Mohon tunggu...
Jason Tan
Jason Tan Mohon Tunggu... Lainnya - Bermimpi dan berpikir

Duc in altum.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Logika Beriman

11 Mei 2020   14:23 Diperbarui: 11 Mei 2020   14:42 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Iman dan akal budi merupakan dua hal yang sering menjadi inti perdebatan. Keduanya sering dilihat sebagai air dan minyak yang tak bisa bersatu, tetapi menurut pandang saya iman dan akal budi adalah seperti kopi dan susu yang bila dicampur dengan takaran yang tepat akan menghasilkan minuman yang menyegarkan. Melalui iman, manusia dimampukan untuk percaya dan melalui akal budi, manusia dimampukan untuk berpikir. Lantas apa jadinya bila manusia percaya tanpa berpikir atau sebaliknya? Saya percaya kedua aktivitas (percaya dan berpikir) tersebut adalah kegiatan yang harus dilakukan dengan objektif, artinya bukan karena apa atau siapa membuat manusia setuju atau tidak, tetapi harus dilihat konteksnya sehingga manusia dapat menilai dengan tepat untuk keputusan hidupnya.

Pertanyaan reflektif muncul, yakni "Kehidupan seperti apa yang kita jalani? Beragama untuk hidup atau hidup untuk beragama?" Tuhan yang adalah pencipta kehidupan dan Yang Maha Mengerti saya yakini mendasari penciptaan tersebut atas dasar hubungan saling mencintai. Artinya Ia tidak ingin memiliki hubungan tuan dan budak, melainkan hubungan dua entitas yang saling mencintai. Melalui paradigma ini saya mendifinisikan keputusan beragama sebagai pedoman hidup untuk semakin manusiawi, artinya menjalankan hidup yang tepat sebagai manusia dan sebagai bentuk cinta kita sebagai makhluk Ciptaan-Nya. Pola berpikir ini didasarkan dari paradigma beragama untuk hidup yang bila dilihat lebih dalam di luar Tuhan, kehidupanlah yang terbesar diantara yang lain. Menjalankan kehidupan seperti itu membutuhkan iman dan akal budi yang saling bekerja tanpa harus memilih diantaranya. Namun seringkali praktik kehidupan manusia justru menjalankan hidup beragamanya bukan didasarkan pada hubungan saling mencintai tersebut, melainkan hanya untuk dirinya sendiri sehingga motivasinya beragama menjadi tidak murni dan keputusan hidupnya juga mengikuti ketidak murnian tersebut. Contohnya banyak orang yang beragama untuk mencari kebenaran objektif, kesempurnaan hidup dan menjadikan pelampiasan. Banyak juga orang yang beragama karena motivasi yang transaksional, yakni mendapatkan surga setelah kematian. Bila motivasi kita tidak murni pada kehidupan beragama, di satu titik kita pasti akan merasakan kehampaan dalam menjalankannya atau yang lebih parah kita akan mengalami kekecewaan karena motivasi tidak tercapai. Akibat-akibat seperti inilah yang mendorong seseorang membuat keputusan yang salah pada kehidupan beragamanya. Keputusan menjadi seorang atheist adalah salah satu contohnya. Keputusan ini mungkin dapat dianggap luar biasa bagi yang menjalankan karena merasa bebas atau karena merasa keputusannya itu tidak umum di masyarakat. Tetapi keputusan tersebut tidak akan mudah dijalani karena hanya didasarkan pada pelarian saja, maka dikemudian hari ia akan kembali merasa hampa atau kecewa. Selain itu sebagai manusia yang bebas dan bertanggung jawab, sangat tidak layak membuat keputusan hidup hanya didasarkan pada pelarian saja, bukan pada pertimbangan-pertimbangan yang matang dan melalui pengolahan serta pencaritahuan.

Motivasi yang tidak murni pasti diawali dengan ketimpangan memilih antara akal budi dan iman. Makhluk hidup dikaruniai kehidupan yang bebas bertanggung jawab dan kita tidak selayaknya mengorbankan iman dan atau akal budi sebagai pilihan hidup kita, namun sebaliknya kita harus semakin menggali kebenaran pilihan hidup kita tersebut karena pada dasarnya akal budi menjadikan hati nurani lebih bernilai. Akal budi membuat hati nurani lebih tepat. Akal budi menjadi salah satu motor hati nurani bekerja. Dan pertanyaanya adalah apakah kita menemukan takaran yang tepat dalam meracik kopi dan susu?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun