Dalam tulisan sebelumnya sudah saya katakan bahwa selama hidup ini saya sudah dua kali mengalami kejadian aneh yang berkaitan langsung dengan 'penghuni dunia lain' saat berada di rumah hotel pada saat masih kecil dan saat sudah remaja.
Namun kisah horor sepertinya selalu mengikuti saya, dimanapun saya tingga hingga selama ini. Meski bukan saya sebagai subjek pelakunya, namun justru orang-orang yang dekat dengan saya seperti ibu, isteri dan anak yang mengalaminya.
Kisah ini dimulai semenjak kami sekeluarga (Ibu, kedua kakak saya dan saya sendiri) pindah rumah dari hotel ke rumah di Kotagede. Â Rumah yang untuk selanjutnya saya sebut dengan nama Omah Citran. Sebuah rumah joglo lama yang komplit dengan pendopo-nya di sebuah kampung di sisi timur kali Gajah Wong.
di Omah Citran ini, sejak awal kedatangan sampai saya dewasa dan berumah tangga kemudian pindah menempati rumah, yang untuk kemudian saya sebut dengan nama Omah Wetan yang lokasinya terletak di sebuah kampung di belakang Musium Wayang Kekayon Jalan Wonosari, dan kemudian balik lagi ke Kotagede dan tinggal menetap hingga sekarang di rumah yang saya sebut dengan nama Omah Jagalan ini, saya sama sekali tidak pernah mengalami langsung hal-hal yang aneh dan menyeramkan.
Namun malah orang-orang terdekat saya yang mengalaminya, entah itu berupa penampakan, Â suara-suara yang tanpa ada wujud yang menyuarakannya ataupun gangguan-gangguan lainnya.
Di Omah Citran misalnya, soal melihat penampakan dan mendengarkan suara-suara aneh yang muncul, justru dianggap biasa oleh ibu saya. Perempuan pemberani ini tinggal sendirian di rumah joglo lawas semenjak bapak meninggal, tidak memiliki rasa takut dengan hal-hal seperti itu.
Pun demikian dengan isteri saya saat kami sekeluarga menginap di Omah Citran. Melihat adanya penampakan sosok misterius di rumah itu juga tak membuatnya ketakutan.
Namun tidak demikian dengan anak saya yang ragil, saat saya hendak mengambil foto rumah itu dan bagian-bagiannya, dia mendadak mewek dan ngotot minta pulang.Â
Ternyata setelah sampai di Omah Jagalan dia menangis dan mengadu ke ibunya kalau tadi di Omah Citran dia mendengar dan diikuti oleh suara-suara seperti orang yang geram (jawanya 'gereng-gereng'). Walah...!!!
Di Omah Wetan juga ada kejadian yang menyeramkan yang dialami anak sulung saat masih balita. Isteri saya yang bercerita jika anak kami melihat penampakan yang menakutkan di tangga dekat sumur saat hari menjelang gelap.Â
Anak sulung kami itu menangis ketakutan sambil menunjuk-nunjukkan tangannya ke tangga. Sementara saya masih kerja di kebun sebelah barat rumah di bawah pohon nangka untuk mencuci dan menghilangkan daging buah bentarung agar urat-urat kayunya  bisa tampak di permukaannya.
Usut punya usut, ternyata kebun sebelah rumah itu juga 'ada penghuninya', dan pohon nangka itu adalah 'rumah gendruwo'. Lhadalahhh... padahal saya tiap hari ada di sana untuk kerja, yang kadang-kadang bahkan sampai malam baru rampung.
Selain itu isteri saya juga sering malam-malam mendengar suara aneh yang muncul dari kebun sebelah rumah itu. Suara yang paling sering adalah suara cakaran di tembok. Untungnya dia tak takut.Â
Sementara saya juga tidak diberitahu dan tak mendengar jika ada kejadian seperti itu, sampai akhirnya kami pindah rumah ke Omah Jagalan, baru cerita itu disampaikan oleh istri saya. Rupanya isteri saya paham benar jika saya ini orangnya penakut, wkwkwk!
Nah, Â di Omah Jagalan yang saya tempai sekarang ini, soal kisa horor rupanya bayak dialami oleh si anak bungsu. Sejak masih balita sampai sekarang remaja SMA ini rupanya masih terus mengalami hal-hal yang menakutkan baginya.
Dulu sewaktu masih bayi, si anak ragil ini ternyata 'sering digoda oleh mahluk yang tak kasat mata'. Tiap sore hari saat Maghrib sering rewel menangis yang tak jelas. Setelah digendong ibunya atau ditidurkan dan ditunggu bersama-sama baru diam, tapi begitu ditinggal kerja menangis lagi.
Dengan bantuan tetangga, akhirnya anak ragil itu dimintakan 'suwuk kepada wong tuwo' Â dan diberi sebuah gelang dari 'benang lawe' untuk membetengi atau menjauhkan dari godaan yang tak kasat mata itu. Beberapa bulan kemudian barulah anak ragil tidak rewel lagi.
Setelah anak ragil sekolah di SD, rupanya ada kejadian lagi yang menimpa anak ragil. Tanpa diduga dan dinyana, anak ragil yang sedang nonton TV sendirian  sehabis Maghrib malah ditemani oleh 'si mbak berbaju putih penunggu kamar selatan (kamar kudul). Â
Kamar yang isinya almari pakaian dan rak buku. Â Meski kaget dan takut, tapi anak ragil cuma diam saja tak menanggapinya. Akhirnya 'si mbak berbaju putih' Â itu pergi menghilang.
Menurut Bu DA, tetangga yang berprofesi sebagai tukang pijat dan dapat melihat mahluk tak kasat mata,  kamar kidul itu memang ada 'penghuninya', dan sering melotot kepadanya jika dia pas  matanya menengok ke arah kamar saat memijat  di ruang tengah depan TV.  Waduh,  koq tambah serem...!!!
Sialnya beberapa hari yang lalu pun ada kejadian lagi di Omah Jagalan ini. Malam Rabu sekita jam sepuluh-an, anak ragil saat itu memangil nama ibunya. " Bu...bu...bu...", seperti itu, tiba-tiba ada suara yang juga ikut memangil "bu" setelahnya. Padahal ibunya di dapur masih kerja. Dan tak ada orang lain yang memanggil-mangil "bu" selain dirinya. Terus siapa yang bersuara itu? Mbuh, nggak ngerti!
Yah, begitulah nasibnya jika kita tinggal di rumah yang ada 'penghuni yang lainnya'. Apalagi tinggal di rumah yang sebelah timurnya adalah kebun pisang yang juga banyak 'penghuninya yang  tak kasat mata' yang tinggal di dalamnya, sementara itu pohon kanthil yang berada di sebelah barat rumah ternyata juga jadi tempat tinggal 'mereka' pula.
Kisah horor sebelumnya:
https://www.kompasiana.com/jatikumoro/5d6bc6fb097f3665b47c5852/horor-kamar-hotel-no-20
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H