Saat mengobrol santai di gardu ronda, Pringgo menceritakan kisah cintanya yang heroik yang pada akhirnya mampu membuat Mintarsih, gadis cantik yang berkulit halus bak tepung maizena itu tak bisa berpindah ke lain hati.
Dan memang, saat hendak menyunting Mintarsih, Pringgo telah memiliki usaha dan sebuah rumah kecil semi permanen. Meski sederhana namun semua itu dari hasil usahanya membanting tulang, tanpa bantuan orang tuanya.
Hingga saat menyunting Mintarsih pun Pringgo tidak grogi terhadap calon mertuanya. Dia merasa bahwa sudah punya modal yang akan dipergunakan untuk menghidupi calon isteri dan anaknya kelak.
Kuntoro, Purnomo, Sarijo dan Tumijo yang mendengarkan kisahnya pun mengangguk-angguk kareana  mengerti betapa kerasnya perjuangan Pringgo saat hendak menyunting Mintarsih .
Sejenak suasana menjadi hening saat Pringgo sudah mengakhiri kisahnya. Namun tak berapa lama kemudian ganti Purnomo yang menceritakan kisah cintanya sampai berhasil menyunting Wuryani.
Sambil senyum-senyum, Purnomo berkata,"Dulu waktu disuruh melamar Wuryani, modalku hanya "ma lima" alias madhep, mantep, mangan, melu, morotuwo". Setelah selesai bicara seperti itu Purnomo lalu tertawa.
"lha mau bagaimana lagi? Orang belum mapan kerja koq diuber-uber disuruh kawin. Lagi pula mertua juga baik hati koq mau menerima aku apa adanya, hehehe, "imbuh Purnomo mengakhiri ceritanya.
Terjemahan bebas:
Ma lima = kelima ma
Madhep = menghadap
Mantep = mantap
Mangan = makan
Melu = ikut
Morotuwo = mertua
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H