Prasasti Siwagrha atau sering juga disebut prasasti Wantil adalah sebuah prasasti yang berasal dari kerajaan Medang Mataram Kuno yang dibuat atas perintah Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala pada tahun 856 M, segera setelah dirinya naik tahta menggantikan kedudukan ayahnya yang bernama Rakai Pikatan yang dalam prasasti itu disebut dengan nama Jatiningrat.
Dalam prasasti Siwagrha ini disebutkan bahwa Rakai Pikatan adalah seorang penganut Siwa yang menikah dengan seorang perempuan yang beragama Buddha, dan menyebutkan adanya peperangan antara Rakai Pikatan melawan seorang musuh yang bersembunyi dalam benteng timbunan batu, serta adanya istilah "walaputra" dalam peperangan tersebut.
J.G. de Casparis mengatakan bahwa Rakai Pikatan yang menganut agama Siwa ini menikah dengan Pramodawardhani putri Raja Samaratungga yang beragama Buddha. Sepeninggal Raja Samaratungga terjadilah peperangan antara Rakai Pikatan  melawan Balaputra memperebutkan tahta Medang Mataram Kuno. Nama Balaputra ini adalah penafsiran de Casparis terhadap istilah "walaputra" dalam prasasti Siwagrha, yang kemudian diidentikan dengan Balaputradewa yang juga putra Raja Samarattungga.
Dalam peperangan tersebut, Balaputradewa terdesak dan mendirikan benteng pertahanan yang dikatakan sebagai timbunan batu, yang sekarang  dikenal dengan nama situs Candi Boko. Karena terdesak terus akhirnya Balaputradewa kalah dan pergi meninggalkan Jawa. Sejarah tiba-tiba mencatat Balaputradewa menjadi raja di Swarnabhumi atau Sumatera.
Lalu siapakah tokoh yang disebut "walaputra" di prasasti Siwagrha itu? Menurut Boechari "walaputra" itu bermakna "anak bungsu" yang merujuk kepada putra bungsu Rakai Pikatan yang bernama Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala yang telah berhasil mengalahkan musuh ayahnya yang bertahan di beteng timbunan batu. Sebagai ganjaran atas kemenangan tersebut akhirnya Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala diangkat menjadi raja di Medang Mataram Kuno menggantikan ayahnya yang meninggal.Â
Lebih lanjut Boechari mengatakan bahwa di beteng timbunan batu yang menjadi tempat pertahanan musuh Rakai Pikatan yang identik dengan situs Ratu Boko itu tidak ditemukan jejak historis dari Balaputradewa. Di situs Ratu Boko yang ditemukan adalah prasasti-prasasti yang berasal dari seorang yang bernama Rakai Walaing Pu Kumbhayoni yang mengaku sebagai cicit dari " Sang Ratu Halu".
Di Situs Ratu Boko ditemukan jejak historis berupa empat buah prasasti yaitu  prasasti Krtikavasalingga (856 M) yang isinya tentang pendirian Lingga Krrtivaso oleh Sri Kumbhaja, prasasti Tryambakalingga (856 M) yang isinya tentang pendirian Lingga Tryambaka oleh Sri Kumbaja , prasasti Haralingga (856 M) yang isinya juga tentang pendirian hara lingga oleh Kalasodbhawa, dan prasasti Wukiran (862 M) yang isinya tentang pembangunan Candi Bhadraloka oleh Rakai Walaing Pu Kumbhayoni.
Sumber bacaan: Wikipedia 1 2Â 3, Blog, Tribun News 1 2, Kemdikbud 1 2, Historia
Podjok pawon, Desember 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H