Mohon tunggu...
Jasrin Talib
Jasrin Talib Mohon Tunggu... -

Petani di #LADANGKATA

Selanjutnya

Tutup

Politik

Potret Pemuda Sulawesi Tengah dalam Mengisi Ruang Demokrasi

30 Agustus 2010   16:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:35 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Beberapa bulan terakhir (29 april 2010), organisai kepemudaan, kemahasiswaan baik OMEK (organisasi Mahsiswa Eksternal Kampus) maupun OMIK (Organisasi Mahasiswa Internal Kampus) di Sulawesi Tengah, sedang melewati masa-masa pendewasaan memaknai demokrasi. Pada dasarnya Demokrasi dapat dipahami sebagai proses dalam pencapaian tujuan, yang pada akhir prosesnya mendapatkan takdir demokrasi yang membahagiakan.

Dalam menjalani proses demokrasi tentulah membutuhkan kapabilitas serta integritas jika kita menginginkan lahirnya hasil dari demokrasi yang membahagiakan. kedua pokok inilah yang menjadi penopang terwujudnya demokratisasi yang sehat. Diluar dari konteks ideal tersebut terdapat dinamisasi yang menjadi perangkat ‘kebodohan’ dalam jalanya demokrasi, yakni kecurangan, kelalaian manajerial, serta lemahnya mekanisme formal yang dipakai.

Ketiga hal ini tidak terlepas dari motif tendensisus hasil demokrasi. Jika tendensinya didasarkan pada nilai moral, maka akan secara sadar dan rela menerima hasil akhir dari demokrasi yang berjalan sehat. Namun jika tendensi yang melandasinya adalah oportunisme maka akan terjadi dinamika yang kurang sehat didalam proses demokrasi, dan akhirnya masing-masing kubu pelaku kompetisi demokrasi hanya siap menang dan tidak siap untuk kalah, yang sebenarnya menang dan kalah adalah opsi matematis yang memiliki peluang yang sama, dan belum ada dalam sejarah demokrasi kesemua competitor menang, mungkin kalau pandangan yang objektif dan ditopang proses yang sehat, maka jawabanya ‘iya’, kemenagan bersama. Tapi bukan berarti dua keputusan yang sama dimenangkan. Dalam konteks ini kita berbicara tentang suksesi pemilihan pemimpin organisasi, jadi dalam rumus matematis 1:1 = 1 atau 3:3 = 1 dan angka apa saja dan berapapun untuk memperebutkan angka satu ketika dibagi dengan jumlah yang sama hasilnya akan satu. Berbeda dengan anka Nol, karena Nol di ibaratka sebuah kesemuan yg tidak menjadi tujuan kompetisi. Tidak mungkin ada competitor jika tidak ada yang diperebutkan, itulah 0 (nol).

Itulah mungkin perumpamaan yang agak berlebihan, namun perumpamaan itu dimaksudkan bukan untuk mengajarkan lagi matematika dasar, melainkan untuk menjadi metafora yang menjadikan setiap kita menjadi lebih arif dalam menjalani proses demokrasi. Tidak akan pernah ada dua pemimpin dalam satu jabatan yang sama. Olehnya mungkin sampai persoalan ketuhanan agama samawi mengimani adanya satu tuhan.

Kembali pada persoalan demokrasi dilingkup organisai kepemudaan di Sulawesi Tengah, tulisan ini dikerucutkan pada organisasi kemahasiswaan yang nota bene juga adalah pemuda. Dalam dunia mahasiswa dengan kecenderungan memaknai aktifitasnya secara formal adalah proses belajar, begitu pula dengan berdemokrasi dalam sebuah organisai. Karena pemaknaan yang demikianlah yang menjadikan frekuensi dalam mendapatkan ‘kemaklumlan’ sangatlah besar, namanya juga belajar. Belajar dalam meningkatkan pengetahuan sebagai penopang kualitas diri dalam objek pembelajaran. Hanya saja apakah konteks pembelajaran yang dimaksud adalah belajar yang sehat ataukah belajar yang kurang sehat atau buruk.

Terlepas dari konteks ‘proses pembelajaran’ demokrasi yang dimaksud, dalam tujuan demokrasi melekat cita-cita luhur yaitu menginginkan lahirnya pemimpin yang dapat menjalankan fungsi-fungsi dalam organisasi seperti eksekutif serta manajerial untuk mengantarkan organisasi dam mencapai visinya.
Korelasi antara proses pembelajaran, tendensi dan cita-cita luhur tersebut diatas maka penulis beranggapan bahwa inilah pearsoalan yang kemudian mempengaruhi jalanya proses demokratisasi di lingkup organisasi kemahasiswaan.

Beberapa contoh kasus suksesi kepemimpinan dalam organisasi kemahasiswaan dan kepemudaan di Sulawesi tengah

1. Kongres Mahasiswa di Kampus UNISA Palu, yang melahirkan dualisme kepengurusan dan kamudiaan berujung pada bentrokan mahasiswa hingga berdampak pada ditahanya tiga orang mahasiswa oleh pihak kepolisian karena diduga sebagai pemicu terjadinya kericuhan dalam proses pemilihan BEM Unisa(baca : http://mediaalkhairaat.com/index.php?option=com_content&task=view&id=7077&Itemid=1).

2. Konferensi Mahasiswa Fisip Untad, yang sampai hari ini tak kunjung selesai karena terindikasinya kecurangan dalam proses pemilihan. Dimana surat suara yang ada dalam kotak suara pasca pencontrengan melebihi jumlah pemilih yang ada.

3. Konferensi Mahasiswa FMIPA Untad, yang harus pengulangan setelah prosesi pemilihan pertama yang ditemukan penggelembungan suara.

4. Kongres P3MIB, yang melahirkan dualism kepengurusan dan harus melakukan proses mediasi oleh Pihak KKB untuk mengislahkan kedua kubu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun