Mohon tunggu...
Jati Nantiasa
Jati Nantiasa Mohon Tunggu... -

Peneliti Psikologi Sosial.\r\n\r\n\r\nwww.planpolitika.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ego Depletion dan Politik Pencitraan

10 November 2010   07:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:43 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

1 tahun pemerintahan SBY diwarnai dengan maraknya demonstrasi dari berbagai unsur masyarakat dan mahasiswa. Salah satu poin yang dibawa oleh para pengunjuk rasa adalah hentikan politik pencitraan SBY (www.kompas.com). SBY dinilai terlalu banyak bermain dalam ranah pencitraan tanpa memberikan hasil yang signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat. Mungkin cerita akan menjadi lain jika pencitraan SBY dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Lalu, apakah politik pencitraan SBY harus terus dijalankan dalam 4 tahun kedepan pemerintahan SBY?

Dalam kajian Planpolitika atas 1 tahun pemerintahan SBY melalui sudut pandang anak muda didapatkan bahwa pemerintahan SBY masih belum memenuhi harapan anak muda. Pendapat anak muda menjadi penting mengingat peran mereka sebagai agen perubahan bangsa dan karakter anak muda yang cenderung melihat sesuatu apa adanya (dassein). Harapan anak muda ternyata bukan pada terpenuhinya kebutuhan mereka sebagai individu semisal lifestyle melainkan justru harapan atas berjalannya pemerintahan SBY secara efektif. Anak muda menginginkan SBY fokus pada pemerintahannya dan bukan pada pemenuhan pencitraan diri.

Lain halnya menurut pengamat politik dari Charta politika, Yunarto Wijaya,menurutnya politik pencitraan belumlah mati. Yunarto membagi politik pencitraan menjadi tiga pendekatan yakni advertising, public relation dan personal contact. Advertising mengacu kepada perkembangan iklan politik di berbagai macam media, public relation berkaitan dengan terbangunnya suatu persepsi melalui pemberitaan yang ada di media, dan personal contact yakni mendekati pemilih dengan membangun unsur emosional. Menurut pengamatan penulis dalam kaitannya dengan SBY, pendekatan personal contact yang masih belum terbina dengan baik oleh SBY. Mungkin masih teringat oleh kita bagaimana mantan presiden Soeharto begitu dekat dengan petani di desa dan bahkan ketika beberapa tahun berikutnya sang presiden bertemu petani kembali, ia tetap mengingat nama petani tersebut. Hal-hal sederhana seperti itulah yang justru membuat pemimpin tetap mendapat dukungan dari rakyat. SBY dengan politik pencitraanya dapat lebih menekankan aspek personal touch untuk menjalankan pemerintahannya 4 tahun ke depan.

Menurunnya performance

Terlepas dari perlu atau tidaknya politik pencitraan,kita perlu mengetahui bagaimana proses yang terjadi dalam kognisi manusia ketika melakukan pencitraan. Politik pencitraan erat kaitannya dengan self-regulation. Self regulation berawal dari sebuah pemikiran bahwa orang tidak dapat mempengaruhi motivasi dan tindakannya dengan baik jika mereka tidak memberikan perhatian penuh terhadap unjuk kerja mereka,kondisi mereka pada saat ini, dan dampak yang akan mereka hasilkan (Bandura,1991), sehingga tingkah laku manusia yang memiliki tujuan harus diregulasi oleh rencana yang baik (forethought) yang disebut self regulation (Bandura, 1991). Mudahnya self regulation adalah kapasitas manusia untuk membatasi hal yang tidak diinginkan dengan tujuan untuk memiliki kontrol atas respon yang diberikan (Baumister&Vohs,2007). Pola kerja yang dilakukan oleh self regulation menyerupai pola kerja otot. Seperti halnya otot, self regulation memiliki kapasitas yang terbatas yakni ketika telah mencapai batas maka ia akan melemah (Baumister,Heatherton, dan Tice (1994) dan (Baumister,2002). Untuk menggambarkan penurunan kapasitas self regulation maka digunakan terma ego depletion untuk mewakilinya (Baumister,2008).

Ketika seseorang melakukan politik pencitraan maka secara tidak langsung ia melakukan self regulation. Dan jika hal tersebut dilakukan secara terus menerus dan berurutan maka self regulation akan mencapai batasnya atau disebut dengan ego depletion. Apa dampak dari ego depletion? Ego depletion akan berdampak pada penurunan aktivitas yang membutuhkan kerja eksekutif seperti membuat keputusan, melakukan pilihan, mengatur lingkungan dan menginisiasi tindakan. Sayangnya hal tersebut merupakan kegiatan yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin negara.

Oleh karena itu penggunaan politik pencitraan yang berlebihan merupakan bukan pilihan yang bijak,mengingat banyaknya masalah yang harus dihadapi oleh pemimpin negara dan terbatasnya kemampuan self regulation individu. Namun demikian, politik pencitraan masih tetap dapat dilakukan dalam batas yang wajar, hanya saja sebaiknya dilakukan oleh lingkar pertama SBY yakni para pendukung dan lembaga konsultan politik. Menyerahkan pencitraan pada pihak ketiga, dalam hal ini lembaga konsultan politik, akan memberikan lebih banyak kesempatan bagi SBY untuk momfokuskan diri menyelesaikan masalah bangsa. Indonesia masih membutuhkan pemimpin yang berwibawa dan juga memberikan perubahan bagi masyarakat,maka kita harus memberikan SBY kesempatan untuk membenahi pemerintahannya. Selamat berjuang SBY! Rakyat Indonesia mendukungmu!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun