Oleh : Jatmiko Budi Santosa
Manusia adalah makhluk sosial, artinya manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa kehadiran dan bantuan individu lain. Sejak lahir hingga akhir hayat, manusia selalu membutuhkan orang lain untuk memenuhi berbagai kebutuhan dasar dan kompleks dalam hidupnya. Sejak lahir, seorang bayi bergantung sepenuhnya pada orang tuanya atau pengasuhnya untuk bertahan hidup. Bayi membutuhkan kasih sayang, makanan, perlindungan, dan perhatian dari individu lain untuk tumbuh dan berkembang. Ketergantungan ini tidak hanya berhenti di masa bayi. Saat manusia tumbuh menjadi anak-anak, remaja, dewasa, hingga lanjut usia, kebutuhan untuk berinteraksi dan bekerja sama dengan orang lain tetap menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan.
Aristoteles, seorang filsuf Yunani kuno, memperkenalkan konsep bahwa manusia adalah zoon politicon, yang berarti manusia adalah makhluk sosial yang secara alami hidup bermasyarakat. Dalam pandangannya, manusia diciptakan untuk hidup bersama-sama dalam kelompok, saling bekerja sama, dan mendukung satu sama lain. Kehidupan bermasyarakat bukan hanya pilihan, tetapi merupakan kodrat manusia yang telah melekat sejak lahir. Interaksi dengan individu lain memberikan manusia kesempatan untuk memenuhi kebutuhan fisik, emosional, dan sosial mereka, serta untuk berkembang menjadi individu yang lebih baik.
Manusia disebut makhluk sosial karena mereka memiliki kebutuhan mendalam untuk berinteraksi, bersosialisasi, dan bekerja sama dengan individu lain. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak hanya berusaha memenuhi kebutuhan mereka sendiri, tetapi juga bergantung pada peran orang lain untuk mendukung aktivitas mereka. Sebagai contoh, untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, manusia tidak dapat melakukannya sendiri. Proses menyediakan makanan melibatkan banyak pihak, mulai dari petani yang menanam tanaman, pekerja yang memanen hasil panen, pedagang yang mendistribusikan produk, hingga individu yang mengolah makanan tersebut menjadi santapan siap makan. Proses ini menunjukkan bahwa manusia hidup dalam jaringan kerja sama yang kompleks, di mana setiap individu memiliki peran penting dalam mendukung kebutuhan orang lain.
Kebutuhan manusia sebagai makhluk sosial tidak terbatas pada kebutuhan material. Manusia juga membutuhkan dukungan emosional dari orang lain untuk merasa diterima, dihargai, dan dimengerti. Dukungan ini dapat berasal dari keluarga, teman, rekan kerja, atau komunitas yang lebih luas. Ketika seseorang menghadapi kesulitan, dukungan emosional dari orang-orang terdekat dapat memberikan rasa nyaman, motivasi, dan kekuatan untuk bangkit kembali. Sebagai contoh, ketika seseorang kehilangan orang yang dicintai, kehadiran teman dan keluarga dapat membantu mereka melalui masa-masa sulit. Dukungan ini tidak hanya memperkuat hubungan antarindividu, tetapi juga menciptakan lingkungan sosial yang harmonis dan saling mendukung.
Selain itu, manusia juga membutuhkan lingkungan sosial untuk belajar, berkembang, dan memahami nilai-nilai serta norma yang berlaku dalam masyarakat. Proses ini dikenal sebagai sosialisasi, di mana individu mempelajari cara berinteraksi dengan orang lain, memahami peran mereka dalam masyarakat, dan mengembangkan identitas sosial mereka. Sosialisasi dimulai sejak usia dini, melalui interaksi dengan keluarga, teman sebaya, guru, dan lingkungan sekitar. Dalam proses ini, manusia belajar tentang budaya, tradisi, dan nilai-nilai yang membentuk cara mereka berpikir, bertindak, dan berhubungan dengan orang lain.
Namun, kehidupan manusia sebagai makhluk sosial tidak selalu berjalan mulus. Konflik, perbedaan pendapat, dan ketidakseimbangan dalam hubungan sosial sering kali menjadi tantangan yang harus dihadapi. Oleh karena itu, manusia perlu mengembangkan kemampuan untuk berempati, bersikap toleran, dan bekerja sama dalam mengatasi berbagai masalah. Dengan membangun rasa sosial yang kuat, manusia dapat menciptakan hubungan yang lebih baik dengan sesama dan membangun masyarakat yang lebih harmonis.
Kebersamaan menjadi elemen kunci dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Dalam sejarah peradaban, banyak pencapaian besar yang hanya mungkin terjadi melalui kerja sama dan kolaborasi. Sebagai contoh, pembangunan piramida Mesir, penemuan listrik, hingga pencapaian dalam eksplorasi luar angkasa adalah hasil dari upaya kolektif manusia. Melalui kerja sama, manusia dapat menggabungkan sumber daya, kemampuan, dan ide mereka untuk mencapai tujuan yang tidak mungkin dicapai oleh individu secara sendirian.
Manusia juga memiliki tanggung jawab untuk berkontribusi pada masyarakat melalui tindakan sosial yang positif. Kontribusi ini dapat berupa hal-hal kecil seperti membantu tetangga, berbagi dengan mereka yang membutuhkan, atau sekadar memberikan dukungan moral kepada teman yang sedang menghadapi masalah. Tindakan-tindakan ini, meskipun sederhana, memiliki dampak yang signifikan dalam memperkuat ikatan sosial dan menciptakan lingkungan yang saling mendukung.
Di sisi lain, hubungan sosial juga memberikan manusia kesempatan untuk menciptakan perubahan besar dalam masyarakat. Melalui kerja sama, manusia dapat memengaruhi perubahan sosial yang positif, seperti mendorong kesetaraan gender, memperjuangkan keadilan sosial, dan melindungi lingkungan. Dalam konteks ini, manusia tidak hanya hidup untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk memberikan dampak positif kepada orang lain dan dunia di sekitarnya.
Pada akhirnya, manusia sebagai makhluk sosial memiliki peran penting dalam menciptakan kehidupan yang bermakna, baik bagi diri mereka sendiri maupun bagi orang lain. Kehidupan sosial memberikan manusia kesempatan untuk belajar, tumbuh, dan menciptakan perubahan yang positif. Melalui kerja sama, kebersamaan, dan saling mendukung, manusia dapat menciptakan dunia yang lebih baik, di mana setiap individu merasa dihargai, didukung, dan mampu mencapai potensi penuh mereka. (jbs)