[caption caption="Keindahan Pantai Jayanti bisa dinikmati dari sebuah mercusuar yang terdapat di sisi sebelah timur. (Foto: dokumen pribadi)"][/caption]Sudah bertahun-tahun saya memendam rencana tamasya ke Pantai Jayanti di Kabupaten Cianjur. Tamasya ala saya adalah tamasya woles. Bareng kawan mengendarai motor. Tidak pernah banyakan. Paling dua-tiga motor. Sebisa mungkin menghindari perilaku ugal-ugalan di jalan. Haram hukumnya bagi saya membunyikan klakson atau sirine kencang-kencang guna memaksa pengendara lain menepi. Tamasya ala saya adalah tamasya dengan anggaran seminim mungkin. Akomodasi seperti bensin, makan, dan penginapan, diperhitungkan secara cermat.
Sampai akhirnya kesempatan itu datang pada akhir Maret 2016. Tepatnya ketika penanggalan di almanak terdapat warna merah pada hari Jumat. Yakni tanggal 25 Maret 2016, bertepatan dengan perayaan Jumat Agung.
Tapi belum apa-apa masalah sudah muncul. Rencana memaksimalkan jatah libur tiga hari dengan berangkat Jumat terpaksa diurungkan, karena salah satu teman yang sebelumnya sepakat turut serta ke Pantai Jayanti lebih memilih nonton pertandingan Persib melawan Sriwijaya FC di Stadion Jalak Harupat pada keesokan harinya, Sabtu (26/3/2016). Sebelumnya kami berencana pergi bertiga mengendarai dua sepeda motor. Dengan batalnya satu teman, otomatis yang berangkat cuma dua orang. Saya juga sebenarnya sempat terbersit pikiran ikut nonton laga Persib. Namun, saya tidak bisa begitu saja membatalkan rencana itu. Sebab, di samping niat utama main ke Pantai Jayanti, ada rencana lain yaitu sekalian menghadiri resepsi pernikahan teman kuliah di Sukabumi.
Masalah lain timbul. Motor yang biasa saya pakai sehari-hari performanya kurang prima. Motor bebek keluaran 2009, lansiran pabrik lain yang tentu saja tidak boleh disebutkan di sini. Untuk pemakaian dalam kota, pergi-pulang kerja misalnya, sama sekali tidak ada masalah. Tapi, untuk perjalanan ke Pantai Jayanti yang menurut referensi harus menempuh jarak cukup jauh, melewati jalur menanjak, berliku, dengan kualitas jalan tidak semuanya bagus, saya agak kurang pede jika harus mengendari motor punya sendiri. Harus berboncangan pula. Sedangkan motor trail kesayangan yang selama ini jadi andalan dalam bertualang sedang menjalani rawat inap di bengkel.
Beruntung kawan yang urung ikut ke Jayanti baik hati. Dia bersedia tukar pakai motor. Toh, untuk nonton Persib tidak perlu motor yang tangguh-tangguh amat. Jarak dari rumah ke Stadion Jalak Harupat hanya butuh waktu seperempat jam. Alhasil, saya pun pergi menunggangi Vario 150 eSP pinjaman.
Meski si empunya sempat mewanti-wanti beberapa hal ihwal kondisi motor, seperti oli yang sudah lama tidak diganti dan setelan rem kurang pakem, hati saya tetap merasa tenteram bisa piknik ke daerah jauh dengan menunggangi motor keluaran baru. Walaupun remnya memang kurang pakem karena menurut pemiliknya sudah lama belum sempat diservis, tetap saja terasa lebih enak dibanding mengendari bebek jadul saya.
Dia mulai kredit tak berapa lama setelah Vario 150 eSP edisi perdana brojol dari pabrik. Tapi, ya ampun, ini motor tak ubahnya sudah berumur tiga tahun. Bagian body sudah baret-baret. Yang paling terasa tentu saja setelan rem. Saya tidak heran karena tahu betul karakter kawan saya yang memang jorok. Anehnya, dalam soal tarikan tenaga, motor ini tetap joss.
20 Ribu di Rajamandala
Sabtu (26/3) pagi, sekitar pukul 06.00 WIB, saya berangkat dari kawasan Cimahi. Sepanjang jalan menuju Padalarang, suasana masih sangat lengang. Tak heran bila kurang dari sejam saya sudah melewati kawasan tambang kapur Padalarang. Sempat sarapan kupat tahu padalarang, saya kemudian mengisi bensin di sebuah SPBU tak jauh dari Jembatan Rajamandala. Saya memutuskan mengisi bensin karena indikator bahan bakar tinggal dua setrip. Sekalian pula buang air kecil.
Usai isi bensin Rp 20.000, saya cek jumlah kilometer di speedometer. Indikator digital menunjukkan bilangan 26009.0 kilometer. Saya ingat betul angka itu karena sama persis dengan tanggal di mana saya melakoni perjalanan ke Pantai Jayanti. Untuk memudahkan ingatan, saya anggap saja pom bensin sekitar Rajamandala itu sebagai titik nol keberangkatan. 26000.0 kilometer. Jarak dari rumah ke pom bensin tidak dihitung.
Beli bensin Rp 20 ribu tentu saja tidak membuat indikator bahan bakar mentok ke level full. Tapi rasanya lebih dari cukup untuk perjalanan ke tempat resepsi pernikahan kawan di daerah Sukaraja, Sukabumi. Kalaupun tidak, saya ekstra yakin akan ada banyak penjual bensin eceran maupun SPBU di jalanan besar seperti itu.