Bang Edo, begitu orang-orang di kampungku memanggilnya. Pemuda ini merupakan adik dari Om Yana, menantu Pak Rasmin yang berasal dari pulau seberang.
Selama berada di kampung, Bang Edo ini berkawan akrab dengan Mas Hendro. Keduanya berumuran sepantar dan mempunyai kecocokan serta kebiasaan yang hampir sama, sehingga tak aneh jika kedua anak muda ini selalu kelihatan kompak.
Dengan berkawan sama Mas Hendro, Bang Edo sedikit-demi sedikit mulai belajar tata krama dan adab sopan santun yang berlaku di dalam masyarakat. Namun dasar Mas Hendro ini orangnya jahil, ada salah satu tata krama yang diajarkan pada Bang Edo ini yang malah tidak benar.
Oleh Mas Hendro, Bang Edo diajari cara mengucapkan salam jika hendak berjalan di hadapan orang tua.
Cara mengucapkannya demikian,” Nyuwun sewu, ndherek langkung Pak, segawon,” kata Mas Hendro kepada bang Edo.
Ucapan salam itu kemudian dipraktekan oleh Bang Edo saat berjalan dihadapan orang yang sudah tua yang sedang duduk dipinggir jalan atau di teras rumah. Namun apa yang terjadi? Setiap menyampaikan salam meski dibalas dengan sepatah dua patah kata, tetapi setiap orang tua yang disapanya malah tampak melotot dan marah tapi sambil menahan tawa.
Untungnya, saat menyampaikan salam kepada Pak Rasmin, yang merupakan mertua kakaknya, segera saja Bang Edo dipanggil dan diberi penjelasan jika salam yang diucapkannya iu meski awalnya benar namun pada bagian akhir kalimatnya tidaklah pantas diucapkan. Dijelaskan oleh Pak Rasmin bahwa kata “segawon itu dalam Bahasa Jawa Kromo Alus artinya adalah anjing, yang dalam Bahas Jawa Ngoko (sehari-hari / kasar) artinya adalah asu.”
Mendengar penjelasan dari Pak Rasmin, Bang Edo pun tertawa kecut. Benar-benar tak menyangka jika kawan akrabnya itu tega mempermainkan dan membikin malu dirinya. Pak Rasmin pun juga tertawa melihat Bang Edo yang jengkel dan uring-uringan tapi juga geli atas ulah kawannya.
Catatan: ,” Nyuwun sewu, ndherek langkung Pak, segawon,” itu secara umum sama dengan mengucapkan “ Permisi, numpang kewat Pak, anjing.”
Cerita ini dikisahkan oleh Bang Edo di pinggir jalan kampung kira-kira 20 tahun yang lalu. Semua nama yang disebut sengaja disamarkan agar tidak menyinggung pihak-pihak yang berkaitan.
Pojok Pawon, Akhir Febuari 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H