Dalam kisah pewayangan, tokoh wayang yang bernama Kumbakarna ini sangat menarik bagi sebagian pecinta wayang nusantara. Tokoh wayang Kumbakarna  yang berwujud raksasa ini malah dijadikan salah satu simbol dari tiga sosok wayang yang dijadikan rujukan untuk membakar semangat nasionalisme dan patriotisme dalam membela negara.
Bersama-sama dengan tokoh wayang Basukarna (Adipati Karna) dan Patih Suwanda (Bambang Sumantri), Kumbakarna ini kemudian dijadikan inspirasi oleh KGPAA Mangkunegara IV (1809-1881) untuk menulis Serat Tripama. Sebuah serat atau tulisan yang berisikan tentang kisah kepahlawanan dalam membela negaranya.
Baca juga: Wayang Golek: Antara Pertunjukan dengan Alur Naskah Aslinya
Namun mengapa pilihan tulisan ini pada sosok Kumbakarna saja? Nanti dalam kesempatan yang lain akan saya tuliskan pula mengapa saya lebih memfokuskan tulisan ini untuk sosok wayang bertubuh raksasa ini daripada dua sosok satriya yang lainnya.
Sosok wayang Kumbakarna ini adalah perlambang bagi seorang ksatriya yang  berjuang membela negaranya atas dasar kecintaannya terhadap negara dan menjalankan dharmanya sebagai seorang ksatriya di medan pertempuran. Atas dasar itulah Kumbakarna akhirnya maju berperang membela negeri Alengka bukan atas dasar membela Rahwana kakaknya yang menjadi raja di Alengka .
Kumbakarna tahu bahwa Rahwana itu adalah kakaknya dan juga sekaligus rajanya. Namun Kumbakarna juga tahu bahwa Rahwana telah melakukan kesalahan yaitu menculik Dewi Sinta isteri Rama, yang akhirnya membawa peperangan di Alengka.Â
Baca juga: Nasib Wayang Kulit yang Dirindu Sekaligus Terlupakan
Dan ketidak-setujuan atas tindakan penculikan yang dilakukan oleh Rahwana itu juga disampaikan secara langsung. Bahkan Kumbakarna pun juga memberikan nasihat sekaligus menegur perbuatan kakaknya sampai meminta agar kakaknya sudi mengembalikan Dewi Sinta kepada Rama sehingga perang tidak berlarut-larut.
Namun sayangnya Rahwana tetap pada pendiriannya dan Kumbakarna pun sebagai seorang yang berwatak satriya harus maju berperang membela negaranya. Disinilah watak luhur sosok Kumbakarna hadir, sebagai satriya  yang mencintai negaranya Kumbakarna tidak melupakan dharmanya dan maju berperang melawan pasukan Rama, apapun hasil akhir dadri peperangan itu.
Pada akhirnya Kumbakarna pun harus mati di medan perang oleh senjata Rama. Paripurnalah dharma dan kewajibannya sebagai seorang ksatria dalam membela negaranya.
Baca juga: Wayang Climen, Strategi Kampanye Berbudaya