Mohon tunggu...
jaucaw
jaucaw Mohon Tunggu... Lainnya - pelajar

mas-mas pada umumnya

Selanjutnya

Tutup

Diary

Konfigurasi Syukur

21 Agustus 2023   13:31 Diperbarui: 21 Agustus 2023   13:33 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar layar akun tumblr @ruangkerjau

Sering gak sii orang bilang "disyukuri saja" terhadap hal-hal yang sebenarnya tidak sesuai dengan harapanmu. Atau kata orang lain lagi "syukuri sajaa, banyak orang yang ingin berada di posisimu sekarang".

Begini teman-teman, menurut saya bersyukur itu susah. Apalagi untuk perihal yang diluar harapan kita walau baik. However, ini perintah Tuhan. Wasykuruli walaa takfuruun, kata-Nya. Perintah Tuhan nyatanya selalu murah namun tidak selamanya mudah, meskipun Dia memberikan waktu untuk berbenah.

Jujur saja, jika ada hal yang menimpamu tidak sesuai harapan apakah kamu seikhlas itu untuk bersyukur? Perjalanan untuk ikhlas pun tidak mudah, bukan?

Mulanya, saya selalu tidak sepakat dengan kata lingkungan saya "syukuri sajaa, banyak orang yang ingin berada di posisimu sekarang".  Terlepas dari motif orang bilang seperti itu yang saya tidak tahu, penangkapan saya selalu berbuah pertanyaan, 'apakah bersyukur itu harus didasari perbandingan dengan keadaan orang lain?'. Mengapa kejam sekali? Karena sejak dulu saya tidak suka dibandingkan.

Setelah saya diam tapi jelalatan kemana-mana, akhirnya saya menemukan standing point bahwa inilah yang dinamakan proses. Proses menuju hakikat syukur yang paripurna.

Semacam hukum alam, perjalanan  dalam memahami hidup memang butuh waktu yang kadang juga harus dihantam oleh beringasnya keadaan dulu. Dari yang bilangnya Alhamdulillah tapi dihatinya gerundel, bersyukur dengan melihat kondisi yang tidak lebih baik dari kondisinya, kemudian bersyukur yang memang tulus baik dzahir maupun batinnya.

Saya dulu sangat sinis saat disuruh bersyukur dengan cara membanding-bandingkan. Saya bilang 'level syukurku tidak secetek itu?' akan tetapi, setelah ngrogoh ati, ternyata saya yang lebih kejam dengan bilang seperti itu. Kenapa? Karena saya menghakimi perjalanan seseorang dan pada saat yang sama saya merasa ada di satu level diatasnya. Ah, jumawa sekali.

Penghakiman adalah bentuk kekejaman yang sangat. Sebab, sesama makhluk kita nggak berhak sama sekali untuk menghakimi keadaan orang lain. Sebab, terlalu banyak sisi yang tidak kita ketahui terhadap keadaan seseorang.

Jadi, bersyukurlah entah bagaimanapun caramu, karena itu adalah bentuk sikap legowo dalam melalui terjalnya kehidupan ini. Jangan takut, tidak ada yang layak menghakimimu kecuali Dia. Ingat, la in syakartum la aziidannakum. Semakin bersyukur, maka akan ditambahkan oleh-Nya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun