Prasasti Sangguran (982 M) yang ditemukan di Malang Jawa Timur menuliskan bahwa Raja Mataram Kuno di Jawa Tengah yang bernama Sri Maharaja Rakai Pangkaja Dyah Wawa Sri Wijayalokanamottungga (Dyah Wawa) pada tahun 928 M telah meresmikan desa Sangguran sebagai  sebuah sima, sebagai sebuah desa yang dibebaskan dari kewajiban membayar pajak.
Dalam prasasti Sangguran ini juga disebutkan nama Rakryan Mapatih I hino Mpu Sindok Sri Isanawikramadana, pejabat selain sang raja yang tercantum dalam acara peresmian desa Sangguran menjadi desa sima.
Namun setahun kemudian, pada 929 M, gelar Mpu Sindok ini sudah berganti menjadi Sri Maharaja Rake Hino dyah Sindok Sri Isanawikramadharmatunggadewa, sebagaimana yang tertulis di prasasti Turyyan (929) yang ditemukan di Malang Jawa Timur.
Baca juga: Mataram Kuno: Kudeta Rake Warak dan Runtuhnya Kejayaan Dinasti Sailendra
Dari kedua prasasti ini  dapat diketahui bahwa antara tahun 928-929 M, telah terjadi perpindahan pusat pemerintahan Mataram Kuno yang semula berada di Jawa Tengah semasa Dyah Wawa, telah beralih ke Tamwlang, Jombang Jawa Timur dan yang telah menjadi penguasanya adalah Mpu Sindok.
Terjadinya perpindahan pusat pemerintahan Mataram Kuno  ke Jawa timur ini tentunya berdasarkan beberapa alasan yang kuat. Berbagai faktor tentunya menjadi pertimbangan yang dalam mendirikan pemerintahan yang baru di lokasi yang baru pula. Yang jelas wilayah Jawa Tengah tidak menjadi pilihan dan ditinggalkan karena dianggap "sudah tak layak" untuk dijadikan pusat pemerintahan yang baru.
Hal yang pertama adalah kondisi sosial politik yang semakin tidak stabil akibat perang memperebutkan kekuasaan antar kerabat istana sendiri. Raja Balitung dikudeta oleh Mpu Daksa yang bersekutu dengan Rakai Gurunwangi. Dyah Wawa yang menjadi raja semasa Mpu Sindok masih menjadi Rakryan Mahamantri i Hino juga menjadi raja setelah merebut kekuasaan dari Dyah Tulodhong.
Baca juga: Sound of Borobudur: Menelisik Alat Musik Mataram Kuno pada Relief Karmawibhangga
Hal yang kedua yang menjadi penyebab perpindahan ini adalah sebagaimana pendapat yang diajukan oleh van Bemmelem, yang didukung juga oleh Boechari, adalah bahwa pada masa pemerintahan Dyah Wawa (924-929 M) telah terjadi bencana alam akibat letusan gunung Merapi. Letusan gunung Merapi yang disertai dengan gempa bumi, hujan batu dan abu, serta banjir lahar yang hebat, telah menyebabkan rusaknya kondisi ibukota Mataram Kuno di Jawa Tengah.
Bukti-bukti yang mendukung dari pendapat ini adalah dengan ditemukannya beberapa candi yang berhasil digali setelah terkubur di dalam tanah untuk waktu yang berabad-abad seperti candi Sambisari, Morangan, Kedulan, Â Kadisoka, dan Kimpulan.
Hal yang ketiga adalah persoalan ekonomi dan perdagangan. Semasa kejayaannya, dari masa pemerintahan raja Panangkaran hingga raja Balitung, Mataram Kuno periode Jawa Tengah ini membangun banyak bangunan-bangunan suci yang berukuran besar dan megah. Candi Borobudur, Candi sewu, Candi Prambanan, candi Palosan dan Candi Boko adalah contohnya.
Disatu sisi dengan dibangunnya banyak bangunan-bangunan suci yang berukuran besar dan mewah seperti itu menunjukkan akan kebesaran dan kejayaan kerajaannya, disisi lainnya adalah membuat rakyatnya terbebani dan kehilangan banyak waktu untuk melakukan aktivitas ekonominya.
Baca juga: Mataram Kuno: Maharaja Pembunuh Musuh yang Sombong, Serangan Armada Laut Jawa dan Penaklukan Kamboja
Jawa Timur menjadi lokasi yang dipilih oleh Mpu Sindok karena wilayahnya yang subur untuk pertanian padi dan secara ekonomi lebih menjanjikan karena adanya pelabuhan dan sungai-sungainya (Brantas dan Bengawan Solo) sangat mendukung dalam perdagangan dengan dunia luar.
Dari ketiga faktor penyebab yang mendorong terjadinya perpindahan pusat pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno ke Jawa Timur menunjukkan bahwa usaha tersebut setidaknya dilakukan tidak secara tergesa-gesa. Paling tidak usaha tersebut telah dirintis oleh Dyah Wawa.
Akan tetapi rupanya Mpu Sindok terpaksa harus segera memindahkan pusat pemerintahan karena, dalam pandangan saya, disebabkan oleh adanya serangan dari kerajaan Sriwijaya. Jawa tengah berhasil dikuasai oleh pasukan kerajaan Sriwijaya.
Raja Dyah Wawa terbunuh, dan tak ada lagi alasan bagi Mpu Sindok untuk segera berpindah ke Jawa Timur. Tidak hanya memindahkan pusat pemerintahan yang dikatakannya sebagai penerus dari kerajaan Mataram Kuno yang ada di Jawa Tengah, Mpu Sindok juga membangun wangsa yang baru yaitu Wangsa Isana.
Sumber bacaan:
*podjokpawon-sejarah-nusantara
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H