Sepeninggal Rake Kayuwangi, yang naik tahta adalah putranya yang bernama Dyah Tagwas. Raja ini memerintah selama kurang lebih 8 bulan, yaitu dari 5 Febuari 885 M  sampai atau sebelum terguling dari tahtanya pada  27 September 885 M. Melihat bahwa Dyah Tagwas ini belum
memiliki gelar Rake, maka dapat diduga jika dirinya belum benar-benar dewasa saat menggantikan kedudukan ayahnya.
Setelah Dyah Tagwas terguling dari tahtanya, raja yang berkuasa adalah Rake Panumwungan Dyah Dewendra. Raja ini berkuasa kurang lebih selama 16 bulan, dari 27 September 885 M sampai dengan digulingkan dari tahtanya sebelum atau pada 27 Januari 887 M.
Segera setelah Rake Panumwangan Dyah Dewendra terguling dari tahtanya, Rake Gurunwangi Dyah Badra naik tahta. Raja ini memerintah hanya dalam waktu 28 hari, yaitu mulai dari 27 Januari 887 M, dan terpaksa melarikan diri dari istana pada 24 Febuari 887 M. Hal ini mengakibatkan tahta kerajaan dalam keadaan kosong selama 7 tahun.
Kekosongan tahta kerajaan ini berakhir ketikan Rake Wungkalhumalang Dyah Jbang, yang dalam prasasti Mantyasih nama ini disebut dengan nama Sri Maharaja Watuhumalang naik tahta pada tanggal 27 Nonember 894 M. Raja ini memerintah sampai meninggalnya pada 23 Mei 898 M, dan digantikan oleh Rake Watukura Dyah Balitung.
Dyah Balitung bisa menjadi penguasa tahta Mataram Kuno karena faktor perkawinan. Dia menikahi putri Rake Watuhumalang. Dengan demikian dia bukanlah keturunan langsung dari raja sebelumnya.
Situasi politik Mataram Kuno semakin tak menentu akibat terjadinya perebutan kekuasaan di kalangan keluarga dan kerabat kraton. Daksa atau Rakryan Mahamatri I Hino Sri Daksottama Bahubraja Pratikpaksasaya yang menjadi orang kedua, putra mahkota, tak lain adalah ipar raja Balitung.
Dyah Wawa ini juga bukan pewaris tahta yang sah karena dirinya bukan anak dari Dyah Tlodong. Kemungkinan dia bisa menjadi raja karena melakukan perebutan kekuasaan.
Dyah Wawa ini memerintah hanya dalam waktu yang singkat bahkan berhenti memerintah secara mendadak pada 929 M. Pemerintahan Mataram Kuno berikutnya tahu-tahu sudah berpindah ke tangan Pu Sindok yang memindahkan pusat pemerintahannya ke Tamwlang dan mendirikan wangsa yang baru yang bernama Isana.