Mohon tunggu...
Jatnika Wibiksana
Jatnika Wibiksana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mati boleh, tua jangan

Ngetril sampe tua

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Memotret Praktik Baik Merdeka Belajar Kampus Merdeka di FRSD Maranatha

31 Mei 2023   23:30 Diperbarui: 31 Mei 2023   23:36 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melalui observasi kecil, tulisan ini berusaha memotret praktik baik pelaksanaan merdeka belajar di sebuah perguruan tinggi.

Seluruh elemen sistem pendidikan mulai dari konsep, kurikulum, metode, sampai pembelajaran sejatinya dibuat dengan tujuan baik. Akan tetapi, pada pelaksanaannya belum tentu tujuan baik itu tercapai secara paripurna. Faktor-faktor eksternal seperti iklim politik, ekonomi, sosial, budaya, dan sebagainya, bisa turut memengaruhi ketercapaian tujuan pendidikan.

Karena itulah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dari waktu ke waktu terus melakukan perbaikan meliputi berbagai aspek, disesuaikan dengan kebutuhan dan tuntutan zaman. Pada satu periode, perbaikan bisa saja dilakukan pada sistem. Di lain periode, tak menutup kemungkinan revisi menyasar konsep. Namun apa pun bentuk perbaikannya, tujuannya satu yaitu meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia.

Terakhir, Kemendikbudristek mengenalkan kurikulum baru bernama Kurikulum Merdeka yang merupakan pemutakhiran dari Kurikulum 2013. Meski judulnya pemutakhiran, substansi utama Kurikulum Merdeka justru penyederhanaan dari Kurikulum 2013. Diproyeksikan sebagai 'jalan ninja' guna mengakselerasi pemulihan pendidikan pascapandemi Covid 19, pada tingkat implementasi di lapangan Kurikulum Merdeka direalisasikan dalam bungkus konsep merdeka belajar. Maka kemudian Kemendikbudristek menghela sebuah kampanye yang diberi titel Semarak Merdeka Belajar.

Konsep merdeka belajar membuat dunia pendidikan kita menapaki sebuah fase evolusi terbilang penting. Sebab di dalamnya mengadopsi semangat modernisme, keterbukaan, dan tentu saja kemerdekaan secara lebih praktikal. Semangat ini selaras dengan perkembangan zaman di mana mordernisasi, keterbukaan, dan kemerdekaan jadi keniscayaan yang tak bisa dielakkan dari segenap sektor kehidupan.

Contoh kasus implementasi merdeka belajar paling mencuri perhatian baru saja kita saksikan pada pekan ketiga Mei 2023. Adalah Salma Salsabil yang dinobatkan jadi juara Indonesia Idol 2023. Berkat kiprahnya di ajang pencarian bakat tersebut, Salma dibebaskan dari seluruh mata kuliah praktikum sampai lulus oleh kampusnya, Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Yang menarik, keputusan ISI membebaskan Salma dari mata kuliah praktikum bukan semata-mata karena berhasil jadi juara. ISI menilai keikutsertaan Salma di Indonesian Idol sebagai implementasi mata kuliah praktik yang benar-benar riil. Bukan lagi sekadar kerja praktik ala magang selama dua semester seperti mahasiswa tingkat akhir pada umumnya. Oleh karenanya ISI menganggap kiprah Salma fiat dikonversi menjadi nilai akademis.

Mantan Ketua Jurusan Pemdidikan Bahasa Daerah Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung Dingding Kaerudin menyebut kasus Salma sebagai sampel konkret konsep Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). MBKM sendiri merupakan istilah buat implementasi merdeka belajar khusus di perguruan tinggi. Dingding meyakini jika bukan karena pemberlakuan Kurikulum Merdeka dan konsep MBKM, kasus seperti Salma tidak mungkin terjadi. "Seperti itulah sesungguhnya tujuan MBKM. Ruang kuliah tidak melulu harus di kampus. Mahasiswa diberi kebebaaan lebih luas untuk menentukan mau belajar apa dan di mana. Sepanjang tidak melanggar ketentuan, semuanya bisa dikonversi jadi nilai akademis," tutur Dinding saat ditemui Kampus UPI, Kamis (25/3/2023) siang.

Dingding kemudian menggambarkan konsep MBKM dalam dua kata, yakni plastis dan ekspresif. "Dosen tidak lagi kaku dalam menentukan materi pembelajaran. Mereka dituntut memiliki fleksibilitas tinggi dalam memilih materi perkuliahan. Sementara untuk mahasiswa, MBKM membuat mereka lebih berani mengekspresikan keinginannya. Hanya di era MBKM ada kasus mahasiswa jurusan sejarah bisa mengambil mata kuliah morfologi di jurusan bahasa," ungkap Dingding.

Konsep MBKM memang benar-benar membuka berbagai kemungkinan yang selama ini rasanya mustahil terlaksana. Ibarat makan ala prasmanan, mahasiswa kini diberi kebebasan penuh memilih santapan apa yang dikehendaki. Mau makan rendang pakai eskrim, sayur sop dibubuhi siomay, atau pepes ikan diguyur kuah baso, boleh-boleh saja. Kuncinya satu, mahasiswa suka dan memilih tanpa paksaan. Dengan begitu, atmosfer proses belajar-mengajar diselimuti asas suka dan mau. Suka atau mau saja tidak cukup. Harus dua-duanya. Kesukaan disertai kemauan.

Lalu, bagaimanakan konsep MBKM dipraktikan dalam realitas perkuliahaan? Saya sengaja melakukan observasi kecil-kecilan di Fakultas Seni Rupa dan Desain (FRSD) Universitas Maranatha, Bandung.

Merdeka Belajar Paling Ideal Diterapkan di Kuliahan

Proses perkuliahan lebih cair berkat skema MBKM. (Foto: dokpri)
Proses perkuliahan lebih cair berkat skema MBKM. (Foto: dokpri)


Saya berkenalan dengan seorang dosen bernama Isma Dewi Aryani. Saya menemuinya pada 26 Mei 2023. Bu Isma, demikian ia biasa disapa, mengajar desain di Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) Universitas Maranatha, Bandung, sejak 2010. Saat ini ia memegang setidaknya tujuh mata kuliah. Pada semester ganjil, ia kebagian mengajar Mata Kuliah Komposisi 3 Dimensi, Metode Penelitian, Presentasi Metode Penelitian, dan Teori Warna. Sementara di semester genap seperti sekarang, ia memegang Mata Kuliah Pengembangan Karakter, Media Alternatif, dan Psikologi Komunikasi. Dua mata kuliah di antaranya, yakni Metode Penelitian dan Media Alternatif, teemasuk dalam mata kuliah yang dikonversikan di skema MBKM.

Bagi Bu Isma, konsep MBKM memberi pengalaman baru yang tidak dirasakan pada kurikulum sebelumnya. Spirit MBKM menuntutnya bersikap lebih terbuka dan fleksibel dalam menghadapi aktivitas kelas. Permutasi perkuliahan pun acap kali berlangsung random, tak lagi kaku mengacu pada silabus atau rencana pembelajaran.

Agar alur komunikasi lebih cair, Bu Isma menggagas Whatsapp Group (WAG) untuk masing-masing jurusan. Lewat WAG inilah ide-ide perkuliahan mengalir dan mengemuka kian kemari tanpa diduga. Pengalaman membuktikan, mahasiswa lebih berani mengutarakan pendapatnya via kanal WAG. Tapi tentu saja tidak semua ide yang muncul di WAG bisa direalisasikan dalam perkuliahan.

Menurut Bu Isma, konsep merdeka belajar memang paling ideal diterapkan di tingkat perguruan tinggi. Mahasiswa punya tingkat kematangan berpikir, kemampuan mengekspresikan ide, dan menentukan pilihan lebih tinggi dibanding siswa SD, SMP, atau SMA. Bu Isma lalu mengambil sampel Mata Kuliah Media Alternatif yang tengah dijalani mahasiswa semester empat. Berkat diberlakukannya MBKM, kini terdapat 12 mahasiswa dari Jurusan Sastra Inggris yang mengambil mata kuliah ini di Jurusan Desain.

"Sejauh ini Media Alternatif terbukti jadi sampel mata kuliah paling bagus dalam penerapan MBKM. Hal itu dibuktikan dengan jumlah mahasiswa dari fakultas dan jurusan lain yang mengambil mata kuliah ini di jurusan kami. Jumlah 12 orang ini adalah yang terbanyak dibanding mata kuliah lainnya di Maranatha," ujar Bu Isma.

Media Alternatif memang jadi mata kuliah elektif yang bisa diambil oleh mahasiswa dari luar FSRD. Dalam Mata Kuliah Media Alternatif diajarkan bagaimana mencari ruang alternatif yang bisa digunakan untuk bidang Desain Komunikasi Visual (DKV) seperti pada eskalator, lif, atau badan bus. Dan bukan media-media desain konvensional semisal billboard, poster, flyer, dan lain-lain.

Bu Isma berani memastikan fenomena kris-kros seperti yang terjadi dengan Mata Kuliah Media Alternatif sulit dijumpai di level pendidikan setingkat SMA, SMP, apalagi SD. "Sepertinya tidak akan ada kejadian siswa dari satu SD atau SMP yang mengambil mata pelajaran di kelas lain. Silakan cari di sekolah mana pun. Itulah kenapa saya menganggap konsep merdeka belajar paling ideal diterapkan di perguruan tinggi," tambah Bu Isma.

KKN Tematik

Pelaksanaan KKN Tematik FSRD Maranatha. (Foto: dokpri)
Pelaksanaan KKN Tematik FSRD Maranatha. (Foto: dokpri)
Di luar Mata Kuliah Media Alternatif, KKN Tematik adalah ruang lain yang jadi implementasi ideal buat MBKM. Pada tahun-tahun sebelumnya penentuan lokasi, pembiayaan kegiatan, dan perencanaan KKN Tematik dilakukan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Maranatha. Tapi khusus untuk tahun ini setelah MBKM diberlakukan, KKN Tematik melibatkan mahasiswa penuh sejak awal. Bahkan untuk pembiayaan pun digelar fundrising di kalangan kampus yang tujuannya untuk menjaring sumber pembiayaan alternatif sehingga tidak sepenuhnya bergantung pada pihak universitas.

Meski jumlah dana yang terkumpul masih belum mencukupi perencanaan biaya, setidaknya mahasiswa telah diberi kemerdekaan dalam menentukan proses pra pelaksanaan. Dengan konsep MBKM pula KKN Tematik tahun ini berlangsung lebih greget karena dosen hanya diberi porsi untuk melakukan coaching sebelum pelaksanaan. Selebihnya mahasiswa yang ambil bagian secara menyeluruh.

"Dengan MBKM, konsekuensinya kita sebagai dosen harus lebih siap dalam menghadapi berbagai kemungkinan yang terjadi dalam perkuliahan. Up date pengetahuan dan skill mutlak diperlukan. Jangan sampai mahasiswa jadi pihak merdeka berkat MBKM, tapi dosen malah jadi pihak yang terjajah," tandas Bu Isma.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun