Mohon tunggu...
Jati Kumoro
Jati Kumoro Mohon Tunggu... Wiraswasta - nulis di podjok pawon

suka nulis sejarah, kebudayaan, cerpen dan humor

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Prasasti Siwagrha: Pertempuran Sengit Memperebutkan Tahta Medang Mataram Kuno

4 Desember 2020   16:00 Diperbarui: 29 April 2021   08:45 2432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prasasti Siwagrha atau sering juga disebut prasasti Wantil. | https://id.wikipedia.org/wiki/Prasasti_Syiwagrha

Prasasti Siwagrha atau sering juga disebut prasasti Wantil adalah sebuah prasasti yang berasal dari kerajaan Medang Mataram Kuno yang dibuat atas perintah Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala pada tahun 856 M, segera setelah dirinya naik tahta menggantikan kedudukan ayahnya yang bernama Rakai Pikatan yang dalam prasasti itu disebut dengan nama Jatiningrat.

Dalam prasasti Siwagrha ini disebutkan bahwa Rakai Pikatan adalah seorang penganut Siwa yang menikah dengan seorang perempuan yang beragama Buddha, dan menyebutkan adanya peperangan antara Rakai Pikatan melawan seorang musuh yang bersembunyi dalam benteng timbunan batu, serta adanya istilah "walaputra" dalam peperangan tersebut.

J.G. de Casparis mengatakan bahwa Rakai Pikatan yang menganut agama Siwa ini menikah dengan Pramodawardhani putri Raja Samaratungga yang beragama Buddha. Sepeninggal Raja Samaratungga terjadilah peperangan antara Rakai Pikatan  melawan Balaputra memperebutkan tahta Medang Mataram Kuno. Nama Balaputra ini adalah penafsiran de Casparis terhadap istilah "walaputra" dalam prasasti Siwagrha, yang kemudian diidentikan dengan Balaputradewa yang juga putra Raja Samarattungga.

Dalam peperangan tersebut, Balaputradewa terdesak dan mendirikan benteng pertahanan yang dikatakan sebagai timbunan batu, yang sekarang  dikenal dengan nama situs Candi Boko. Karena terdesak terus akhirnya Balaputradewa kalah dan pergi meninggalkan Jawa. Sejarah tiba-tiba mencatat Balaputradewa menjadi raja di Swarnabhumi atau Sumatera.

https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/
Prof. Slamet Mulyono menolak pendapat de Casparis. Menurut  Slamet Mulyono, di prasasti Kayumwungan atau Karang Tengah (824 M) Raja Samarattungga disebutkan hanya mempunyai seorang putri yaitu Pramodawardhani. Jadi Balaputradewa itu bukan saudara Pramodawardhani tetapi lebih tepat sebagai pamannya karena baik Balaputradewa maupun Samarattungga keduanya adalah putra Raja Samaragrawira. Dengan demikian tidak terbukti bahwa telah terjadi  peperangan antara Rakai Pikatan dengan Balaputradewa dalam memperebutkan tahta Medang Mataram Kuno.

Lalu siapakah tokoh yang disebut "walaputra" di prasasti Siwagrha itu? Menurut Boechari "walaputra" itu bermakna "anak bungsu" yang merujuk kepada putra bungsu Rakai Pikatan yang bernama Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala yang telah berhasil mengalahkan musuh ayahnya yang bertahan di beteng timbunan batu. Sebagai ganjaran atas kemenangan tersebut akhirnya Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala diangkat menjadi raja di Medang Mataram Kuno menggantikan ayahnya yang meninggal. 

Lebih lanjut Boechari mengatakan bahwa di beteng timbunan batu yang menjadi tempat pertahanan musuh Rakai Pikatan yang identik dengan situs Ratu Boko itu tidak ditemukan jejak historis dari Balaputradewa. Di situs Ratu Boko yang ditemukan adalah prasasti-prasasti yang berasal dari seorang yang bernama Rakai Walaing Pu Kumbhayoni yang mengaku sebagai cicit dari " Sang Ratu Halu".

Di Situs Ratu Boko ditemukan jejak historis berupa empat buah prasasti yaitu  prasasti Krtikavasalingga (856 M) yang isinya tentang pendirian Lingga Krrtivaso oleh Sri Kumbhaja, prasasti Tryambakalingga (856 M) yang isinya tentang pendirian Lingga Tryambaka oleh Sri Kumbaja , prasasti Haralingga (856 M) yang isinya juga tentang pendirian hara lingga oleh Kalasodbhawa, dan prasasti Wukiran (862 M) yang isinya tentang pembangunan Candi Bhadraloka oleh Rakai Walaing Pu Kumbhayoni.

https://jogja.tribunnews.com/
https://jogja.tribunnews.com/
Dengan demikian perang yang terjadi adalah perang memperebutkan tahta Medang Mataram Kuno antara Rakai Pikatan yang kemudian diteruskan  Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala melawan Rakai Walaing Pu Kumbhayoni. Namun jika berdasarkan pada prasasti Wukiran atau prasasti Pereng, maka Pu Kumbhayoni tetap berkuasa di watak Walaing paling tidak hingga 862 M dan tidak berada dibawah kekuasaan Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala, artinya Pu Kumbhayoni tidak mengalami kekalahan dalam peperangan tersebut.

Sumber bacaan: Wikipedia 1 2 3, Blog, Tribun News 1 2, Kemdikbud 1 2, Historia

Podjok pawon, Desember 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun