Sebagai penggerak organisasi difabel, Lingkar Sosial Indonesia (LINKSOS) berinteraksi dengan Komisi Pemilihan Umum di masa Pemilu menjadi seperti lagu wajib, khususnya di wilayah Malang baik kabupaten maupun kota. Interaksi tersebut setidaknya dalam bentuk menghadiri acara-acara sosialisasi yang digelar KPU, dmana saat itu adalah kesempatan kami belajar soal hak politik.
Namun dari waktu ke waktu, dari Pemilu ke Pemilu, difabel nampaknya masih dihadapkan pada soal aksesibilitas sarana dan prasarana pemilu, seperti TPS yang tak memiliki template braille, tak ada ramp bagi pengguna kursi roda, sosialisasi yang minim bagi kelompok tuli dan tuna grahita dan sebagainya. Artinya, KPU penting untuk mempersiapkan pemilu yang lebih terencana dan menggandeng kelompok difabel untuk merencanakan, mengimplementasi dan mengevaluasi praktik pesta demokrasi.
Kemudian hubungan organisasi difabel dengan Bawaslu, bagi kami masih sangat minim. Dampaknya adalah sederet daftar persoalan difabel dalam pemilu yang berulang dari pemilu ke pemilu. Alasan klasik dari pengawas pemilu ini adalah tidak tahu sebab tak ada laporan masuk. Sementara masyarakat kita kerap kali terkendala bagaimana teknis mengakses layanan pengaduan yang disediakan. Persoalan lainnya adalah kecepatan birokrasi dalam mengatasi persoalan sehingga terkesan lamban. Artinya lagi, Bawaslu juga harus lebih tanggap mencermati persoalan Pemilu dan mempermudah birokrasi pelaporan dan penanganan.
Contohnya masalah ulah parpol dan kontestan politik yang gemar memasang iklan sosialisasi dengan memakunya di pohon-pohon. Mekanisme dari penanganan kasus ini adalah masyarakat menulis laporan kepada Bawaslu atau melalui panwas, lalu Bawaslu bersurat pada Parpol, Â setelah itu menunggu Parpol bertanggungjawab menindaklanjuti pengaduan.
Kesuwen alias kelamaan. Iklan-iklan parpol dan oknum kontestan politik masih tetap nempel sampai rusak, hingga paku yang tersisa dan hingga pemilu berikutnya. Pekerjaan yang tak pernah selesai.
Ayo belajar bersama!
Sudah saatnya KPU dan Bawaslu saling belajar dengan masyarakat, khsusunya terkait masalah disabilitas tentu belajarnya melalui organisasi difabel yang kompeten. Jika selama ini kami diundang dalam sosialisasi-sosialisasi KPU maupun Bawaslu untuk memperoleh pencerahan, saatnya kami diundang untuk memberikan pencerahan balik soal isu-isu disabilitas.
Tidak apa-apa instansi pemerintah belajar pada masyarakat, toh orang-orang yang ada di dalam KPU maupun Bawaslu juga berasal dari masyarakat yang lazim membutuhkan ilmu pengetahuan.
Satu kesempatan baik, gagasan KPU dan Bawaslu agar memberikan ruang kepada kelompok difabel untuk memberikan materi kesadaran disabilitas, telah kami sampaikan langsung dalam suatu pertemuan di  Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang. Tepatnya dalam Ngobrol Bareng bertajuk Peran Difabel dalam Pilbup Malang Tahun 2020 yang diselenggarakan oleh Panwaslu Kecamatan Lawang bekerjasama dengan Lingkar Sosial Indonesia (LINKSOS).
Dalam  pertemuan yang dimaksudkan untuk menngkatkan peran aktif difabel dalam pengawasan partisipatif tersebut hadir pula Muspika Lawang serta Forum Malang Inklusi dan Shelterd Workshop Peduli (SWP) Handayani, keduanya organisasi pendamping difabel di Malang.