Dengan demikian akhirnya dapat diketahu bahwa nama lengkap raja yang berkuasa di Sriwijaya waktu itu adalah Dapunta Hyang Sri Jayanaga.
Prasasti ini selain menyebut soal nama Sri Jayanaga juga berisi doa-doa dan puja-puji terhadap Sri Jayanaga yang telah memerintahkan membuat taman yang ditanami beraneka macam buah-buahan yang diberi nama Sriksetra.
Diantaranya adalah dengan menaklukan daerah Bangka-Belitung dan akan menghukum bhumi Jawa yang dianggap tak mau tunduk terhadap kekuasaannya.
Ketika Sri Jayanaga melaksanakan penyerangan untuk menghukum Bhumi Jawa, waktunya bersamaan dengan runtuhnya  Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat  dan Kerajaan Ho ling (Kalingga) di Jawa Tengah, sehingga diduga keruntuhan kedua kerajaan ini adalah akibat dari adanya serangan Sri Jayanaga dari Kerajaan Sriwjaya.
Keberhasilan ekspedisi militer ini selanjutnya menjadikan Sriwijaya sebagai kekuatan yang besar, yang mampu mengendalikan jalur perdagangn yang ada di laut China Selatan, di selat Malaka, selat Karimata, selat Sunda dan laut Jawa.
Baca juga : Ditemukan Lagi Peninggalan Kerajaan Sriwijaya Di Bangka
Sepeninggal raja Sri Jayanaga, tokoh yang menjadi raja di Sriwijaya tidak diketahui namanya. Kronik Tiongkok dari Dinasti Sung (abad XI Masehi) hanya menyebutkan bahwa pada tahun 670-673 M dan tahun 713-741 M, Shih-li-fo-shih (Sriwijaya) telah mengirim utusan ke negeri Tiongkok. Tak ada nama raja yang disebutkannya hingga munculnya raja yang menyerupai Indra di dalam prasasti Ligor A (775 M).
Setelah inipun tidak ada catatan lagi tentang kerajaan Sriwijaya sampai kemudian muncul nama Balaputradewa sebagai raja yang berasal dari Dinasti Sailendra yang menguasai Suwarnadwipa (nama kuno pulau Sumatera) seperti yang tertulis dalam prasasti Nalanda (860 M).