[caption id="attachment_353385" align="aligncenter" width="300" caption="Salah satu motif batu akik Panca Warna Nias (Sumber FB: Batu Akik Pulau Nias)"][/caption]
Maraknya demam batu akik di Indonesia belakangan ini telah merambah hingga ke pelosok negeri, termasuk di Kepulauan Nias yang terletak di bagian barat pulau Sumatera. Hampir di setiap pinggir jalan di Kota Gunungsitoli dipenuhi oleh pengrajin batu akik yang dikerumini oleh para pecinta batu akik, baik untuk menambah koleksi, menempah maupun hanya sekedar melihat-lihat. Pemandangan ini menjadi sebuah hal yang baru muncul di kota Gunungsitoli beberapa bulan terakhir ini. Termasuk melihat jemari para PNS yang dipenuhi oleh jejalan cincin dengan batu berbagai bentuk, mulai dari yang polos warna-warni hingga bermotif.
[caption id="attachment_353386" align="aligncenter" width="300" caption="Salah satu pengrajin batu akik di Kota Gunungsitoli (Foto: Irwan H. Telaumbanua)"]
Demam batu akik ini membuka mata pencaharian yang baru bagi masyarakat Nias, baik itu sebagai pengumpul, penjual hingga pengrajin. Banyak diantara mereka yang awalnya bekerja sebagai petani karet beralih profesi menjadi penjual atau pengumpul batu akik, seiring merosotnya harga jual karet di Pulau Nias. Ada dua tempat asal batu Akik Nias yang menjadi sumber pengumpulan batu dengan berbagai motif yang unik ini, yakni Sungai Muzoi dan Sungai Mida yang keduanya terletak di Kabupaten Nias Utara. Sudah menjadi hal umum di pinggiran jalan di Kota Gunungsitoli saat ini melihat puluhan pedagang menggelar bebatuan berbagai ukuran yang beralaskan karung ataupun kantongan plastik menunggu para pembeli. Biasanya harga batu akik yang belum jadi ini mulai dari Rp. 50,000 hingga ratusan ribu rupiah, tergantung motif dan bentuknya, namun bila sudah digosok atau dibentuk harganya bisa mencapai ratusan hingga jutaan rupiah.
[caption id="" align="aligncenter" width="480" caption="Para penjual batu akik di Nias (Sumber RRI Gunungsitoli)"]
Hal yang fenomenal yang terjadi belakangan ini, batu akik Nias tidak hanya dijual per buah atau per kilo melainkan sudah dijual per karung. Seperti yang dikutip oleh penulis dari status facebook Agus H. Mendrofa yang merupakan pemilik Hotel Miga Beach dan juga salah satu kolektor batu akik di Kota Gunungsitoli.
"Wah gara2 demam Batu Akik skrg bukan lagi jualnya perbuah... tapi perkarung dijual dgn harga 100-200rb borong2an istilah mereka pedagang batu yg datang dari Botomuzòi, Alasa dll di Kepulauan Nias. Diperkirakan sudah ribuan Karung dikirim keluar Nias. Satu waktu habis deh batu2 cantik itu. Miga juga gak ketinggalan dah nyimpan lebih 20 karung buat pajangan aja."
[caption id="attachment_353388" align="aligncenter" width="300" caption="Batu Akik Nias yang dibeli per karung di Miga Beach Hotel (Foto Doc. Agus H. Mendrofa/ FB)"]
Selain dampak positif terhadap meningkatnya perekonomian masyarakat atas tingginya animo masyarakat terhadap batu akik ini, perlu juga diperhatikan dampak negatifnya yakni eksploitasi batu akik Nias secara berlebihan tanpa kendali dan regulasi ini yang ke depannya ditakutkan menjadi ancaman bagi kelestarian lingkungan dan juga ancaman habisnya bebatuan akik Nias ini di masa mendatang. Memang tidak dapat dipungkiri efek dilematis dari meningkatnya kegemaran akan batu akik ini. Di satu sisi dapat meningkatkan perekonomian dan di sisi lain ancaman pada alam.
Cerita miris namun nyata dari demam batu akik ini yang saya dengar dari salah seorang sumber yang bisa dipercaya bahwa hanya karena kegemaran akan batu akik, teman kerjanya rela menggunakan uang yang diperuntukkan untuk membeli susu anaknya yang alhasil sang anak menangis semalaman karena tidak minum susu. Esok harinya sang rekan kerja kembali menjual batu akiknya dengan harga murah sekaligus dengan wajah memelas. Entah berapa orang yang mengalami hal serupa, yang uang untuk kebutuhan keluarga secara tidak sadar terpakai untuk membeli batu akik ini.
Marilah bijak dalam memanfaatkan hasil alam. Apakah anda juga merupakan salah satu penggemar batu akik? Sayangnya, penulis tidak termasuk di dalamnya, saya masih senang merasakan jemari ini polos tanpa pernak-pernik. Semoga tidak sampai ketularan demamnya :-)
Oleh:
Yafaowoloo Gea, SS., M.Sc., M.A.
Staf Dinas Pariwisata Kebudayaan Pemuda dan Olahraga Kota Gunungsitoli,
Pemerhati Wisata dan Budaya Nias, serta pengelola page Go Nias
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H