Kalau bicara tentang pulau Asu, pasti akan banyak yang langsung berpikir tentang anjing dan penyakit rabiesnya. Memang pikiran tersebut tidaklah salah karena dalam bahasa Jawa, Asu secara harafiah diartikan sebagai anjing, dalam bahasa daerahku di Nias Asu juga memang sebutan untuk binatang peliharaan ini. Namun kali ini saya bukan membahas tentang fauna atau penyakit rabies yang belakangan ini santer dibicarakan karena saya memang bukan ahlinya di bidang itu. Yang mau saya bahas adalah tentang pesona keindahan pulau kecil yang bernama pulau Asu yang terletak di sebelah barat pulau Nias di ujung barat pulau Sumatera.
Waktu saya masih kecil, saya sering mendengar orang-orang disekitar saya menyebutkan tentang pulau Asu dan waktu itu saya berpikir bahwa pulau itu pasti dihuni oleh anjing-anjing liar sebangsa serigala dan pastinya itu akan sangat menyeramkan. Setiap kali saya mendengar orang menyebutnya, saya pasti akan langsung sembunyi dengan perasaan ketakutan.
Namun, setelah kesana dan melihat langsung betapa indah pantainya yang berpasir putih bak kemilau kulit putri keraton serta air lautnya yang sangat jernih membiru yang menggurat lukisan sang pencipta, ketakutan itu sirna seketika dan berganti dengan kekaguman yang tiada tara. Jujur aku mengatakan bahwa aku langsung jatuh cinta pada saat pandangan pertama kepada pulau ini…
[caption id="attachment_152353" align="aligncenter" width="300" caption="(dokumentasi pribadi)"][/caption]
Aku bukan hanya jatuh cinta dengan pulau dan keindahan alamnya saja, tetapi juga jatuh cinta dengan kenangan yang terjadi di sana karena di sanalah bunga-bunga cinta bersemi dan bersambut dengan si dia yang kini sering kupanggil SayQ sebagai panggilan sayangku padanya. Namun, kisah asmara di pulau Asu tersebut akan saya bahas dalam cerita berikutnya. Kali ini saya akan mengupas sedikit tentang keindahan pulaunya saja. Saya harap para pembaca tidak kecewa karena kisah asmaranya tidak dimuat di sini, tunggulah ceritanya di kisah-kisah saya berikutnya ya.
Dulunya pulau Asu ini sangat terpencil dan jarang sekali orang yang mengenal dan datang ke sana. Namun setelah gempa yang meluluh-lantakkan Nias pada bulan Maret tahun 2004 yang lalu, nama pulau Asu ini melambung menjadi terkenal karena pulau ini menjadi pilihan favorit bagi para pekerja sosial (khususnya para relawan asing) yang bekerja di NGO (LSM asing) untuk menghabiskan liburan akhir pekannya
[caption id="attachment_152356" align="aligncenter" width="300" caption="Putihnya butiran pasir di pantai itu menyatu dengan air laut yang membiru (foto: dokumentasi pribadi)"][/caption]
Untuk bisa sampai ke Pulau Asu, dari kota Gunung Sitoli atau pelabuhan udara Binaka bisa ditempuh selama 1,5-2 jam dengan menggunakan mobil atau sepeda motor ke Sirombu, dan dari Sirombu kita bisa menyebrang ke pulau Asu bisa dengan menggunakan kapal reguler ataupun speed boat yang dapat ditemukan di sepanjang pantai yang disewakan oleh para penduduk sekitar. Kalau menggunakan kapal regular, bisa memakan waktu sekitar 3-4 jam untuk sampai ke pulau Asu karena kapal tersebut akan membawa kita singgah sebentar di pulau-pulau kecil di sekitar pulau Asu untuk menurunkan penumpang. Sementara bila kita ingin cepat-cepat sampai ke pulau Asu, kita bisa langsung menyebrang menggunakan speed boat yang hanya memakan waktu sekitar 1 jam saja namun ongkosnya pastinya lebih mahal dari kapal regular.
Pertama kali saya ke sana pada bulan Desember tahun 2007 bersama dengan beberapa orang teman yang berasal dari Jerman, Albania dan Swiss. Satu orang merupakan rekan kerja di sebuah NGO, sementara yang lainnya adalah relawan dan para mahasiswa magang (termasuk di dalamnya si SayQ). Kunjungan pertama tersebut merupakan suatu perjalanan yang sangat menyenangkan dan takkan terlupakan karena didukung juga kisah asmara yang bersemi di sana kala itu.
Saya masih ingat sambutan makan malam yang diberikan oleh mama Silvy pemilik cottage yang kami tempati dengan menu udang Lobster yang baru saja ditangkap oleh penduduk di sana pada sore harinya. Udang lobster yang masih segar dan besar-besar yang membangkitkan selera makan dan memaksa kami melahapnya sampai habis hingga kekenyangan dan bahkan ada teman yang sudah hampir tak bisa bergerak lagi akibat kekenyangan karena terjebak kenikmatan sang Lobster.
Sedikit informasi bahwa Pulau Asu ini merupakan pulau kecil yang luasnya hanya kurang lebih 18 km2, yang berpenghuni tetap sekitar 30 kepala keluarga saja. Kita dapat berkeliling pulau ini hanya dalam beberapa jam dengan jalan kaki saja saking kecilnya. Bila ke sana, jangan berpikir bahwa akan menemukan kendaraan ataupun hotel dengan fasilitas mewah, yang kita temukan hanyalah beberapa fasilitas berupa beberapa komplek cottage sederhana saja dimana masing-masing komplek terdiri dari 5-6 unit rumah panggung, warung ataupun rumah makan yang menyediakan makanan untuk para wisatawan serta tempat menyewa perahu untuk memancing di tengah laut. Kebetulan pada kunjungan kami waktu itu kami menginap di cottage milik mama Silvy yang merupakan salah satu pemilik cottage dan rumah makan di sana. Orangnya sangat ramah, yang merupakan tipikal orang Nias kebanyakan.
[caption id="attachment_152361" align="aligncenter" width="300" caption="sekalipun dari luar kelihatan seperti gubuk reyot, tapi di dalamnya sudah tersedia ranjang dengan kasur yang empuk dan juga fasilitas kamar mandi pribadinya. (foto: doc. Pribadi)"][/caption]
Tapi, sekalipun tempatnya sederhana dan jauh dari segala macam kemewahan, kombinasi pemandangan pantai yang berpasir putih dan air laut yang saja jernih bak lukisan, serta situasi yang tenang, nyaman, dan keramahan warga setempat memiliki daya tarik tersendiri yang membuat kita betah tinggal berlama-lama di pulau ini.
Di pulau ini, kita dapat melakukan berbagai aktivitas, mulai dari berjemur di pantai, berenang, tracking keliling pulau, memancing, hingga surfing. Kita juga dapat berjalan-jalan mengitari Pulau Asu dengan berjalan kaki mengikuti garis pantai. Di sepanjang jalan kemungkinan kita akan menemukan daun subang-subang (scaveola tacada), penduduk lokal menyebutnya daun rafe-rafe. Daun ini termasuk sulit ditemukan di tempat lain dan berfungsi sebagai obat anti diabetes. Ataupun kalau sudah lelah jalan-jalan, kita bisa duduk-duduk di tepian pantai sembari menikmati senja, saat matahari yang berada di ufuk barat secara perlahan tenggelam ke dasar laut.
[caption id="attachment_152359" align="aligncenter" width="300" caption="Perahu-perahu yang siap membawa anda untuk berlayar lebih jauh lagi ke tengah laut baik untuk memancing maupun hanya sekedar untuk bermain air saja (foto: doc. pribadi)"][/caption]
Sebuah cerita lucu dari teman-teman relawan asing lain yang juga pernah kesana, tentang kisah melihat matahari senja yang terbenam di ufuk barat ini. Karena penginapan berada di sisi pulau sebelah timur yang berarti harus berjalan kaki ke sisi barat pulau untuk melihat pendar matahari terbenam dengan menembus pepohonan dengan melewati jalan setapak. Ceritanya ada teman mereka (sepasang kekasih yang dua-duanya relawan asing) yang mungkin karena keasyikan menikmati romansa matahari terbenam sehingga memisahkan diri dari rombongan dan tidak menyadari bahwa malam sudah turun sehingga akhirnya mereka tersesat tidak tahu jalan pulang dan terpaksa menginap di sana (mungkin di semak-semak atau bisa juga di atas batu karang beralaskan kain sarung ala Surti Tejo karena mereka tidak membawa persediaan apa-apa sebelumnya). Yang paling tidak beruntungnya, mereka tidak membawa telpon seluler mereka sehingga tidak bisa menghubungi dan dihubungi, atau bisa jadi mereka sudah punya niat untuk tidak bisa diganggu kali ya…sehingga besoknya ketika mereka pulang mereka membawa wajah yang pucat pasi karena menahan dingin (mungkin mereka sudah kehabisan akal dan capek untuk cari kehangatan) dan juga kulit yang penuh dengan bentol-bentol merah akibat nyamuk-nyamuk nakal yang kelaparan yang ikut mencicipi darah yang bukan perawan milik mereka. Mau bilang apalagi karena mereka sudah terlanjur terbuai dalam pesona matahari senja sehingga lupa pulang……..
[caption id="attachment_152370" align="aligncenter" width="300" caption="Tidak lengkap rasanya kalau tidak sambil berjemur menikmati sinar matahari petang untuk mendapatkan warna kulit yang eksotis, tapi tetap saja pemandangannya takkan bisa lepas dari pelupuk mata"][/caption]
Di pantai pulau Asu ini kita dapat berjemur, berenang, menyelam, atau hanya sekadar bermain-main saja. Air lautnya sangat jernih sehingga sangat bagus untuk snorkeling atau diving. Di sana juga bisa ditemukan terumbu karang yang penuh dengan spesies ikan yang unik, lucu dan berwarna-warni, dan kalau kita beruntung kita dapat melihat penyu, cumi-cumi, lobster dan bahkan segerombol lumba-lumba yang berenang malu-malu di permukaan air. Sedangkan bagi yang suka berselancar, pantai pantai sebelah barat yang berhadapan langsung dengan laut lepas merupakan tempat yang tepat karena ombak di tempat ini bisa mencapai ketinggian 3–8 meter, sehingga sangat bagus untuk berselancar. Namun perlu diingat juga bahwa harus ekstra hati-hati, karena di beberapa tempat pantai ini memiliki karang-karang yang tajam.
Sayang sekali kunjungan ke sana hanya sebentar saja (dua hari satu malam) sehingga masih belum puas rasanya mengeksplor pulau ini lebih dalam lagi. Ingin rasanya kembali ke sana dan menikmati semua keindahan yang ada di sana.
[caption id="attachment_152373" align="aligncenter" width="300" caption="Sambil menikmati pemandangan pantai dan laut, kita juga bisa mencari pernak-pernik kulit kerang di sepanjang pesisir pantai (foto: doc. pribadi)"][/caption] Beberapa tips kalau ke Pulau Asu: 1. Persiapkan rencana, dana dan waktu liburan yang matang karena ke sana tidak puas rasanya kalau hanya 1 atau 2 hari saja. Kalau bisa tinggal satu bulan saja di sana biar lebih puas 2. Kalau mau melihat matahari terbenam bersama pasangan anda di sana, tidak dianjurkan dengarkan lagu “Surti Tejo”, serta jangan lupa bawa senter, telpon seluler serta pasang alarm agar ada yang mengingatkan kalau sudah keasyikan menikmati sunsetnya. Salam Kompasiana Silakan juga baca tulisan lainnya di
- Kemarin Ariel dan Peterporn, Hari Ini Bule vs Indo, Asli dan Bukan Rekayasa
- Kisah Lucu Dianggap Sebagai Perempuan Cerewet di Warnet
- Aku Produk Aborsi Gagal Ibuku
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H