Mohon tunggu...
Jatmika AjiSantika
Jatmika AjiSantika Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis

Serius banget orangnya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Historiografi Islam Indonesia

13 Juli 2023   16:29 Diperbarui: 13 Juli 2023   17:53 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Seminar Sejarah III diselenggarakan pada tahun 1981 di Jakarta. Seminar kali ini menjawab tantangan yang diberikan Seminar Sejarah Kedua yaitu sejarah harus menggunakan pendekatan ilmu sosial. Seminar ketiga kali ini memperlihatkan semakin sadarnya seorang sejarawan akan pentingnya teori dan metodologi dalam penulisan sejarah, sejarah juga menjadi ilmu yang menekankan transdisipliner dalam penyajian cerita sejarah. Seminar Sejarah IV diselenggarakan pada tahun 1985 di Yogyakarta dengan penekanan pentingnya Tema dalam penulisan sejarah. 

Kemudian, Seminar Sejarah V diadakan pada tahun 1990 di Jakarta. Seminar kali ini bertema pengajaran sejarah, ditujukan untuk meningkatkan kualitas ilmu sejarah dan membuat sejarah menjadi ilmu yang menarik ditengah menurunnya peminat pada ilmu sejarah di sekolah-sekolah. 

Di tahun 1996 Seminar Sejarah Nasional berubah nama menjadi Konferensi Nasional Sejarah. Konferensi ke VI ini diadakan di Jakarta dengan hasil akhir berupa ketetapan penyelenggaraan Konferensi Nasional setiap lima tahun sekali. Menurut Dr. Mukhlis Paeni, M.A. (Ketua Umum MSI 2006 -- 2016), konferensi dilaksanakan secara rutin dengan harapan akan muncul ide-ide yang berkembang dan mempertajam studi sejarah setiap lima tahun sekali. Kemudian pada Konferensi Nasional Sejarah VII tahun 2001 menghasilkan rekomendasi penulisan buku Indonesia dalam Arus Sejarah. Tahun 2006, Konferensi Nasional Sejarah VIII digelar di Jakarta dengan mengusulkan agar sejarah menjadi pelajaran wajib di jenjang pendidikan dasar dan menengah. 

Sejarah Islam di Indonesia merupakan bagian integral dari sejarah Indonesia. Hal yang menjadi pokok persoalan bagi sejarah Indonesia secara langsung mempengaruhi kajian sejarah Islam Indonesia. Permasalahan seperti metodologi, Eropasentris-Indonesiasentris, penggunaan sumber, subjektivitas dan objektivitas turut dipersoalkan dalam penulisan sejarah Islam di Indonesia. 

Penyelenggaraan Seminar sejarah tentang masuknya Islam Indonesia pada tahun 1963 di Medan dilanjutkan dengan Seminar di Aceh pada tahun 1978 serta pengukuhan tentang teori dan metodologi mengenai Islam di Indonesia pada seminar tahun 1983. Salah satu buku yang dimiliki saat itu untuk menjelaskan Sejarah Islam di Indonesia adalah karya Buya Hamka Sejarah Umat Islam IV dan Sejarah Nasional Indonesia dengan Uka Tjandrasasmita sebagai editornya. Hamka sering menggunakan sumber dari tangan kedua atau sekunder dengan mengutip karya-karya sejarawan di masa kolonial, serta banyak merujuk pada kearifan lokal berupa tradisi lisan seperti hikayat, kronik istana pada penulisan karya sejarahnya. Penulisan sejarah Islam di Indonesia ini berangkat dari keinginan untuk mengoreksi total tulisan-tulisan yang dibuat oleh sejarawan Barat di masa kolonial yang menciptakan bias sejarah saat menggambarkan Islam di Nusantara. 

Namun, tidak dapat disangkal bahwa kenyataannya kajian mengenai sejarah di Indonesia baik itu bertemakan keIndonesiaan ataupun keIslaman lebih banyak dilakukan oleh para pakar yang berasal dari kalangan Barat. Terdapat beberapa perbedaan yang menonjol dari para sarjana Barat pascakolonial saat mengkaji keislaman di Indonesia dibandingkan dengan periode kolonial. Kali ini pengkajian tentang dunia timur tidak lagi dimotivasi oleh kepentingan kolonialisme apalagi setelah karya Edward Said berjudul Orientalism muncul dan mengkritik dunia Barat yang bertanggung jawab dalam membentuk persepsi yang  tidak tepat mengenai dunia timur, semenjak buku ini terbit para cendekiawan Barat yang mengkaji dunia timur, dalam konteks ini Islam, tidak ingin lagi disebut orientalis tetapi lebih senang disebut dengan Islamolog atau Islamic Studies. Orientalisme lama, meminjam istilah Mark Woodward, telah hilang dalam debu sejarah. 

Para sarjana Barat, kali ini mengkritik historiografi masa kolonial yang bertolak pada sumber-sumber asing dalam menuliskan sejarah Islam di Nusantara. Anthony Reid misalnya mengkritik keterangan mengenai Islam yang berasal dari sumber asing yaitu Marco Polo yang bernada tidak simpatik dan penuh permusuhan terhadap Islam "unsympathetic or hostile to the Islamization process". A.C. Milner mengatakan seandainya keterangan mengenai Islam terdapat dalam sumber luar, sudah pasti keterangan tersebut berisi informasi yang tidak akurat mengenai Islam. Sarjana Barat lainnya bernama Von der Mehden, berargumen bahwa miskonsepsi mengenai Islam oleh Barat dikarenakan rasa superioritas, perbedaan agama dan kepentingan kolonial, karenanya orang yang menulis sejarah dengan menggunakan sumber kolonial harus berhati-hati agar tidak terjebak pada prasangka barat di masa kolonial terhadap Islam.

Seiring dengan itu, terdapat tingkat apresiasi terhadap tradisi historiografi lokal Nusantara yang berbeda dengan para sarjana Barat di masa kolonial. Saat menuliskan sejarah Islam di Nusantara, para sarjana Barat menekankan pentingnya sumber internal untuk menjelaskan Islam di Nusantara. Anthony Johns menyatakan "untuk mengetahui islamisasi atau pola kehidupan Islam di kawasan ini secara keseluruhan, orang perlu beralih dari sumber-sumber luar kepada sumber internal berupa produk intelektual dan spiritual peradabannya". Ia mengapresiasi historiografi tradisional berupa sejarah melayu yang memiliki nilai kesusastraan yang tinggi dan memiliki reputasi bagus. Anthony Reid menggunakan sumber historiografi tradisional berupa hikayat, sejarah Melayu saat membahas mengenai konversi keagamaan dan perilaku masyarakat Nusantara saat itu. Namun, terdapat sarjana lainnya yang menganggap bahwa sumber internal berupa historiografi tradisional masih diragukan sehingga beralih pada keterangan yang berasal dari sumber luar, Ricklefs menyebut hikayat dan babad sebagai legenda berisi dongeng-dongeng kuno yang tidak dapat dipercaya. 

Para pengamat asing memberikan pandangan positif mengenai Islam di Indonesia berbeda dengan para sejarawan di masa Kolonial. Penilaian ini datang dari John Esposito, Brune Lawrence. Hal ini dikarenakan karakter Islam di kawasan ini berbeda dengan Islam di kawasan timur tengah yang agresif. Islam di Asia Tenggara memiliki ciri lebih damai, ramah, toleran. Jika sejarawan masa kolonial beranggapan mengenai Islam di Nusantara sebagai agama sintetik karena masih kentalnya ajaran Hindu-Buddha, cendekiawan masa kini memandang dengan berbeda, fakta bahwa kearifan lokal masih eksis menjadi bukti watak tolerannya Islam Nusantara karena sangat akomodatif terhadap kebudayaan lokal. Para sarjana Barat masa ini berbeda dengan sarjana di masa kolonial yang menganggap bahwa Islam di Nusantara sebagai Islam yang tidak murni dan dianggap lebih lemah "weaker Islamic Faith" dibandingkan dengan Islam Timur Tengah, kali ini sarjana seperti  Anthony Johns menyatakan bahwa meskipun terletak di wilayah pinggiran dan jauh dari Arab sebagai pusat Islam, Islam di Nusantara merupakan bagian dari Islam sebagaimana di kawasan Islam lainnya melihat bagaimana keterlibatan para ulama Islam Asia Tenggara dalam mentransmisikan ajaran Islam pada penduduk di wilayah ini.   

Meskipun demikian, bukan berarti bias atau pendapat keliru mengenai Islam di Asia Tenggara khususnya Indonesia tidak ada. Setelah kemerdekaan, Azyumardi Azra berpendapat bahwa pengurangan Islam pada tataran konsep dilakukan oleh Geertz dalam bukunya the Religion of Java dengan tipologisasi mengenai masyarakat Jawa yang dapat dikelompokkan sebagai abangan, priyayi dan santri. Gagasan ini diteruskan oleh Ricklefs dengan pengkategorian yang kurang lebih sama rumitnya seperti "priyayi-abangan-kolot modern" dan "priyayi-santri modern". William R Roff dalam bukunya Studies on Islam and Society in Southeast Asia mengkritik tipologisasi yang dilakukan Geertz dan Ricklefs sebagai suatu upaya yang terlalu mereduksi fenomena religiositas masyarakat Islam yang kompleks. Martin van Bruinessen mengatakan bahwa polarisasi santri, abangan, yang dilakukan Geertz karena informasi yang ia dapat sebagian besar berasal dari kalangan modernis sehingga ia memakai tolak ukur Islam reformis dalam menilai praktik abangan sebagai tidak Islami bahkan menyebutnya Hindu. Mark Woodmark mengkritik tipologisasi yang dilakukan Geertz dalam buku Religion of Java sebagai cara pandang yang persis sama dengan para orientalis lama dan  kekuasaan kolonial dalam melihat Islam di Indonesia, namun gambaran kolonial "colonial depiction" itu hadir  dalam formulasi yang baru. 

Pada perkembangan berikutnya terdapat perkembangan approachment dalam mengkaji sejarah di Indonesia. Kali ini peristiwa masa lalu tidak lagi hanya deskriptif-naratif melainkan juga coba dijelaskan dengan ilmu-ilmu bantu sosial lainnya. Pendekatan ilmu-ilmu sosial pada sejarah yang diperkenalkan Mazhab Annales di Prancis 1929 turut digunakan oleh para sejarawan di Indonesia. Di Indonesia, pendekatan ilmu-ilmu sosial dalam sejarah dipelopori oleh Sartono Kartodirdjo sejak tahun 1957 melalui disertasinya The Peasant Revolt of Banten in 1888; Its Condition, Course and Sequel: A Case Study of Social Movement in Indonesia. Pengkajian tentang peristiwa masa lalu semakin mengarah pada perspektif global yang membahas segala aspek kehidupan manusia politik, ekonomi, sosial, antropologi, geografi dan lain-lain. Penggunaan perspektif global pada sejarah mengungkapkan bahwa perkembangan suatu masyarakat tidaklah terjadi dalam kondisi yang terisolasi, melainkan sangat terpengaruh dengan perkembangan di daerah lainnya. Karya-karya yang menjadi contoh dengan penggunaan pendekatan sejarah total adalah Nusa Silang Budaya Jawa karya Dennys Lombard  dan Asia Tenggara dalam kurun waktu niaga. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun