Tujuan tulisan ini, saya mengajak pemerintah, melalui Bapak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim, untuk mengambil langkah bijak mencegah bullying/perudungan terus terjadi dan membudaya dalam dunia pendidikan.
Khususnya mohon segera selesaikan secara adil kasus bully terhadap siswi difabel di Purworejo juga kasus perudungan yang menyebabkan amputasi jari di Malang, agar tak lagi terulang kasus-kasus serupa di masa mendatang.Â
Juga mengingatkan publik tentang fungsi sekolah yang tak hanya sekedar mengejar nilai akademik sehingga melupakan penanaman budi pekerti. Salah satu langkah sederhana misalnya mengembalikan pelajaran PMP sebagai materi pelajaran sekolah. Terlebih bapak sebagai menteri baru kerap kali menyuarakan kemerdekaan dalam belajar.
Selain ilmu pengetahuan umum yang sesuai dengan kebutuhan jaman ini, tak kalah penting sebagai orang Indonesia, anak paham dan mengerti apa itu Pancasila, lalu guru di sekolah dan orangtua diluar sekolah mendorong implementasi butir-butir Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.Â
Nggak usah terlalu rumit pelajaran anak sekolah, nggak perlu full time pula mereka belajar disekolah. Beri waktu dan arahkan anak lebih berkesempatan melakukan sosialisasi dengan orangtua dan masyarakat di luar sekolah.Â
Oh ya Pak Menteri, kabar terakhir tentang kasus perudungan siswi difabel di Purworejo. Saya apresiasi Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo yang cepat turun tangan atasi masalah tersebut, namun saya tidak sepakat dengan pendapat pak Gubernur yang mendorong anak tersebut sekolah di SLB saja. Ini sama halnya semakin meminggirkan nasib anak dengan disabilitas di dunia pendidikan.Â
JIka ide pak Ganjar teralisasi yaitu ingin siswi difabel korban perudungan di Purworejo mau pindah sekolah di SLB, dikhawatirkan diskriminasi terhadap anak dengan disabilitas dalam dunia pendidikan makin kokoh terstruktur sebab diamini oleh pemangku kebijakan dan tokoh masyarakat.
Yang seharusnya dilakukan adalah mendesak lembaga-lembaga pendidikan untuk lebih inklusif atau ramah pada difabel serta memasukkan materi kesadaran disabilitas atau disability awarreness dalam kurikulum.Â
Yuk pak Menteri, saatnya kita kembalikan fungsi sekolah pada hakikat pendidikan. UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanahkan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H