"Mbak...saya bosan dipotret terus..."
Itulah ungkapan salah seorang pengungsi korban bencana letusan Gunung Kelud yang ditampung di SDK Sang Timur Kota Batu. Ungkapan tersebut terucap saat salah satu biarawati akan memotret Ibu tersebut. Mendengar itu, biarawati tersebut langsung mengurungkan niatnya dan meminta maaf. Tentunya ungkapan "Mbak...saya bosan dipotret terus..." tidak sekedar ungkapan spontan, namun sang Ibu merasa dirinya sudah dijadikan obyek gratis bagi para penggemar fotografi, atau yang hanya sekedar iseng memotret sana-sini untuk dijadikan bahan update status di sosial media.
Bagi mereka yang berprofesi sebagai wartawan, memang sudah seharusnya menampilkan informasi yang nyata kepada masyarakat tentang situasi dan kondisi dari sebuah peristiwa, tujuannya agar masyarakat mengetahui gambaran peristiwa sebenarnya, itu pun sang wartawan tetap harus memegang kode etik jurnalisme agar apa ditayangkan tidak memberatkan salah satu pihak atau berdampak hal-hal negatif bagi masyarakat.
Memotret memang menyenangkan, namun tetap harus memperhatikan pantas tidaknya sebuah peristiwa atau manusia untuk dijadikan obyek. Tidak semua orang suka dipotret, dan tidak semua peristiwa pantas dipotret. Jika hasil bidikan kamera tersebut hanya untuk dijadikan koleksi pribadi mungkin tidak akan menimbulkan masalah, namun jika hasil jepretan tersebut akan ditayangkan ke media berbentuk apapun, lebih baik dipertimbangkan terlebih dahulu dampak negatif bagi yang melihatnya, atau bagi sang obyek sendiri. Jika cukup jeli, sebenarnya banyak sekali peristiwa yang bisa dipotret dan ditayangkan ke media tanpa menyakiti pihak manapun, bahkan dapat menambah wawasan dan kesadaran bagi yang melihatnya.
***
Jatz, 04 Maret 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H