggota Timsus Pendaki, difabel wajib mengikuti serangkaian kegiatan di rintisan Sekolah Alam Gunung Wedon, yaitu pusat pendidikan dan pelatihan (diklat) difabel pendaki gunung.
Apakah setiap difabel bisa mendaki gunung? Tentu saja tidak, bahkan kriteria bisa atau tidak bisa ini terlepas dari soal apakah seseorang memiliki disabilitas atau tidak. Â Seperti halnya olahraga lainnya secara umum, peminat olahraga ini harus siap secara fisik maupun mental.
Jika anda difabel yang berminat mengikuti olahraga pendakian gunung, bisa mencari tahu kabarnya di website LINKSOS di www.lingkarsosial.org.
Bagaimana teknik kelompok difabel mendaki gunung? Mari lihat videonya:Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H