Perubahan format yang terjadi saat mengupload tulisan di platform ini, telah menyadarkan saya bahwa ternyata sudah lama sekali saya tidak berkunjung dan menorehkan isi kepala di platform ini.
Sebenarnya, sudah lama sekali saya ingin berkunjung. Akan tetapi, saya sudah lupa dengan password akun ini dan sudah terlebih dahulu suudzhon kalau akun saya hilang ditelan bumi. Tetapi untungnya tidak.
Laptop saya jauh lebih cerdas dan pengertian, yang dengan otomatis masih menyimpan passwordnya. Tak banyak bicara, sat-set wat-wet akhirnya yes! Saya dapat berkunjung lagi di istana usang yang telah lama ditinggal ini.
Halo teman-teman. Setelah berbahagia karena dapat masuk ke akun ini lagi, sekilas saya membaca tulisan-tulisan saya yang dulu. Aih, sedikit illfeel. Dalam hati bilang, kamu kok pede boneng. Tulisan jelek alay gak jelas gini kok kamu up di media sebesar Kompasiana.
Tapi yah, tak apalah. Bang Pandji bilang, gausah khawatir sama karya awal yang jelek. Karena Pasti Jelek. Semua ada lika-likunya pasti. Tapi disini saya mau share, tentang kenapa anda memang  harus menulis tentang apapun itu.
Sejauh ini, saya menangkap dari kolega, dan teman-teman yang berpandangan bahwa menulis itu harus resmi, ilmiah dan lain-lain yang berbau formal sekali. Sehingga ini melahirkan dogma bahwa menulis itu sulit. Namun mereka lupa, bahwa cerpen itu tulisan. Novel itu tulisan. Puisi itu tulisan. Lha kalau cerpen, novel, puisi  itu formal.. yaaa gimana yo. Saya pikir feelnya ndak dapet.
Baik. Jadi gini teman-teman. Menulis itu kegiatan yang hingga hari ini menimbulkan dikotomi umat. Sebelah bilang menulis itu sulit, nggak gaul, dan lagian sekarang manifestasi karya sudah banyak sekali, videografi, fotografi dan lain-lain.
Tapi sebelah yang lain juga bilang kalau menulis itu kegiatan yang menyenangkan, menulis adalah sarana untuk menuangkan kegundahan rasa, menulis itu mengolah perasaan dan lain-lain.
Ya monggo lah. Anda-anda mau berada di ring sebelah mana. Yang jelas pergulatan antara keduanya masih sengit hingga detik dimana tulisan ini saya ketik. Tapi di posisi ini saya tegaskan bahwa anda memang harus menulis. Apapun itu, harusnya ditulis.
Pada kesempatan yang lain saya sempat menyesal. Benar-benar menyesal karena saya tidak pernah menulis buku harian, meskipun itu satu. Ya wajar lah, pada saat itu saya mengumpulkan kertas binder harvest hanya sebagai koleksi dan saat itu ndak ada fitur story di handpone Nokia 3315 yang pernah saya pegang.
Hari ini, buku harian tidak harus berbentuk buku. Status WA, Instagram, Facebook memberikan fasilitas yang cukup untuk menceritakan kehidupan anda, disamping untuk melatih otot tangan dan kehalusan dalam menulis. Ini memang harus dilatih sejak awal. Sungguh banyak quote-quote indah yang memotivasi untuk menulis, karena hal ini bias membuahkan koin dan poin.
Salah satu kisah, saya punya teman yang sebenarnya biasa saja. Karena terlalu sering membuat status media social berupa tulisan indah, kemudian saya sarankan untuk membukukannya. Tidak lama setelah karyanya lahir, ia sering diundang kesana kemari untuk menceritakan isi bukunya. Ini adalah poin. Selain itu, koin dia hasilkan dari penjualan bukunya yang relative cepat.
Tidak ada kerugian dengan menulis. Lakukan saja. Pasti jelek. Tapi itu bisa diperbaiki seiring tingginya jam terbang anda dalam menulis. Hari ini fasilitas sudah sangat mendukung. Gunakan fitur media social dengan bijak. Saya sangat respect dengan teman-teman yang menuliskan idenya dalam bentuk puisi atau yang lain di status media sosialnya. Saya sangat suka membacanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H