The difficulties of living in a secular risk culture are compounded by lifestyle choices. -Anthony Giddens
Covid-19 membawa banyak sekali dampak dan perubahan pada semua seluk beluk kehidupan manusia saat ini. Tidak hanya di Indonesia, namun di seluruh dunia. Tidak hanya perusahaan-perusahaan besar, tapi berdampak juga sampai UMKM.Â
Di Indonesia, pandemi sudah berjalan lebih dari 1 tahun. Banyak yang berangan-angan akan kapan selesainya situasi ini. Namun, satu hal yang bisa disoroti dari situasi Covid-19 adalah risiko. Bagaimana pemerintah menekan risiko yang akan terjadi?Â
Risk management menjadi hal yang disoroti semenjak banyaknya krisis-krisis yang terjadi di Indonesia. Indonesia sudah menjalani 2 krisis terdahulu sebelum wabah Covid-19 ini.Â
Apakah kalian ingat? Indonesia menghadapi puncak krisis ekonomi dan politik pada Mei 1998. Krisis moneter yang berujung pada krisis politik masih menyisakan sejarah kelam bagi Indonesia.Â
Lalu pada tahun 2008 terjadi lagi krisis ekonomi yang melanda Indonesia, Dan saat ini-pun Indonesia dihadapkan dengan krisis yang disebabkan oleh pandemi Covid-19.
Saat krisis besar terjadi, banyak sekali orang yang menyeletukan kalimat "Dimanakah ERM nya?" ATAU "Apakah tidak ada risk management nya?". Apakah kamu bagian dari orang yang bertanya-tanya tentang hal ini?Â
Budaya risiko dapat dilihat sebagai bagian dari jawaban yang tepat atas hal ini! Mungkin sebelum mengimplementasikan Risk Management, kita bisa mengambil perhatian lebih pada budaya risiko dari masyarakat Indonesia terlebih dahulu. Apakah masyarakat sudah sadar akan terjadinya sebuah risiko? Jika masyarakat saja belum sadar akan hal ini, sama saja bohong bukan?Â
In the case of Covid-19, a risk-aware culture must be fostered in risk management in the government, community, and health workers.