Mohon tunggu...
Jaswanto Jahuddin SH
Jaswanto Jahuddin SH Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Jalan ini masih panjang banyak cita menunggu di depan untuk diraih semakin kau asingkan diriku semakin terpacu jiwaku trus melangkah

Selanjutnya

Tutup

Politik

Membela Penolakan TKA China dan Lunturnya Nurani Kita

20 Juni 2020   01:13 Diperbarui: 20 Juni 2020   01:12 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Serba serbi pendapat menyeruak di publik menyoal kedatangan 500 lebih Tenaga kerja asing (TKA) asal negeri Tiongkok di Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara, perdebatan sengit itu pun bak pertarungan Pilpres lalu antara Jokowi dan Prabowo yang begitu seru dari awal hingga akhir pertarungan.

Sejumlah persepsi muncul dikalangan masyarakat dari yang mendukung hingga menolak kedatangan TKA China di bumi anoa Sulawesi Tenggara.

Tak sedikit kita dapatkan percakapan diruang publik yang ngotot tak berdasar membela kedatangan TKA dimasa Pandemi Covid-19, saat rakyat berjuang bersama memutus mata rantai penularan virus justru kehadiran TKA itu membuktikan ketidak seriusan pemerintah dalam menangani wabah.

Bagaimana tidak Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia melalui Keputusan Menteri Agama (KMA) No.494/2020 tentang pembatalan keberangkatan jemaah haji 1441 H/ 2020 M,  Pemerintah seolah tanpa beban memutuskan untuk tidak memberangkatkan jemaah haji tahun ini walau belum ada keputusan resmi dari otoritas pemerintah arab saudi karena alasan wabah Covid-19.

Lantas seberapa mendesak kehadiran TKA yang akan bekerja pada PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) dan PT Obsidian Stainless Steel (OSS) di Konawe Sulawesi Tenggara, sampai pemerintah lebih terlihat tegas membatalkan ibadah wajib umat islam ketimbang menolak kehadiran TKA asal negara virus itu berasal masuk di Indonesia.

Kalau alasan pemerintah semata untuk peningkatan kesejahteraan ekonomi upaya mengurangi pengangguran pekerja kita, dan adanya alih teknologi kehadiran TKA, serta menjaga harmonisasi pada investor asing, lantas telah tercapaikah itu semua?

Coba kita telisik satu persatu, pertama benarkah kehadiran TKA berdampak dari peningkatan kesejahteraan masyarakat, jika melihat kondisi riil yang terjadi di sekitar lingkar perusahaan PT VDNI dan PT OSS sangat berbanding terbalik dari apa yang pemerintah gaungkan selama ini atas kehadiran perusahaan PMA itu, mulai jalan lingkar perusahaan yang tak kunjung ada perbaikan.

Padahal kita tahu akses jalan merupakan cerminan peningkatan kesejahteraan dalam menunjang lalu lintas ekonomi masyarakat, belum lagi keluhan masyarakat atas susahnya warga lokal untuk masuk bekerja di perusahaan tersebut, sampai harus membayar jutaan untuk bisa masuk bekerja.

Kedua, kehadiran TKA di Kecamatan Morosi Kabupaten Konawe benarkah telah memberikan transfer keilmuan pada pekerja lokal, sejak 5 tahun lalu keberadaan PT VDNI di Morosi belum memberikan kontribusi nyata adanya transfer keilmuan pada pekerja lokal terbukti hari ini kedua perusahaan PT VDNI dan PT OSS ngotot mendatangkan TKA nya karena alasan hanya mereka yang mampu mengerjakan pekerjaan.

Belum lagi TKA asal China yang di datangkan bukan murni tenaga skill, tak sedikit informasi kita dapatkan tentang TKA bekerja sebagai buruh kasar.

Para TKA yang didatangkan bekerja di Morosi Kabupaten Konawe juga tidak dibekali kecakapan bahasa indonesia sebagai penunjang tercapainya alih teknologi pada tenaga kerja lokal pendamping, padahal jika merujuk Permenaker 10 tahun 2018 pemberi kerja wajib memfasilitasi TKA untuk mendapat pendidikan dan pelatihan bahasa Indonesia.

Ketiga, Pemerintah berdalih menjaga harmonisasi pada investor asing di daerah, jika kita balik bertanya kepada pemerintah sejauh manakah harmonisasi investor menghargai tanah leluhur kami?

Mengutip pernyataan Wakil Gubernur Sultra, Lukman Abunawas dimedia, menyatakan masuknya TKA China mesti dibarengi dengan perhatian kepada masyarakat lokal. Menurutnya, perusahaan mesti tidak abai dengan kondisi sosial budaya masyarakat yang masih memegang teguh nilai religius dan leluhur.

"Jangan abaikan juga soal limbah perusahaan, apalagi posisi PT VDNI berada di dekat sungai Konaweha, sumber mata air penting bagi puluhan ribu warga sekitar perusahaan.

Kawasan mega industry Konawe yang digarap oleh perusahaan asal China PT VDNI dan PT OSS ibarat negeri sendiri walaupun secara de'facto keberadaan mereka berada di atas wilayah NKRI.

Upaya penindakan atas segala indikasi pelanggaran yang mereka lalukan negara ini terkesan tak berdaya menghadapi atas nama investasi mereka.

Genap setahun pasca penyegelan pada Juni 2019 lalu atas perambahan kawasan hutan secara ilegal yang dilakukan PT Obsidian Stainless Steel (OSS) kepolisian seolah tak berdaya mengungkap indikasi kejahatan lingkungan yang dilakukan perusahaan asal China itu, ini membuktikan negara kalah atas investasi mereka.

Uraian diatas hanya bagian terkecil dari sekian banyak problem keberadaan PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) dan PT Obsidian Stainless Steel (OSS) selama ini di Konawe.

Apakah nurani kita telah luntur sebagai negara besar berdaulat yang tak mampu lagi berdiri diatas kaki sendiri menghadapi tekanan investor asing, bukankah para pendahulu bangsa telah mengatakan Indonesia harus percaya diri dan berjuang dengan kemampuan sendiri.

Kalau alasan pemerintah mendatangkan TKA karena alasan pekerja indonesia belum memiliki skill seperti mereka, secara tidak langsung pemerintah sendirilah yang menghina kepercayaan diri bangsa ini.

Jika seperti ini maka selamanya kita hanya menjadi penonton dari euforia orang luar menikmati sumber daya alam daerah ini.

*Penulis adalah Koordinator Presidium Forum Pemerhati Tambang (Format) Sultra*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun