Mohon tunggu...
Jati Mahatmaji Mahatmai
Jati Mahatmaji Mahatmai Mohon Tunggu... -

Lelaki Djakarta Raja

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Seuminah

31 Mei 2010   15:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:50 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di kapal laut itu, aku lihat noni-noni kecil berlari dengan ibunya, dan pemandangan itu membuatku berpikir jauh melintasi samudra yang luas ini. Sebentar-sebentar diantara angin dan larinya air laut, aku bayangkan emak, dan bapak, juga adik-adik dengan ingusnya yang bergelantunga. Bagiamana nasib mereka…aku sudah lima belas tahun…tujuh tahun lamanya aku tinggalkan mereka…apa bapak dapat kerja di kantor pemerintah dengan menjualku? Lalu bagaimana emak? Apa dia bahagia di sana. Dan setiap aku bayangkan mereka, setiap kali itu juga aku menangis…bersedih diri…karena tujuh tahun lamanya aku hinakan mereka. Oh emak…bapak…maafkan anakmu yang hina ini…aku rindu Ambarawa! Dan aku akan tambah bersedih kalau aku ingat masa kecilku di Ambarawa…seberepa kuatnya aku meninggalkan mereka…namun bayangan kesedihan itu lenyap…tersapu ombak dan angina juga suara keras kapal laut.

Aku sampai di Nederland! dan itu tahun 1897.

Membaca! Dan keahlian ini sangat berarti padaku..terima kasih Catharina! Dengan 70 Franc pemberian awak kapal….aku bisa membeli satu Koran Nederland. Kolonial Weekblad namanya, dan dari Koran tersebutlah aku bisa bekerja.
Den Haag adalah kota pertamaku di Nederland, dan menjadi koki adalah pekerjaan pertamaku. Aku bekerja di sebuah restoran milik Ten Bosch, dan pekerjaanku adalah memasak makanan melayu. Semua orang suku makanannku, baik mereka yang kaya atau yang hanya awak kapal, mereka semua suka makananku. Bubur Havermouth ku terkenal seantero Den Haag.Namun bukan masakakan ku ini cerita atau tujuan catatan ini...bukan---bukan itu!
Hingga akhirnya datang sebuah kejadian yang mengubah hidupku! Satu kejadian yang membuatku menuliskan catatan ini…

Waktu itu aku dengar banyak utusan Raja dan Raja di Hindi asana yang datang ke Nederland untuk menyaksikan penobatan Sang Ratu, dan semua orang di restoran ini membicarakan hal-hal tersebut…kecuali tuan Ten Bosch!

Ia mengamati tubuh ini pelan-pelan..seakan-akan aku tengah di telanjangi. Aku jadi kikuk, sebentar-sebentar malu…dan aku yakin ini lebih dari sekedar memperhatikan. Baiklah, karena aku bukan siapa-siapa dan martabat ku lebih rendah dari anjing, perhatikannla, asal jangan kau sentuh aku! Kalau mau sentuh, maka kau juga berarti mau aku bunuh!

Kemudian ia merapihkan kumisnya yang baplang…membuka satu kancing dari kemjea putihnya yang besar…dan tampak oleh ku bulu kebesarannya…
“Hei Seuminah…mendekatlah padaku…” dan aku ingat pesan emak.
“Tidak tuan…eik harus memasak…”
“Akh..hentikanlan dulu memasakmu itu Minah…mendekatlah padaku…”
Dan semakin lama Tuan Ten Bosch semakin kurang ajar, matanya mirip mercusuar yang menelanjangi tubuhku…aku mulai tidak nyaman…dan aku hentikan memasak…mencoba untuk keluar dan ikut dalam pembicaraan para pelanggan yang mulai sepi…aku mulai takut…dan ini ketakutanku yang amat besar!
Sebelum aku mencoba untuk membuka pintu yang menghubungkan dapur dengan ruang tengah..Ten Bosch menyergapku…menarik kain pemberian emaku..aku pukul tanggannya…dan aku lihat bayangan emak…
“Selamatkan dirimu nduk!”
Aku banting tangannya…keluar…tetapi tidak bisa…aku hadapi semua godaan bibirnya dengan ludah yang tidak pernah kena pasta…aku ludahi ia berulang-ulang kali!
“Sudahlah Minah…jangan lari…kau anak manis…jangan lari…jadilah gundiku..ya? mau tokh?”
Kurang ajar!!!! Emaku melahirkan aku untuk dapat hadapi dunia! Untuk dapat pukul kesombongan dan ke salahan berpikir manusia yang memandang remeh satu sama lain, dan kau memintaku menjadi Gundik? Anjing buduk! Kau bukan seorang Nederland yang baik! Kau busuk Ten Bosch!
Dan semakin aku lawan pelukannya semakin kuat ia memelukku…oh Tuhan kapan kau datang selamatkan aku…tolong aku tuhan…dan jarinya aku rasai mulai memegangi dan menjelejahi tubuhku! Aku sedang diperkosa…oh Tuhan kau tentu tahu apa mauku…lepaskan aku Tuhan…
Dan semakin aku merintih semakin kuat ia memelototiku dengan seramnya…
“Lepaskan tuan…ingat Mevrouw” pintaku sambil menangis…oh Tuhan…
“Akh…lupakan wanita tua itu…dia tidak lagi manis seperti dirimu Minah…” dan semakin kuatlah pelukannya…
“Jadilah Gundikku Minah…dan aku biayayai kau…”
Sumpah demi apapun aku tidak mau menjual diri ini, jangan remehkan aku! Aku memang babu! Aku memang bukan seorang Eropa tapi jangan kau hinakan aku! Aku juga manusia cipataan Tuhan! Jangan REMEHKAN AKU!
Dan aku lihat sebuah pisau di bibir meja..aku coba raih itu pisau..menariknya…mengambilnya dengan perlahan…dan mencoba menerima pelukan Ten Bosch agar ia tidak tahu aku mengambil sebuah tindakan.
Aku tarik pisau itu…..dan ku hunguskan ke punggungnya! Maafkan aku ALLAH….aku membunuh seseorang….dan aku liha matanya yang memerah…melihatku menangis…dan aku lihat darah yang mengalir deras dari kemejanya…aku benar-benar tidak tahu….
Emak…aku membunuh manusia…dan kutinggalkan tubuhnya yang berdarah juga berlumuran dosa itu…aku pun telah berdosa…apa iya aku berdosa?....oh tuhan aku berdosa….aku berdosa karena aku harus pertahankan diriku tuhan…masikah aku berdosa…ia tidak boleh remehkan aku!
Di sela-sela aku membenahi pakaianku…tangisanku menemani setiap waktu…akh nasibku mengapa kau begitu kejam padaku…dan aku lihat Ten Bocsh, mati kaku dalam tusukan pisauku.
Dan cerita itu adalah kejadian setahun yang lalu…dan sekarang adalah tahun 1898…di bulan Agustus…aku kaku dalam penjara Den Haag…dan sehari setelah ini Sang Ratu akan naik tahta…dan aku…akan mati dalam tiang gantungan…tetapi sebelum itu terjadi..aku sudah memikirkan segalanya…dengan Genk…seorang Belgia..aku akan lari…bukan untuk menghindari kenyataan…tetapi untuk mencari keadilan…yang tidak aku dapat di meja pengadilan….dan kau yang membaca catatan ini…setidaknya begitulah kejadian yang sebenarnya..aku membunuh untuk membela diri ku…dan bagi mereka yang bersimpati padaku….doakan aku baik-baik saja di Eropa. Aku kabur!
Selamat jalan ketidak adilan…dan selamat datang kemerdekaan! Aku Seuminah datang menjemputmu!

Salam, Seuminah, 30 Agustus 1898, Nederland.

Salam Sayang dan Rinduku Untuk Ibu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun