Mohon tunggu...
Yafaowoloo Gea
Yafaowoloo Gea Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Pencinta Traveling, Pemerhati Wisata & Budaya Nias

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Surat dari Jepang: Kunjungan ke SD Yabukami #1 Pengenalan Budaya dan Kehidupan

6 Februari 2014   12:20 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:06 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambaran kehidupan anak-anak sekolah di daerah terpencil

"Apa makanan pokok orang Indonesia?" ?

"Kenapa prajurit itu menari sebelum pergi berperang" ?

"Apa ada buaya di sungai itu" ?

Demikianlah beberapa pertanyaan dari salah para siswa Sekolah Dasar Yabukami di Niigata Jepang pada kunjungan sekolah yang merupakan salah satu program yang difasilitasi oleh kampus tempat kami menimba ilmu di Negeri Matahari Terbit ini.

SD Yabukami yang berjarak 20 menit dengan menumpang taksi yang disediakan pihak kampus meluncur dengan pelan diantara hujaman hujan salju yang turun lumayan deras pada pagi itu. Rasa was-was kadang muncul ketika taksi tersebut melewati jalanan putih licin akibat tumpukan salju, namun sang sopir kelihatan sudah piawai sehingga dengan santai duduk menatap jalanan yang jarak pandangnya sangatlah dekat.

Ber-empat kami meluncur ke sekolah tersebut. Aku dan Dippos sesama mahasiswa linkage dari Sumatera Utara, Sudhar mahasiswa tahun kedua dari Srilanka dan sang supir yang merupakan orang Jepang. Ini merupakan kunjungan pertamaku dan Dippos ke sekolah Jepang, berawal dari iseng-iseng mengisi daftar yang tertera di depan kantor OSS (Office of Student Service)IUJ, sementara bagi Sudhar itu merupakan kunjungannya yang ke-lima.

Sesampai di pintu masuk sekolah, terlihat puluhan bahkan ratusan payung bergelantungan milik siswa dan guru tersusun rapi. Kami disambut dengan ramah oleh Ms. Akiko yang merupakan ELT (English Languange Teacher)di sekolah tersebut. Kami disilakan masuk setelah sebelumnya diminta untuk mengganti sepatu yang kami pakai dengan sandal khusus yang biasa disebutSlippers. Salah satu budaya bertamu di rumah orang Jepang adalah dengan melepaskan alas kaki kita dan menggantikannya denganslippers yang sudah disediakan oleh tuan rumah.

Slippers yang seringkali ditemui di pintu masuk rumah orang Jepang

Kami dituntun menuju aula yang terletak di lantai 2 melewati beberapa ruangan yang bersih dan tertata apik di lantai 1. Sangat sulit menemukan ruangan-ruangan yang bersih dan tertata ini di Indonesia terutama di sekolah-sekolah tingkat dasar khususnya di Pulau Nias tempat saya tinggal. Kami bertiga berdecak kagum menyaksikan kerapian, kebersihan dan keteraturan yang ada di sekolah ini. Sangat sulit menemukan sampah di sini, sangat jauh berbeda dengan keadaan di Indonesia. Sudhar, teman dari Srilanka juga meng-amini hal demikian, dia juga berujar bahwa fasilitas dan kondisi sekolah di negaranya sangat jauh di bawah level sekolah Jepang ini.

Begitu memasuki aula, kami melepaskanslippersyang kami pakai dan meletakkannya di tempat yang sudah disediakan di depan pintu masuk. Satu persatu kami melihat wajah-wajah mungil dan lucu bermunculan menenteng kursi kecil tempat duduk mereka nantinya. Jumlahnya sekitar 44 orang yang merupakan gabungan siswa kelas 1 dan 2. Dengan teratur mereka menyusun kursinya masing-masing dibantu oleh beberapa guru mereka. Siswa-siswi ini sangatlah disiplin, sekalipun mereka masih anak-anak namun sikap dan tingkah laku mereka sungguh tertib. Untuk membuat mereka tenang (diam), Ms. Akiko hanya cukup mengajak mereka menghitung sampai tiga sambil melekatkan jari telunjuk di bibir dan merekapun tenang.

[caption id="" align="aligncenter" width="464" caption="Para siswa yang duduk dengan manis di atas tempat duduknya"]

Para siswa yang duduk dengan manis di atas tempat duduknya
Para siswa yang duduk dengan manis di atas tempat duduknya
[/caption]

Setelah kami diperkenalkan secara singkat oleh Ms. Akiko, kami disilakan untuk melanjutkan perkenalan tentang negara asal dan gambaran kehidupan sekolah dasar di masing-masing negara asal kami. Aku memulainya dengan menggunakan slide power point yang telah kusiapkan beberapa hari sebelumya. Dalam slide awal tersebut aku memperkenalkan tentang peta Indonesia, warna bendera, jumlah pulau dan bahasa.

[caption id="" align="aligncenter" width="423" caption="Saat menunjukkan letak negara Indonesia kepada para siswa"]

Saat menunjukkan letak negara Indonesia kepada para siswa
Saat menunjukkan letak negara Indonesia kepada para siswa
[/caption]

Hal pertama yang lucu adalah ketika menunjukkan peta tersebut kepada para siswa dan bertanya apakah ada yang tahu dimana Indonesia itu berada, tak satupun yang tahu. Dalam hati membatin, mungkin Indonesia bukanlah sesuatu hal yang menarik bagi anak-anak Jepang seusia mereka. Mungkin nama Indonesia-pun baru saja mereka dengar, apalagi kalau aku tanyakan tentang Pulau Nias yang hanya sebesar titik di dalam peta yang bahkan orang Indonesia sendiri-pun masih banyak yang tidak tahu dimana Puau Nias itu berada.

Saat menunjukkan tentang atraksi budaya dan tarian Indonesia pada slide berikutnya, anak-anak tersebut semakin serius dan asyik memperhatikan. Beberapa foto jenis tarian yang kupajang di slide tersebut adalah Tari Kecak, Tari Saman, Reog, Tari Merak, Tari Selambir Delapan dan pastinya tidak ketinggalan Tari Perang dan Tari Moyo dari Nias.

Dilanjutkan dengan slide yang berisi Foto-foto pesona dan potensi wisata yang ada di Pulau Nias. Tanpa dikomando, para siswa hampir serentak mengucapkan "woouuuww" ketika melihat foto-foto objek wisata bahari Nias yang merupakan koleksi ketika berwisata di Nias bersama Indri Juwono, Melania, Fadi dan SanSan bulan juni 2012 yang lalu, serta sebagian diambil dari foto teman kerja di Dinas Pariwisata Kebudayaan Pemuda dan Olahraga Kota Gunungsitoli.

[caption id="" align="aligncenter" width="461" caption="Foto-foto yang membuat para siswa terkagum"]

Foto-foto yang membuat para siswa terkagum
Foto-foto yang membuat para siswa terkagum
[/caption]

Memasuki slide tentang gambaran kehidupan sekolah dasar, aku mengajak para siswa menyaksikan bagaimana perjuangan anak-anak sekolah khususnya di daerah terpencil (termasuk di Nias) yang harus melewati berbagai rintangan dan bahkan bertarung melawan maut untuk dapat bersekolah. Bagaimana anak-anak pergi ke sekolah tanpa alas kaki, memakai daun pisang sebagai ganti payung ketika hujan, menempuh jarak yang jauh dan bahkan kadang bermandi lumpur, belajar di ruang kelas yang tidak layak, tidak memiliki waktu bermain karena sepulang sekolah harus membantu orang tua bekerja. Namun di atas itu semua mereka tetap bersemangat dan tak pernah mengeluh. Semua itu aku pilihkan kepada mereka dengan pesan dan tujuan agar mereka harus tetap bersyukur dengan kondisi yang mereka miliki saat ini karena apa yang mereka rasakan sangat jauh lebih baik dibanding anak-anak sekolah di daerah terpencil tersebut.

[caption id="" align="aligncenter" width="461" caption="Gambaran kehidupan anak-anak sekolah di daerah terpencil"]

Gambaran kehidupan anak-anak sekolah di daerah terpencil
Gambaran kehidupan anak-anak sekolah di daerah terpencil
[/caption]

Slide tersebut diharapkan mampu menggugah anak-anak di Jepang agar mereka mengenal bahwa masih banyak anak-anak di belahan dunia sana yang mengalami kesulitan dan harus berjuang dengan susah payah agar dapat bersekolah. Respon Ms. Akiko semakin menguatkan dan membenarkan hal tersebut.

"sangat baik mengenalkan sisi lain dari kehidupan dan dunia pendidikan kepada anak-anak sehingga mereka dapat menangkap pesan moral yang ada di dalamnya serta mensyukuri setiap hal yang mereka dapatkan dalam kehidupannya"Ujar guru bahasa Inggris (ELT) yang sempat 10 tahun tinggal di Inggris dan saat ini mengajar bahasa Inggris di beberapa sekolah dasar di Niigata ini.

Jawaban para siswa ketika ditanyakan apakah mereka mau menjalani hal seperti itu (saat melihat foto anak-anak sekolah yang meniti tali melewati jembatan). Salah satu siswa langsung dengan semangat berdiri dan berseru "mauuuu" (tentunya dalam bahasa Jepang yang diterjemahkan oleh gurunya). Mungkin menurut sebagian anak-anak ini hal tersebut merupakan petualangan yang mengasyikkan bagi mereka dan layak untuk dicoba, namun bagi anak-anak di Indonesia merupakan perjuangan melawan maut karena tak ada lagi pilihan.

Sebelum mengakhiri slide, aku memutarkan cuplikan video atraksi lompat batu dari Nias serta tari perang yang kudownload dari Youtube. Setidaknya mereka bisa mengenal dan mengingat bahwa ada tempat yang indah di sebuah pulau kecil yang tidak terkenal bernama Nias di Indonesia sana dengan atraksi lompat batu dan tari perangnya. Semoga ketika mereka besar nanti diantara mereka ada yang bisa menapakkan kaki di Pulau Nias dan menyaksikan secara langsung apa yang selama ini hanya mereka lihat di foto dan video saja.

Saat sesi presentasi berakhir anak-anak diberikan kesempatan untuk bertanya. Banyak sekali yang mengangkat tangan untuk mencari jawaban atas rasa penasaran mereka yang mendera dada. Rata-rata pertanyaan mereka sangat kreatif, antara lain:

"Apa makanan pokok orang Indonesia?" ?

"Kenapa prajurit itu menari sebelum pergi berperang" ? (merujuk pada tari perang Nias)

"Apa ada buaya di sungai, apa ada yang dimakan buaya"? (Merujuk pada foto saat anak-anak menyeberang sungai)

"Bagaimana kalau mereka jatuh dari tali itu"(Foto saat anak-anak meniti tali penyeberangan)

"Bagaimana dengan persediaan air bersih, apa susah didapatkan, bagaimana kondisi toilet di sekolah"?

Masih ada beberapa lagi anak yang tidak memiliki kesempatan untuk bertanya karena keterbatasan waktu. Setiap pertanyaan kujawab dengan sesederhana mungkin yang bisa dimengerti oleh anak-anak seusia mereka tanpa menutupi fakta yang sebenarnya, temasuk untuk jawaban terakhir tentang toilet. Aku menyampaiakan kepada mereka bahwa kondisi toilet di sekolah-sekolah (khususnya SD di daerah terpencil) di Indonesia sangatlah buruk, diharuskan untuk menutup hidung saat masuk kesana. Masih mending yang ada toiletnya, malahan dibeberapa tempat yang ada hanyalah WC berjalan alias harus ke semak-semak atau di balik pohon untuk membuang hajatnya seperti halnya dulu ketika aku masih sekolah dasar.

[caption id="" align="aligncenter" width="472" caption="Foto bersama para siswa"]

Foto bersama para siswa
Foto bersama para siswa
[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun