Ikhwanul Muslimin atau IM merupakan sebuah organisasi islam moderat yang berideologikan sunni, dan termasuk kedalam golongan Ahlussunnah Wal jama’ah(ASWAJA). Meskipun pada dasarnya IM adalah organisasi pergerakan islam yang berideologikan sunni, namun pada perkembangannya, IM terbagi atas dua sisi arus yang sama-sama deras. Arus ini kemudian memberikan wajah baru bagi corak perkembangan IM pada masa-masa setelahnya kelak.
Didalam tubuh IM, para kader terbagi atas dua pemahaman yang kuat, dimana di masing-masingnya terdapat juga tokoh yang tentunya dihormati dan memiliki peran penting dalam perkembangan IM pada masanya. Meskipun tidak kemudian menjadikan IM terpecah, tapi setidaknya dengan adanya dua arus kuat ini mampu merubah atau paling tidak memberi corak pada model pergerakan IM berikutnya.
Dua arus yang dimaksud adalah, dua arus yang masing-masing ditokohi oleh Ismail Hasan Al Hudaiby, dan Sayyid Qutb. Dua tokoh ini memiliki pandangan yang berbeda dalam bagaimana seharusnya IM bersikap dalam menanggapi permasalahan-permasalahan yang dihadapi IM pada saat itu. Keduanya terbagi atas dua sikap yang berbeda, yaitu Moderatisme Hasan Al Hudaibhy, dan radikalisme Sayyid Qutb. Keduanya adalah produk zaman yang melihat permasalahan yang dihadapi IM dengan perspektif yang berbeda namun sejatinya memiliki tujuan yang sama.
Berikut adalah dua arus utama pemikiran didalam tubuh IM.
- Moderatisme Ismail Hasan Al Hudaibhy
Ismail Hasan Al Hudaibhy adalah mursyid Aam IM pasca syahidnya Imam Imam Hasan Al Banna, Beliau memimpin Ikhwanul Muslimin terhitung sejak tahun 1949-1972. Kepemimpinan Ismail Hasan Al Hudaibhy terkenal dengan sikap moderatnya, dan menentang pemikirian radikal rekannya Sayyid Qutb yang didukung oleh kelompok pemudah IM.
Ismail Hasan Al Hudaibhy sebagai Mursyid Aam IM meletakkan landasan dasar moderasi menjadi titik balik perubahan sikap politik IM yang tadinya sempat dipengaruhi oleh pemikiran radikal Sayyid Qutb. Ismail Hasan Al Hudaibhy dengan tegas mengkritik habis fundamen teologis pemikiran takfirisme, karena dianggapnya mewarisi semangat Khawarijisme yang bertentangan dengan pemikiran Ahlussunnal Wal Jama’ah.
Hudaibhy sebagai Mursyid Aam IM pada masa setelah Imam Imam Hasan Al Banna lebih memilih menempuh jalan moderat yang menurutnya sesuai dengan cita-cita awal pendiri IM yaitu Imam Imam Hasan Al Banna. Â Dalam konteks ini, Hudaibhy bukanlah seorang teoritikus yang mencoba memformulasikan pandangan moderasi IM, namun beliau adalah seorang praktisi yang bangkit dari laboratorium hidup kegetiran karena pendirian dan sikap politiknya.
Yang pada kesimpulannya, sikap moderat Ismail Hasan Al Hudaibhy merupakan langkah konkrit yang menurutnya harus IM ambil terutama untuk mempertahankan esksitensi IM dari gempuran-gempuran elit politik yang menganggap IM sebagai sebuah ancaman. Sehingga sikap moderatisme yang diambil sebagai acuan pada generasi IM sepeninggalnya kelak.
- Radikalisme Sayyid Qutb
Pemikiran radikal Sayyid Qutb merupakan akumulasi sikap yang diakibatkan oleh perilaku pemerintah yang represif dan dinilai tidak adil terhadap IM, apalagi kemudian ketika banyaknya kader IM yang dipenjarakan bahkan dibunuh pada masa pemerintahan Gama Abdel Nasser. Pemikiran radikal Sayyid Qutb banyak mendapat dukungan dari kalangan pemuda yang memang pada saat itu sangat merindukan kehadiran sosok pemimpin yang heroik, dan bisa mengembalikan harkat dan martabat masyarakat muslim, dan itu dilihat ada pada pemikiran yang ditawarkan oleh Sayyid Qutb.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa pemikiran Sayyid Qutb dianggap berafiliasi dengan pemahaman Khawarij, dan menggunakan takfirisme bagi mereka-mereka yang telah scara terang-terangan menindas, dan bekerja sama dengan barat. Tapi pada dasarnya antara pemikiran Hudaibhy dan Sayyid Qutb memiliki tujuan yang sama yaitu untuk menerapkan hukum dengan berlandaskan pada hukum Allah SWT.
Bagaimanapun pemikiran Sayyid Qutb tidak pernah digunakan dalam struktural IM dari masa ke masa, akan tetapi pemikiran Sayyid Qutb masih terus dijadikan sebagai referensi dalam pendidikan bagi para kader-kader IM.
Demikianlah Battle of Ideasyang terjadi didalam tubuh IM yang kemudian membagi IM kedalam dua arus yang masing-masing saling berlawanan. Akan tetapi meskipun demikian, secara struktural masih tetap solid dan terus melakukan perjuangan yang berlandaskan kepentingan persaudaraan sesama muslim.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H