Pemilu 2019 hampir paripurna. Tinggal menyisakan acara pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih, Joko Widodo dan Ma'ruf Amin nanti pada tanggal 20 Oktober 2019.
Kemenangan koalisi Jokowi-Ma'ruf dan kembali menangnya PDI-P sebagai partai pemenang pemilu 2019 ini membawa konsekuensi dengan diambilnya semua posisi ketua di parlemen. Pemenang pemilu mengambil semuanya, dari jabatan ketua DPR, DPD dan juga MPR.
Apakah ini berarti akan membawa dampak buruk pada jalannya roda pemerintahan ke depannya? Belum tentu.
Kita bisa menengok sejenak ke belakang soal kedudukan Joko Widodo sebagai kader PDI-P. Anggapan bahwa Jokowi adalah petugas partai masih tampak kuat, apalagi kini yang menjabat sebagai ketua DPR adalah Puan Maharani, putri Megawati sang ketum PDI-P. Dengan kedudukan presiden yang notabene adalah kader, sementara kedudukan ketua DPR sebagai pengawas jalannya roda pemerintahan adalah ketua putri ketum partainya, maka pengawasan akan justru semakin ketat.
Jika presiden menelenceng sedikit saja dalam menjalankan roda pememerintahannya atau tidak sesuai dengan UU yang berlaku, saya yakin akan ditegur dengan keras oleh mereka yang ada di DPR, terutama justru yang berasal dari induk partainya sendiri.
Apa sebabnya bisa demikian? Dalam pemikiran saya, periode kedua Joko Widodo sebagai presiden ini adalah saat yang paling baik bagi PDI-P untuk menunjukkan bahwa mereka adalah partai yang mampu bekerja sebagai pengawas jalannya pemerintahan. Bukan hanya sebagai anggota dewan yang bertugas memberi stempel bagi jalannya roda pemerintahan semata.
Hal seperti ini juga akan terjadi pada partai-partai yang lainnya yang saat ini berada di DPR maupun MPR, termasuk didalamnya adalah para anggota dari unsur DPD, semuan dapat diduga nantinya akan berusaha semaksimal mungkin untuk menjalankan fungsinya sebagai partner pemerintah dengan catatan-catatan kritisnya.
Bagaimana dengan kubu yang seharusnya berada di luar pemerintahan atau oposisi. Sama juga. Â Seharusnya Gerindra, PKS, PAN dan Demokrat tetap berada di luar pemerintahan. Mereka harus menjalankan fungsinya sebagai pengawas jalannya roda pemerintahan dari luar.
Mereka yang tergabung dalam koalisi Prabowo-Sandi yang telah kalah dalam Pilpres 2019 ini seyogyanya tetap berada di luar kekuasaan pemerintah. Jangan sampai mereka ikut di dalamnya. Sebab jika mereka nantinya ikut serta menjadi bagian dari kekuasaan eksekutif, maka hanya akan menimbulkan persoalan dengan koalisi pemenang Pilpres 2019.
Tidak ada gunanya pilpres dilaksanakan jika hanya ujungnya untuk berbagi-bagi jabatan di eksekutif. Itu bukan pemebelajaran politik yang baik. Apapun alasannya.
Semoga.